Syariah

Bagaimana Hukum Memakai Skin Care dalam Islam?

Sel, 21 November 2023 | 21:00 WIB

Bagaimana Hukum Memakai Skin Care dalam Islam?

Wanita memakai skin care. (Foto: NU Online/Skincare)

Perawatan kulit atau skin care telah menjadi bagian penting dalam rutinitas kecantikan banyak orang, tak terkecuali umat Islam khususnya kaum Hawa. Namun, di tengah tren kecantikan yang semakin berkembang, banyak pertanyaan muncul terkait hukum memakai skin care dalam Islam. Apakah diperbolehkan? Produk apa saja yang boleh digunakan? Bagaimana cara penggunaannya yang sesuai syariat?


Pengertian Skincare dan Manfaatnya

Sebelum membahas hukum skin care, terlebih dahulu membahas pengertian skin care. Menurut journal.sociolla.com, perawatan kulit adalah rangkaian praktik yang dilakukan untuk mendukung kesehatan optimal kulit, menyempurnakan penampilan, dan meringankan kondisi kulit. Perawatan kulit dapat dilakukan secara rutin, baik di rumah maupun di klinik estetika.


Dalam produk skin care biasanya mengandung berbagai macam kandungan, baik yang alami maupun sintetis. Kandungan-kandungan tersebut dapat memberikan nutrisi yang dibutuhkan kulit untuk tetap sehat dan terawat. 


Zat mineral yang ada dalam skin care, dapat membantu menjaga kesehatan kulit dan melindungi kulit dari bakteri. Selanjutnya, juga ada zat asam AHA dan BHA, yang dapat membantu mengangkat sel kulit mati dan membersihkan pori-pori. 


Anjuran Rasulullah untuk Menjaga kebersihan dan Kerapian

Pada dasarnya, hukum memakai skin care dalam Islam adalah mubah, artinya diperbolehkan. Pasalnya, Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan diri, termasuk kesehatan kulit. Penggunaan skin care yang dilakukan dengan tujuan menjaga kebersihan dan kesehatan kulit tidak bertentangan dengan ajaran Islam.


Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah menjelaskan pentingnya menjaga kerapian dan kebersihan anggota tubuh; rambut, janggut, dan kumis. Allah swt menyukai hamba-Nya yang menjaga kebersihan dan kerapian. Pasalnya, kebersihan merupakan tanda kesucian dan keimanan. 


حديث حاد وثلاثون لزيد بن أسلم; مالك عن زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار أنه أخبره قال : كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - في المسجد فدخل رجل ثائر الرأس ، واللحية فأشار إليه رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ( بيده ) أن اخرج - كأنه يعني إصلاح شعر رأسه ، ولحيته - ففعل الرجل ، ثم رجع ، قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أليس هذا خيرا من أن يأتي أحدكم ثائر الرأس كأنه شيطان .


Artinya; "Hadits 31 dari riwayat Zaid bin Aslam; Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha' bin Yasar bahwa ia mengabarkan kepadanya, ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw sedang berada di masjid, lalu seorang laki-laki masuk dengan rambut dan jenggotnya yang acak-acakan. Rasulullah saw memberi isyarat kepadanya (dengan tangannya) untuk keluar-seolah-olah beliau bermaksud agar laki-laki itu merapikan rambut dan jenggotnya. Laki-laki itu pun keluar, lalu kembali. Rasulullah bersabda: “Bukankah ini lebih baik daripada salah seorang dari kalian datang dengan rambut dan jenggotnya yang acak-acakan seperti setan?


Mengomentari hadits ini, Syekh Ibnu Abdil Barr, dalam kitab At-Tamhid Lima fil Al-Muwaththa min Al-Ma’ani wa Al-Asanid, Jilid II, halaman 279, mengatakan berhias dan membersihkan diri adalah diperbolehkan dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan, selama tidak berlebihan, hidup mewah, dan menyerupai orang-orang zalim. 


وهذا - عندي - أصل في إباحة التزين ، والتنظف كله ما لم يتشبه الرجل في ذلك بالنساء ; وإنما استثنيت ذلك لقول رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : لعن الله المتشبهين من الرجال بالنساء ، والمتشبهات من النساء بالرجال . وهذا على العموم إلا أن يخصه عنه شيء - صلى الله عليه وسلم - فالتزين ، والتنظف مباح بهذا الحديث ، وغيره ، ما لم يكن إسرافا ، وتنعما ، وتشبها بالجبارين يدلك على ذلك قوله - صلى الله عليه وسلم - : البذاذة من الإيمان وقد جاء عنه - صلى الله عليه وسلم - أنه نهى عن الترجل إلا غبا من حديث البصريين ، ومعناه ، - والله أعلم - على ما ذكرت ..


Artinya; "Menurutku, ini adalah dasar dalam membolehkan semua bentuk berhias dan menjaga kebersihan diri, selama pria tidak menyerupai wanita dalam hal itu. Aku hanya mengecualikan hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw, "Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." Hal ini bersifat umum, kecuali ada pengecualian lain dari Rasulullah saw. 


Berhias dan menjaga kebersihan diri adalah hal yang diperbolehkan berdasarkan hadits ini dan hadits-hadits lain, selama hal tersebut tidak bersifat berlebihan, berlebih-lebihan, dan menyerupai orang-orang yang zalim. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah saw "Kesederhanaan adalah bagian dari iman." Rasulullah juga pernah melarang pria untuk berdandan kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana disebutkan dalam hadits penduduk Bashrah. Makna hadits tersebut, menurutku, adalah seperti yang aku sebutkan sebelumnya".


Hukum Skin Care dalam Islam 

Selanjutnya, dalam Islam menggunakan skin care untuk memutihkan wajah itu boleh hukumnya. Alasannya, karena perubahan warna kulit yang dihasilkan oleh pemutih bersifat sementara, dan tidak akan mengubah ciptaan Allah secara permanen.


Dalam Islam, mengubah ciptaan Allah secara permanen tanpa ada sebab, sebagian ulama ada yang menghukumnya haram. Seperti operasi plastik untuk mengubah bentuk hidung atau mata. Hal ini karena dianggap sebagai bentuk kesombongan dan ketidakpuasan terhadap ciptaan Allah.


Yang terpenting juga, penggunaan skin care untuk memutihkan muka juga tidak memiliki tujuan untuk merendahkan atau menghina orang lain yang memiliki warna kulit berbeda. Tujuannya semata-mata untuk meningkatkan kepercayaan diri dan penampilan agar tidak terlihat jelek.


Sementara itu berdasarkan hasil keputusan Bahtsul Masa’il XXV Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri [FMP3] se-Jawa Timur, di Pondok Pesantren Modern Ar-Rifa'i Satu Malang memutuskan bahwa hukum melakukan perawatan wajah dan memakai skin care diperbolehkan bahkan dianjurkan, dengan beberapa syarat sebagai berikut:


Pertama, produk yang digunakan dinyatakan aman secara medis dengan mendapat lisensi BPOM sesuai dengan aturan pemakaian atau sudah teruji dari masa ke masa. Kedua, bukan merupakan perubahan permanen, yang sifatnya hanya sementara. Pasalnya, jika perubahan permanen hukumnya haram. 


Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Anshari Al-Qurthubi, dalam kitab al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, [Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964], jilid V, hal. 393 bahwa mengubah bentuk tubuh yang bersifat sementara, seperti dengan menggunakan make up, pakaian, atau aksesoris, tidaklah dilarang. Hal ini karena perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak mengubah bentuk tubuh secara permanen.


الْمَنْهِيُّ عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ فِيمَا يَكُونُ بَاقِيًا، لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى، فَأَمَّا مالا يَكُونُ بَاقِيًا كَالْكُحْلِ وَالتَّزَيُّنِ بِهِ لِلنِّسَاءِ فَقَدْ أَجَازَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ مَالِكٌ وَغَيْرُهُ


Artinya; "Yang dilarang hanyalah perubahan yang bersifat permanen, karena itu termasuk mengubah ciptaan Allah swt. Adapun perubahan yang bersifat sementara, seperti memakai riasan mata dan berhias dengannya bagi wanita, maka para ulama telah membolehkannya, seperti Imam Malik dan lainnya. "


Ketiga, bertujuan perawatan atau mengatasi masalah kulit seperti flek hitam, jerawat, bekas luka dan semacamnya. Terakhir, tidak menggunakan bahan yang ada larangan dari nash syar’i.


Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarh al Minhaj, Jilid 2 halaman 25, bahwa bagi perempuan dianjurkan untuk berhias, terutama yang telah memiliki istri.


ويسن للمرأة المزوجة أو المملوكة خضب كفها وقدمها بذلك تعميما؛ لانه زينة، وهي مطلوبة منها حلليلها، أما النقش والتطريف فلا، وخرج بالمزوجة و المملوكة غيرهما فيكره له، وبالمرأة الرجل والخنثى فيحرم اخلضاب عليهما إلا لعذر.


Artinya; "Disunnahkan bagi wanita yang sudah menikah atau budak untuk mewarnai telapak tangan dan kakinya dengan henna secara umum, karena hal itu merupakan perhiasan yang dituntut darinya oleh suaminya atau tuannya. Adapun menggambar atau menghias dengan henna tidak dianjurkan. Keluar dari ketentuan ini adalah selain wanita yang sudah menikah atau budak, maka dimakruhkan baginya. Begitu pula dengan laki-laki dan banci, maka haram bagi mereka untuk mewarnai dengan henna kecuali karena alasan yang dibenarkan"


Dengan demikian, hukum memakai skin care dalam Islam adalah boleh, asalkan produk yang digunakan halal, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak digunakan secara berlebihan, hindari penggunaan produk yang haram atau berbahaya, dan gunakan produk dengan cara yang sesuai petunjuk dokter dan ahli kesehatan. Terakhir, perbaiki niat yang baik dalam merawat diri.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian keislaman, tinggal di Ciputat