Penyebaran Islam di Maroko: Jejak Sejarah dan Pengaruh Bani Umayyah
Jumat, 1 November 2024 | 23:00 WIB
Sunnatullah
Kolomnis
Di kawasan barat daya Afrika Utara yang kini dikenal sebagai Maroko, jejak peradaban Islam telah terukir sejak berabad-abad yang lalu. Maroko yang berbatasan langsung dengan Laut Atlantik dan Laut Tengah, memiliki sejarah panjang dalam perkembangan dan penyebaran Islam. Wilayah yang berjarak ribuan kilometer dari pusat kekhalifahan Islam di Jazirah Arab ini, pada akhirnya menjadi salah satu benteng kuat bagi penyebaran Islam ke wilayah Barat, khususnya ke Eropa melalui Andalusia dan Afrika Barat.
Perjalanan Islam di Maroko tidak terjadi dalam sekejap. Islam mulai masuk ke wilayah ini pada abad ke-1 Hijriah, saat ekspansi Bani Umayyah ke Afrika Utara dimulai. Dengan pengaruh kekhalifahan Umayyah, Islam menyebar dan diterima secara perlahan oleh penduduk setempat. Meski melalui jalan yang panjang dan penuh tantangan, Islam di Maroko bertahan dan berkembang hingga kini, berbaur dengan budaya lokal serta menciptakan identitas unik bagi bangsa Maroko.
Ekspansi Islam ke Afrika Utara
Menurut sejarawan muslim dari Maroko, Syekh Abul Abbas Ahmad bin Khalid bin Muhammad an-Nashiri (wafat 1293 H), dalam kitabnya yang berjudul al-Istiqsha li Akhbari Duwalil Maghribil Aqsa, menjelaskan bahwa perjalanan ekspansi Islam ke Afrika Utara. Menurutnya, pada tahun 50 Hijriah, Khalifah Muawiyah mengangkat Uqbah bin Nafi’ sebagai gubernur independen Ifriqia dan memberinya pasukan yang lebih besar untuk memperkuat penyebaran Islam di wilayah Afrika Utara.
Di Afrika Utara, Uqbah menghadapi tantangan besar; suku-suku setempat seringkali kembali pada keyakinan lamanya setiap kali pasukan Islam meninggalkan wilayah tersebut. Hal itu karena lemahnya keimanan dan aqidah mereka tentang ajaran Islam. Untuk mengatasi masalah ini, ia memutuskan untuk mendirikan sebuah kota yang strategis dan kukuh, yang akan menjadi benteng pertahanan Islam di Kawasan itu.
Di tanah inilah, ia membangun Qairawan, sebuah kota yang sekarang terletak di Tunisia. Kota ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat militer, tetapi juga sebagai pusat keagamaan dan budaya, yang pada akhirnya akan menjadi simbol kekuatan dan keteguhan Islam di Afrika Utara.
Qairawan, yang berarti “markas” atau “tempat berkemah” dalam bahasa Arab, awalnya hanyalah hutan belantara yang di huni oleh binatang buas. Namun, dengan tekad yang besar, ia mengusir semua hewan-hewan liar untuk meninggalkan tempat itu.
وَكَانَتْ بُقْعَةُ الْقَيْرَوَانِ غِيْضَةً لاَ يَأْوِى إِلَيْهَا إِلاَّ الْوُحُوْشُ وَالسِّبَاعُ فَصَاحَ بِهَا عُقْبَةُ أَنْ اُخْرُجِيْ أَيَّتُهَا الْوُحُوْشُ وَالْهَوَامُّ بِإِذْنِ اللهِ، فَبَقِيَتْ أَرْضُ الْقَيْرَوَانِ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً لاَ يُرَى فِيْهَا شَيْءٌ مِنَ الْهَوَامِّ الْمُؤْذِيَّةِ وَلاَ السِّبَاعِ الْعَادِيَةِ ثُمَّ شَرَعَ فِي بِنَائِهَا
Artinya, “Dahulu, wilayah Qairawan merupakan hutan lebat yang dihuni oleh binatang buas dan pemangsa. Maka Uqbah berseru di tempat itu, ‘Keluarlah kalian, wahai binatang buas dan hewan melata atas izin Allah swt.’ Setelah itu, tanah Qairawan tetap bersih selama empat puluh tahun tanpa terlihat adanya hewan melata yang mengganggu atau binatang buas yang menyerang, kemudian ia mulai membangun kota tersebut.” (Syekh Abul Abbas Ahmad bin Khalid, al-Istiqsha li Akhbari Duwalil Maghribil Aqsa, [Maroko: Darul Kitab al-Maghribi, 1997], jilid I, halaman 134).
Setelah kota ini bersih dari hewan buas, Uqbah kemudian membangun sebuah masjid jami’ sebagai tempat shalat, tempat mempelajari dan mendalami ajaran syariat, dan perayaan hari besar Islam. Qairawan kemudian menjadi pusat penyebaran Islam di Afrika Utara.
Dengan menjadikan kota Qairawan sebagai basis utama, Uqbah melanjutkan ekspansinya ke barat, menuju wilayah Maghrib al-Aqsa (Maroko) pada akhir tahun 60-an Hijriah. Ia memimpin pasukannya menembus pegunungan Atlas, mengatasi berbagai rintangan, hingga akhirnya mencapai tepi Samudera Atlantik. Sayangnya, perjalanan pulang Uqbah tak berjalan mulus. Ia menghadapi serangan dari suku-suku Berber yang kuat, dan akhirnya gugur sebagai syuhada di tanah Maghrib. Meski gugur, langkah Uqbah telah membuka jalan bagi Islam di Afrika Utara.
Konsolidasi Islam di Maroko
Setelah Uqbah bin Nafi gugur sebagai syuhada, beberapa dekade kemudian Musa bin Nushair diangkat menjadi gubernur Afrika Utara di bawah kekhalifahan Umayyah. Musa bin Nushair melanjutkan misi yang telah dirintis Uqbah dengan lebih strategis. Ia bukan hanya berfokus pada penaklukan, tetapi juga melakukan pendekatan dengan suku-suku Berber. Di bawah kepemimpinannya, Musa mulai melibatkan para pemimpin lokal Berber dan mengenalkan ajaran Islam dengan cara yang lebih damai. Pendekatan ini efektif karena membuat suku Berber merasa diterima dan bukan hanya sebagai wilayah taklukan.
Selain itu, Musa bin Nushair juga memahami pentingnya pendidikan dan pemahaman agama bagi masyarakat lokal. Ia mengirim para ulama dan guru untuk mengajarkan Islam, baik dari segi akidah, ibadah, maupun hukum-hukum Islam. Hal ini membuat ajaran Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat Berber yang memiliki tradisi spiritual yang kuat. Lambat laun, banyak suku Berber yang masuk Islam dengan kesadaran sendiri, bukan karena paksaan militer.
Salah satu tokoh penting yang muncul pada masa ini adalah Tariq bin Ziyad, seorang pemimpin militer keturunan Berber yang menjadi salah satu jenderal kepercayaan Musa bin Nushair. Pada tahun 92 H, Tariq bin Ziyad memimpin ekspedisi besar ke Spanyol dan berhasil menaklukkan wilayah tersebut dalam waktu singkat. Penaklukan ini menjadi awal mula Islam masuk ke Eropa, khususnya di wilayah Andalusia. Dengan penaklukan Andalusia, Maroko dan Afrika Utara menjadi jalur utama penyebaran Islam ke benua Eropa. (Syekh Abul Abbas Ahmad bin Khalid, al-Istiqsha li Akhbari Duwalil Maghribil Aqsa..., I/144).
Pengaruh Islam di Andalusia berlanjut selama berabad-abad dan menghasilkan peradaban yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, dan filsafat. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran Maroko sebagai jembatan peradaban yang menghubungkan Timur dan Barat. Maroko menjadi pusat intelektual di mana para ilmuwan dan pemikir besar berkumpul, mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan yang nantinya dibawa ke Andalusia dan benua Eropa.
Warisan Bani Umayyah di Maroko
Pengaruh Bani Umayyah dalam menyebarkan Islam ke Maroko dan Afrika Utara telah meninggalkan warisan yang abadi. Maroko tidak hanya menjadi negara dengan mayoritas Muslim, tetapi juga menjadi pusat spiritual dan intelektual yang menghubungkan dunia Islam dengan Eropa dan Afrika.
Hingga kini, Maroko tetap mempertahankan identitas Islamnya yang khas, dengan kekayaan tradisi dan budaya yang menghormati nilai-nilai Islam. Islam di Maroko tidak hanya menjadi agama, tetapi juga menjadi landasan moral, sosial, dan budaya yang menyatukan bangsa Maroko dalam keberagaman suku dan bahasa.
Perjalanan panjang Islam di Maroko, dari kedatangan Bani Umayyah hingga perkembangan peradaban di kota-kota besar, adalah bukti ketahanan dan adaptasi Islam di tengah berbagai tantangan. Maroko menjadi saksi bagaimana ajaran Islam menyatu dengan budaya lokal, menciptakan peradaban yang kokoh dan berpengaruh di dunia Islam. Warisan ini masih hidup dan terus berlanjut hingga generasi-generasi mendatang.
Islam yang datang ke Maroko berbaur dengan budaya lokal dan membentuk karakter keislaman yang khas. Penduduk Maroko yang mayoritas keturunan Berber mengadopsi ajaran Islam dengan tetap mempertahankan identitas budaya mereka. Hal ini tercermin dalam bahasa, adat istiadat, dan tradisi arsitektur yang masih terasa hingga kini.
Dalam menjalankan syariat Islam (fiqih), mazhab Maliki menjadi mazhab dominan yang dianut oleh masyarakat Maroko. Mazhab ini diterima dengan baik karena pendekatannya yang fleksibel terhadap budaya lokal, sehingga tidak memberatkan masyarakat dalam mengamalkan ajaran Islam. Mazhab Maliki juga memberikan keleluasaan bagi masyarakat Maroko untuk mempertahankan tradisi mereka selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Selain itu, tasawuf atau sufisme juga berkembang pesat di Maroko. Ajaran tasawuf yang menekankan pada kedekatan dengan Tuhan, ketenangan jiwa, dan etika sosial sangat sesuai dengan budaya lokal. Banyak tarekat sufi yang muncul dan berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Maroko, salah satunya adalah Tarekat Tijaniyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad at-Tijani di Fes pada abad ke-12 H.
Seiring waktu, Maroko berkembang menjadi pusat keilmuan dan kebudayaan Islam di Afrika Utara. Kota-kota seperti Fes, Marrakesh, dan Rabat menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan cendekiawan dari berbagai penjuru dunia Islam. Universitas Al-Qarawiyyin yang berdiri tegak di kota Fez menjadi salah satu lembaga pendidikan tertua di dunia dan menjadi pusat studi Islam yang penting.
Maroko juga memiliki arsitektur Islam yang khas, dengan masjid-masjid megah seperti Masjid Koutoubia di Marrakesh dan Masjid Hassan II di Casablanca. Gaya arsitektur Maroko yang dipengaruhi oleh budaya Berber, Arab, dan Andalusia mencerminkan perpaduan antara tradisi lokal dan peradaban Islam. Wallahu a’lam.
Sunnatullah, Peserta program Kepenulisan Turots Ilmiah (KTI) Maroko, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag), berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Maroko selama tiga bulan, 2024.
Terpopuler
1
Ustadz Maulana di PBNU: Saya Terharu dan Berasa Pulang ke Rumah
2
Kick Off Harlah Ke-102 NU Digelar di Surabaya
3
Pelantikan JATMAN 2025-2030 Digelar di Jakarta, Sehari Sebelum Puncak Harlah Ke-102 NU
4
Khutbah Jumat: Mari Menanam Amal di Bulan Rajab
5
Respons Gus Yahya soal Wacana Pendanaan Makan Bergizi Gratis Melalui Zakat
6
Puluhan Alumni Ma’had Aly Lolos Seleksi CPNS 2024
Terkini
Lihat Semua