Hikmah

Tiga Nasehat Kepemimpinan untuk Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Ahad, 10 Desember 2023 | 06:00 WIB

Tiga Nasehat Kepemimpinan untuk Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Ilustrasi: Umar bin Abdul Aziz2 (NUO)

Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah Umayyah yang memerintah dari tahun 717 hingga 720 M. Meskipun masa pemerintahannya singkat, beliau dikenal sebagai salah satu khalifah terbaik dalam sejarah Islam. Beliau terkenal dengan keadilan, kesederhanaan, dan ketaqwaannya.

 

Ada satu kisah yang menarik ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat pada Sufi Agung dan ahli Fiqih di masanya, yakni Al-Hasan Al-Bashri. Menerima surat tersebut, akhirnya Al-Hasan Al-Bashri pun menulis surat nasihat kepada Khalifah. 

 

Nasihat Al-Hasan Al-Bashri, didokumentasikan oleh Profesor Quraish Shihab dalam buku Islam dan Politik, menyampaikan pentingnya berlaku adil dalam memimpin. Nasihat ini ibarat cahaya yang menerangi jalan para pemimpin dalam menjalankan tugas mulia mereka.

 

Menurut Hasan Al-Bashri ada tiga analogi tentang pemimpin yang adil. Pertama, pemimpin yang adil adalah pelurus dan pelindung. Seyogianya mengangkat pemimpin yang adil untuk "meluruskan yang bengkok, menegakkan keadilan, memperbaiki kerusakan, memberi kekuatan kepada yang lemah, dan menjadi tempat berlindung bagi yang takut dan berharap." Ini adalah gambaran ideal seorang pemimpin yang senantiasa mengupayakan kebaikan dan kesejahteraan rakyat.

 

Pemimpin yang adil tidak hanya mengatur, tetapi juga menjadi pelindung dan pembela bagi rakyatnya. Ia tidak berkuasa untuk menindas, melainkan untuk melindungi dan memberdayakan. Ia adalah sosok yang ditakdirkan untuk meluruskan segala bentuk ketidakadilan, menegakkan keadilan atas kezaliman, memperbaiki kerusakan, menjadi kekuatan bagi kaum yang lemah, serta tempat berlindung bagi mereka yang dihantui rasa takut dan harapan.

 

Kedua, pemimpin yang adil ibarat pengembala yang penuh belah kasih. Al-Hasan Al-Bashri selanjutnya mengumpamakan pemimpin yang adil dengan seorang penggembala yang sangat kasih terhadap gembalaannya. Baginya, rakyat adalah amanah yang harus dijaga dan dilindungi. Ia mengantarkan mereka menuju kebaikan dan kemakmuran, menjauhkan mereka dari bahaya dan kebinasaan.

 

Pemimpin yang adil tidak hanya memerintah, tetapi juga menjadi teladan dan pembimbing. Ia mengayomi rakyatnya dengan penuh kasih sayang dan kepedulian, memastikan mereka terpenuhi kebutuhannya dan terjamin keamanannya.

 

Ketiga, Imam yang Adil ibarat seorang ayah yang bertanggung jawab kepada anak-anaknya. Pemimpin adil bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik ketika mereka masih kecil maupun ketika mereka sudah dewasa. Ia tidak hanya memberikan nafkah, tetapi juga mendidik dan membimbing mereka agar menjadi pribadi yang baik.

 

Pemimpin yang adil tidak hanya memerintah, tetapi juga menjadi teladan dan mentor. Ia bekerja dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab demi kemaslahatan rakyatnya, menjamin kesejahteraan mereka di masa sekarang dan mempersiapkan mereka untuk masa depan yang lebih baik. (Quraish Shihab, Islam dan Politik; Perilaku Politik Berkeadaban, [Ciputat, Lentera Hati: 2023], halaman 192).

 

Sementara itu, Syekh Ahmad Hasyimi, dalam kitab Jawahirul Adab memuat nasihat Al-Hasan Al-Bashri kepada Amirul Mukminin, Umar bin Abdul Aziz, yang menekankan pentingnya untuk memerintah dengan adil dan bijaksana, serta menghindari tindakan-tindakan yang zalim dan tidak bermoral. 

 

 

لا تحكم يا أمير المؤمنين في عباد الله بحكم الجاهلين، ولا تسلك بهم سبيل الظالمين، ولا تسلط المستكبرين على المستضعفين، فإنهم لا يرقبون في مؤمن إلاّ ولا ذمة، فتبوء بأوزارك وأوزار مع أوزارك، وتحمل أثقالك وأثقالاً مع أثقالك. ولا يغرنك الذين يتنعمون بما فيه بؤسك، ويأكلون الطيبات في دنياهم بإذهاب طيباتك في آخرتك. ولا تنظر إلى قدرتك اليوم، ولكن انظر إلى قدرتك غدًا وأنت مأسور في حبائل الموت، وموقوف بين يدى الله في مجمع من الملائكة النبيين والمرسلين، وقد عنت الوجوه للحى القيوم

 

Artinya, "Janganlah, wahai Amirul Mukminin, engkau memerintah hamba-hamba Allah dengan hukum yang diterapkan oleh orang-orang jahil. Jangan juga menempuh jalan orang-orang yang berlaku aniaya. Jangan beri peluang para pendurhaka terhadap kaum lemah, karena mereka itu tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan orang mukmin, tidak  juga mengindahkan perjanjian, karena jika engkau memberi peluang itu maka engkau skan memikul dosa-dosamu dan juga dosadosa (mereka) bersama dosamu. Engkau akan memikul beban-bebanmu bersama beban-beban selainmu!

 

Janganlah teperdaya dengan mereka yang menikmati hal-hal yang menjadi sumber kesengsaraanmu. Mereka menikmati aneka kebaikan di dunia mereka dengan menyingkirkan kebajikan yang berkaitan dengan akhiratmu. Jangan memandang kepada kemampuanmu hari ini tetapi lihatlah kemampuanmu esok saat engkau disandera dalam tali-temali maut, berdiri di hadapan Allah dalam himpunan para malaikat, para nabi dan rasul, di mana semua wajah tertunduk di hadapan Tuhan yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri lagi Maha Mengurus semua makhluk. (Ahmad Hasyimi, Jawahirul Adab fi Adbiyati wa Insyai Lughatil 'Arab, [Maktabah Fahrasatul Kamilah: 1969], halaman 341).

 

Demikian nasihat bijak Hasan Al-Bashri pada Umar bin Abdul Aziz, yang menjadi pedoman dalam menata dan mewujudkan pemerintahan yang bagus dan lurus. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Keislaman Tinggal di Ciputat Jakarta