Hikmah

Percakapan Abu Yazid Al-Busthami Kecil dan Ayahnya

Ahad, 15 November 2020 | 12:00 WIB

Percakapan Abu Yazid Al-Busthami Kecil dan Ayahnya

Abu Yazid kecil memperhatikan ayahnya yang sibuk membaca Al-Qur’an. Sampai pada Surat Al-Muzzammil, ia bertanya kepada ayahnya. 

Abu Yazid Al-Busthami atau Thayfur bin Isa (804-875 M/188-261 H) adalah salah seorang sufi besar yang dikenal dalam dunia Islam. Ia lebih dikenal dengan sebutan 'Abu Yazid' karena memiliki putra bernama Yazid. Sedangkan Thayfur adalah panggilan kecil Abu Yazid yang tumbuh di kawasan Bisthami, Qumis, tenggara Laut Kaspia, Iran.


Suatu malam Abu Yazid kecil menemui ayahnya, Isa, yang sedang menghadapi sebuah meja belajar di rumahnya. Ia memerhatikan ayahnya yang sibuk membaca Al-Qur'an. Sampai pada Surat Al-Muzzammil, ia bertanya kepada ayahnya. 


"Ayah, siapa yang diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan qiyamul lail?" tanya Abu Yazid kecil.


"Nabi Muhammad SAW, anakku," jawab bapaknya.


"Mengapa ayah tidak melakukan qiyamul lail sebagaimana dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW?" tanya Abu Yazid.


"Itu adalah perintah di mana Allah SWT memuliakan Nabi Muhammad SAW," jawab sang ayah.


Isa melanjutkan bacaannya. Akhirnya ia sampai pada “"Inna rabbaka ya‘lamu annaka taqūmu adnā min tsulutsail lail, wa nishfahū, wa tsulutsahū, wa thā’ifatun minal ladzīna ma‘aka,” atau “Sungguh, Tuhanmu mengetahui bahwa kamu (Muhammad SAW) melakukan shalat (malam) kurang dari dua pertiga malam, seperdua malam, atau sepertiganya. (Demikian pula) segolongan orang yang bersamamu," (Surat Al-Muzzammil ayat 20).


"Ayah, mereka itu siapa?" tanya Abu Yazid kecil.


"Mereka adalah para sahabat Rasulullah SAW," jawab ayahnya.


"Mengapa ayah tidak melakukan qiyamul lail sebagaimana mereka melakukannya," kata Abu Yazid.


"Mereka adalah orang-orang yang diberikan kekuatan oleh Allah untuk melakukan qiyamul lail, wahai anakku," kata ayahnya.


"Ayah, sungguh tiada terdapat kebaikan pada mereka yang tidak mengikuti Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya," kata Abu Yazid.


Setelah percakapan ini, ayahnya, Isa, merasa malu. Ia merendah. Ia menerima logika anak kecilnya yang begitu cerdas. Ia kemudian mulai membiasakan shalat malam (tahajud).


*

Suatu saat Abu Yazid kecil kembali menemui ayahnya. Ia merasa senang setiap kali melihat ayahnya melakukan shalat malam. Ia meminta ayahnya untuk mengajari ketentuan shalat tahajud. Ia ingin sekali ikut melakukan shalat malam bersama ayahnya. Tetapi ayahnya enggan dan mencegah keinginan Abu Yazid kecil.


"Ayah, ajari aku kaifiyat shalat malam," kata Abu Yazid kecil.


"Kau masih kecil nak," kata ayahnya.


"Bila Allah Allah kelak mengumpulkan semua makhluk pada hari kiamat dan memerintahkan ahli surga ke dalamnya, aku akan mengatakan, ‘Tuhanku, aku ketika di dunia dulu ingin melakukan shalat malam, tetapi ayah mencegahku,'"kata Abu Yazid.


"Baiklah nak, bangunlah. Ikuti ayah melakukan qiyamul lail," kata ayahnya.


*


Hikayat ini diangkat oleh Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya (Indonesia, Al-Haramain Jaya: tanpa tahun), halaman 99-100. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)