Sirah Nabawiyah

Mengenal Ahlusshuffah: Penghuni Serambi Masjid Nabawi

Sen, 26 Juli 2021 | 16:15 WIB

Mengenal Ahlusshuffah: Penghuni Serambi Masjid Nabawi

Mengenal Ahlusshuffah: Penghuni Serambi Masjid Nabawi

 

Ahlussuffah adalah orang-orang yang memilih hidup zuhud beribadah siang malam, dan mendalami ilmu agama. Kedekatan mereka dengan Rasulullah saw yang begitu intensif, membuat mereka tidak hanya mendapat bimbingan ruhani, tetapi juga menjadi periwayat hadits terkemuka.

 

Ketika kiblat resmi dipindah ke arah Ka’bah dari yang sebelumnya ke Baitul Maqdis, tepatnya enam bulan setelah hijrah, dinding arah kiblat Baitul Maqdis yang berada di bagian belakang Masjid Nabawi diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk diberi atap. Kemudian atap inilah yang populer disebut ash-Shuffah atau adz-Dzullah (tempat bernaung), tanpa penutup di tiap sisi-sisinya.

 

Al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat 1449 M) dalam Fathul Bâri menjelaskan, ash-Shuffah adalah tempat di bagian belakang Masjid Nabawi yang diberi atap dan disediakan bagi orang asing yang berada di sana, yaitu mereka yang tidak punya rumah atau kerabat. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bâri, juz VI, halaman 688).

 

Senada dengan Al-Hafizh, Al-Qadli ‘Iyadh (wafat 1149 M) menjelaskan, ash-Shuffah merupakan tempat bernaung yang terdapat di belakang Masjid Rasulullah saw yang digunakan sebagai tempat istirahat orang-orang miskin. Penghuninya kemudian disebut Ahlusshuffah (penghuni ash-Shuffah). (Ali Muhammad ash-Shallabi, as-Sîratun Nabawiyah, halaman 303).

 

Abu Hurairah ra menjelaskan, para penghuni ash-Shuffah adalah para tamu bagi Islam. Mereka tidak memiliki keluarga, harta, atau siapapun untuk bernaung. 

 

Asal Usul Ahlusshuffah
Mulanya kaum Anshar masih mampu menanggung kebutuhan hidup dan tempat tinggal kaum Muhajirin yang datang ke Madinah sebelum dan sesudah Rasululah saw, hingga orang-orang yang datang sampai berakhirnya periode pertama perang Badar. Namun setelah itu, ketika arus hijrah semakin besar, kaum Anshar tidak lagi mampu menampungnya, sehigga mereka tinggal di ash-Shuffah.

 

Menurut para sejarawan, setiap orang yang hijrah ke Madinah, biasanya menemui Rasulullah saw terlebih dahulu. Kemudian beliau arahkan kepada orang Anshar yang dapat menjamin hidupnya. Jika tidak ada yang bisa menjamin, lalu Rasulullah saw mengarahkannya untuk tinggal di ash-Shuffah sementara waktu sampai menemukan jalan keluar. (As-Shallabi, as-Sîratun Nabawiyyah, halaman 303).

 

Jadi, awal penghuni ash-Shuffah adalah orang-orang Muhajirin. Namun selain dihuni oleh mereka, as-Shuffah juga dihuni oleh orang-orang asing yang datang menemui Rasulullah saw untuk masuk Islam. Jumlah Ahlushuffah tidak tetap. Dalam kondisi biasa mencapai 70 orang. Terkadang juga mencapai 80 orang.  

 

Orang yang ditunjuk Rasulullah saw sebagai penanggung jawab Ahlushuffah adalah Abu Hurairah ra. Ketika Rasulullah saw ingin memanggil merekapun biasanya melalui perantara Abu Hurairah ra. Rasulullah saw memanggil mereka untuk lebih mengenal sekaligus mengetahui derajat ibadah dan kesungguhannya.

 

Meskipun Ahlusshuffah identik dengan orang-orang miskin, nyatanya tidak sedikit dari mereka yang berasal dari kalangan berkecukupan. Seperti Ka’ab bin Malik al-Anshari, Handhalah bin Abi ‘Amir al-Anshari yang dijuluki ‘Ghassilul Malaikah’ (orang yang jenazahnya dimandikan oleh malaikat), dan Haritsah bin an-Nu’man al-Anshari. Mereka yang hidup berkecukupan dan memilih menjadi tinggal di ash-Shuffah, biasanya karena lebih menyukai hidup dalam kezuhudan dan kefakiran, daripada bergelimang harta.

 

Abu Hurairah ra sendiri sebenarnya merupakan Ahlusshuffah dari kalangan berkecukupan. Ia lebih senang tinggal di ash-Shuffah dan bergaul secara intensif dengan Rasulullah saw. Berkat kedekatan dengan beliau, Abu Hurairah ra berhasil meriwayatkan hadits sebanyak 5.374 hadits. Bahkan, tercatat 800-an orang dari kalangan sahabat maupun tabi’in meriwayatkan hadits darinya.

 

Sumber Nafkah Ahlushuffah
Orang yang mengurusi nafkah Ahlushuffah adalah Rasulullah saw sendiri. Beliau yang menjaga, mengunjungi, memperhatikan kondisi, dan menjenguk mereka jika ada yang sakit. Selain itu, beliau juga sering membersamai mereka untuk tujuan edukasi, seperti memberi arahan, mengajari membaca Al-Qur’an, mengajak untuk selalu berdzikir kepada Allah, dan mengingat akhirat.

 

Berikut adalah cara-cara yang ditempuh oleh Rasulullah saw dalam memenuhi kebutuhan nafkah Ahlushuffah:


Pertama, setiap Rasulullah saw mendapat sedekah, beliau akan memberikannya kepada Ahlusshuffah, sementara beliau sendiri tidak menikmatinya sama sekali. Jika ada hadiah yang beliau terima, beliau akan menikmatinya bersama mereka.


Kedua, Rasulullah saw juga sering mengajak Ahlusshuffah untuk ikut makan di rumah istri-istri beliau. Bahkan Rasulullah saw selalu mendahulukan mereka. Dalam salah satu riwayat, Abdurrahman bin Abu Bakar berkata, bahwa Ashhâbush Shuffah adalah orang-orang yang berasal dari kalangan fakir miskin. Rasulullah saw bersabda:


 (رواه البخاري) مَنْ كَانَ عِنْدَهُ طَعَامُ اثْنَيْنِ فَلْيَذْهَبْ بِثَالِثٍ وَإِنْ أَرْبَعٌ فَخَامِسٌ أَوْ سَادِسٌ

 

Artinya: “Barangsiapa memiliki makanan cukup untuk dua orang, maka ajaklah orang ketiga. Jika memiliki makanan untuk empat orang, hendaklah mengajak orang kelima atau keenam." (HR al-Bukhari)


Ajakan yang dimaksud dalam hadits adalah agar turut serta melibatkan Ahlusshuffah saat mereka makan. (Musa Syahin Lasyin, Fathul Mun’im Syarhu Shahih Muslim, juz VIII, halalam 283).


Dalam Musnad Imam Ahmad juga dijelaskan, suatu ketika ada budak tawanan yang diserahkan kepada Rasulullah saw, kemudian Fatimah ra memintanya untuk dijadikan pembantu. Tapi Rasulullah saw menolak dan menjualnya untuk kemudian uangnya disedekahkan kepada Ahlusshuffah.

 

Ketiga, Rasulullah saw selalu mengarahkan para sahabat untuk selalu bersedekah kepada Ahlusshuffah. Dalam satu riwayat dijelaskan, saat Sayyidah Fatimah ra melahirkan Sayyidinal Hasan, Rasulullah saw menyuruhnya untuk mencukur rambut al-Hasan dan bersedekah seberat rambut tersebut untuk Ahlusshuffah. (Ash-Shallabi, as-Sîratun Nabawiyah, halaman 304-305).

 

Kesungguhan Ahlusshuffah dalam Beribadah dan Menuntut Ilmu
Selama tinggal di ash-Shuffah, mereka melakukan ibadah dengan penuh kesungguhan. Beri’tikaf di masjid, hidup dalam kezuhudan, mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir kepada Allah swt. Selain terkenal dengan semangat ibadahnya, mereka juga terkenal dengan kedalaman ilmu dan hafalan haditsnya, seperti Abu Hurairah ra dan Hudzaifah ibnul Yaman ra yang memilih fokus pada hadits-hadits seputar fitnah.

 

Mereka juga terkenal dengan semangat jihad yang tinggi. Bahkan, beberapa mereka terlibat dan gugur syahid dalam perang Badar, seperti Shafwan bin Baidha’, Karim bin Fatik al-Asadi, Khubaib bin Yasaaf, Salim bin ‘Umair, dan Haritsah bin An-Nu’man. Selain perang Badar, beberapa orang gugur dalam perang Uhud, perang Khaibar, perang Tabuk, dan perang Yamamah.

 

Penting dicatat, para Ahlusshuffah bukanlah orang-orang yang memilih jalan hidup zuhud dengan menjauhi kehidupan dunia sama sekali. Sehingga terkesan mereka sebagai orang-orang pemalas. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, para Ahlusshuffah banyak yang aktif berjihad mengangkat senjata di berbagai medan perang.

 

Abu Hurairah ra juga bisa diperhatikan, seorang Ahlusshuffah yang tidak melulu berada di dalam ash-Shuffah. Tetapi juga keluar mencari nafkah. Bahkan, Abu Hurairah ra pernah menjabat sebagai gubernur Bahrain pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra. Wallâhu a’lam.

 


Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, Alumnus Pesantren KHAS Kempek Cirebon, dan Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta