Sirah Nabawiyah

Baitul Ma’mur: Ka’bah Malaikat di Langit

Sen, 30 Januari 2023 | 20:00 WIB

Baitul Ma’mur: Ka’bah Malaikat di Langit

Ka'bah (Ilustrasi: via nytimes.com)

Di antara hikmah perjalanan isra’ mi’raj adalah memperlihatkan sebagian kekuasaan Allah kepada Baginda Rasulullah saw yang kala itu tengah dirundung duka mendalam karena ditinggal wafat orang-orang tercinta.   


Demikian sebagaimana yang terungkap dalam surat al-Isra’, “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami,” (QS. al-Isra’ [17]: 1).   


Di antara sebagian kuasa Allah yang diperlihatkan kepadanya adalah Baitul Ma’mur. Dalam Al-Quran, tepatnya dalam surat ath-Thur, Baitul Ma’mur disebutkan, bahkan menjadi sumpah Allah. 


وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِ ، وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ


Artinya, “Demi Baitul Makmur, dan demi atap (langit) yang ditinggikan,” (QS. ath-Thur [52]: 4-5).  


Penggunaan Baitul Ma’mur sebagai sumpah ini tentu menyimpan hikmah dan rahasia yang mendalam di belakangnya.  Lantas seperti apa keistimewaan Baitul Ma’mur yang merupakan salah satu kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepada Rasulullah saw saat perjalanan isra’ miraj?        


Keistimewaan Baitul Ma’mur sendiri tampak pada salah satu hadits Rasulullah saw mengenai kisah perjalanan mi’rajnya. 


فَرُفِعَ لِي البَيْتُ المَعْمُورُ، فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ، فَقَالَ: هَذَا البَيْتُ المَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ، إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ،


Artinya, “Kemudian diangkatlah kepadaku Baitul Ma’mur. Lantas, aku bertanya pada Jibril. Ia menjawab, ‘Ini Baitul Ma’mur di mana setiap hari 70 ribu malaikat shalat di dalamnya. Ketika mereka keluar darinya, tidak pernah kembali lagi kepadanya hingga akhir hari mereka (Kiamat),’” (HR Al-Bukhari). 


Dalam karya tafsir-nya, Ibnu Katsir menjelaskan, para malaikat beribadah di dalam Baitul Ma’mur. Mereka menunaikan thawaf di sana, sebagaimana para penduduk bumi menunaikan thawaf di Ka’bah mereka. 


Posisi Baitul Ma’mur sendiri berada di langit ketujuh, tepat berada di bawah Arasy, dan sejajar dengan posisi Ka’bah di bumi. Sehingga, seandainya ada sebuah batu dari Baitul Ma’mur yang jatuh, maka ia akan jatuh di atas Ka’bah. Kehormatannya di langit seperti kehormatan Ka’bah di bumi. 


Di sana pula, Rasulullah saw menjumpai Nabi Ibrahim as yang tengah menyandarkan tubuh ke salah satu dindingnya. Ia tampak dengan wajah yang sangat tampan. (Lihat: Tafsir Ibni Katsir, juz V/7).            


Kendati demikian, kita tidak boleh menafikan ragam pendapat mengenai Baitul Ma’mur. Setidaknya ada empat pendapat yang disebutkan oleh al-Mawardi. Pendapat pertama, Baitul Ma’mur seperti yang dikemukakan di atas, yakni satu bangunan yang menjadi Ka’bahnya para malaikat.


Setiap hari ada 70 ribu malaikat yang thawaf dan beribadah di sana. Kehormatannya di langit sama seperti kehormatan Ka’bah di bumi. Pendapat ini diriwayatkan Qatadah dari Anas bin Malik sebagaimana yang juga dikemukakan oleh Ali dan Ibnu Abbas.    


Pendapat kedua dikemukakan oleh as-Saddi. Ia sebuah bangunan yang berada di atas enam langit, di bawah langit ketujuh yang disebut dengan adh-Dharah. Setiap hari ada 70 ribu malaikat yang shalat di sana. Setelah usai shalat, mereka tak kembali lagi selamanya. Posisinya tepat berhadapan dengan Baitul Atiq. 


Pendapat ketiga dikemukakan oleh ar-Rabi’ bin Anas. Baitul-Ma’mur berada di bumi tepatnya di posisi Ka’bah pada zaman Adam. Sampai pada zaman Nabi Nuh as, umatnya diperintah untuk berhaji ke sana, namun mereka enggan dan membangkang. Ketika air mulai naik, Baitul Ma’mur diangkat ke langit dunia, kemudian Allah mempersiapkan Ka’bah di tempat yang ada sekarang, sebagaimana firman Allah, “(Ingatlah) ketika Kami menempatkan Ibrahim di tempat Baitullah,” (QS. al-Hajj [22]: 26). 


Pendapat keempat dikemukakan oleh al-Hasan. Baitul Ma’mur adalah Baitulharam. Sebab, kata ma’mur sendiri memiliki dua makna, pertama makmur karena ramai pengunjung dan kedua makmur karena kedudukannya. (Lihat: Tafsir al-Mawardi, juz V/378).   


Ada pula ulama yang beralasan lain mengapa Baitul Ma’mur sejajar dengan Ka’bah yang ada di bumi. Alasannya, setelah menciptakan dan menempatkan Baitul Ma’mur di bawah Arasy, Allah memerintah malaikat untuk berthawaf di sana. Kemudian Allah juga memerintah para malaikat penduduk bumi untuk membangun sebuah bangunan di bumi seperti Baitul Ma’mur. Mereka pun membangunnya dan menamainya dengan adh-Dharah.


Konon, malaikat bumi membangunnya dua ribu tahun sebelum penciptaan Adam. Selanjutnya, Allah juga memerintahkan siapa pun yang ada di bumi untuk berthawaf di sana, seperti thawafnya para penduduk langit di Baitul Ma’mur. (Lihat: Tafsir al-Baghawi, Terbitan Darut-Thayyibah, 1997, juz I/471). Wallahu ‘alam.

Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.