Rif'an Haqiqi
Kolomnis
Manusia adalah makhluk perencana, begitu tekun menenun harapan demi harapan, tak pernah berhenti merangkai cita-cita. Namun, sepandai apapun rencana yang dibuat, manusia tetaplah manusia, makhluk penuh keterbatasan. Keterbatasan itulah yang membuat manusia tak selalu bisa mewujudkan rencananya. Bahkan dengan fisik prima, harta berlimpah, dan kemudahan mengakses segalanya, manusia tetap dibatasi oleh ruang dan waktu, ia tak selamanya menetap di muka bumi ini.ย
Tapi sekali lagi, manusia adalah makhluk perencana, keterbatasan itu tak membuat dirinya urung menyusun rencana sepanjang mata memandang. Ia ciptakan sebuah solusi bernama wasiat, untuk menumpahkan segala rencana yang ia rasa tak bisa terwujud selama hidupnya. Fakta ini membuktikan sabda Rasulullah saw berikut ini:
ุชูุณูู ููููุง ุจุฃุณูู ุงุกู ุงูุฃูุจูุงุกุ ูุฃุญูุจูู ุงูุฃุณู ุงุกู ุฅูู ุงููู: ุนูุจุฏู ุงููู ูุนุจุฏู ุงูุฑุญู ูุ ูุฃุตุฏููููุง: ุญุงุฑูุซู ูููู ููุงู ู
Artinya: "Buatlah nama dengan nama-nama para nabi. Nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. Sedangkan nama yang paling jujur adalah Harits dan Hammam.โ (Abu Dawud, Sunan Abi Dawud,ย [Damaskus: Darur Risalah Al-'Alamiyyah, 2009], juz VII, halaman 305).
Maksud frasa โpaling jujurโ dalam hadits di atas adalah paling sesuai dengan karakter manusia, karena Harits berarti orang yang berusaha, sedangkan Hammam berarti orang yang penuh rencana.
Di sisi lain, kata "wasiat", dalam penggunaan sehari-hari memiliki dua pengertian. Pertama, bermakna pesan yang disampaikan sebelum seseorang meninggal. Terkadang pesan tersebut tidak berkaitan dengan harta, misalnya seseorang berwasiat untuk dimakamkan di tempat tertentu.
Kedua, bermakna pesan tentang penggunaan harta warisan yang ia tinggalkan, misalnya seseorang berwasiat bahwa setelah ia wafat, sebagian hartanya diwakafkan atau diberikan pada pihak tertentu. Wasiat harta ini biasanya dibuat sebagai bentuk tanggung jawab dan kasih sayang kepada yang ditinggalkan, agar kebaikan dan amanahnya tetap berlanjut meski ia telah tiada.
Baca Juga
Hukum Menikahi Anak Angkat
Pengertian pertama, dalam istilah syariat disebut Isha', sedangkan pengertian kedua tampak mirip dengan makna wasiat secara hukum syariat, yaitu wasiat didefinisikan sebagai berikut:
ุชุจุฑุน ุจุญู ู ุถุงู ูู ุง ุจุนุฏ ุงูู ูุช
Artinya: โPemberian yang disandarkan pada waktu setelah kematian atas suatu hak secara sukarela.โ (Ibn Qasim Al-Ghazzi, Fathul Qarib, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005], halaman 214).
Dalam syariat Islam, wasiat memiliki sejumlah ketentuan tersendiri. Dua di antara ketentuan-ketentuan tersebut adalah mengenai ukuran harta yang boleh diwasiatkan dan siapa yang berhak menerima wasiat. Ketentuan tentang dua hal tersebut telah dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Mengenai ukuran harta yang boleh diwasiatkan, Rasulullah saw bersabda:
ุนู ุณูุนูุฏ ูุงู: ุฌุงุกูู ุงููุจููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ูุนูุฏููู ูุฃูุง ุจู ูููุฉุ ููุชู: ูุง ุฑุณููู ุงูููุ ุฃููุตูู ุจู ุงูู ูููููุ ูุงู: "ูุง"ุ ููุชู: ูุงูุดููุทูุฑูุ ูุงู: "ูุง"ุ ููุชู: ูุงูุซููููุซุ ูุงู: "ุงูุซููููุซุ ูุงูุซููููุซู ูุซูุฑุ ย ุฅูููููู ุฃููู ุชูุฏูุนู ููุฑูุซูุชููู ุฃุบููุงุกู ุฎูููุฑู ู ู ุฃููู ุชูุฏูุนูููู ู ุนุงูุฉ ููุชูููููููููู ุงููููุงุณูุ ููุชููููููููู ูู ุฃูุฏูููู
Artinya: โDari Sa'd bin Abi Waqqash, ia berkata: Rasulullah saw menjengukku saat aku sedang sakit di Makkah. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, apakah aku boleh mewasiatkan seluruh hartaku?" Beliau menjawab: "Tidak." Aku bertanya: "Setengahnya?" Beliau menjawab: "Tidak." Aku bertanya lagi: "Sepertiga?" Beliau bersabda: "Sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, mereka meminta-minta kepada orang lain, mengulurkan tangan kepada mereka." (An-Nasa'i, Sunan An-Nasa'i [Damaskus: Darur Risalah Al-'Alamiyyah, 2018], juz VI, halaman 456).
Rasulullah saw hanya menyebutkan batas maksimal harta yang boleh diwasiatkan. Jika seseorang berwasiat melebihi batas tersebut, maka kelebihan dari batas tersebut diputuskan oleh seluruh ahli waris, jika seluruh ahli waris memberi izin, maka wasiatnya sah secara keseluruhan, jika tidak, maka yang dihukumi sah hanya sejumlah sepertiga warisan, selebihnya tidak sah. (Fathul Qarib, halaman 222).
Sedangkan tentang siapa yang berhak menerima wasiat, Rasulullah bersabda:
ุฅูููู ุงูููู ุนุฒ ูุฌู ููุฏู ุฃูุนูุทูู ููููู ุฐู ุญูููู ุญูููููู ูููุง ููุตููููุฉู ูููุงุฑูุซู
Artinya: โSungguh Allah telah memberi hak pada setiap orang yang memiliki hak, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.โ (Sunan Abi Dawud, juz V, halaman 417).
Hak yang dimaksud pada hadits di atas adalah warisan. Dengan demikian, makna hadits tersebut adalah Allah telah memberi bagian kepada ahli waris, maka mereka tidak berhak menerima wasiat. Namun, wasiat kepada ahli waris dapat dihukumi sah jika ahli waris yang lain mengizinkannya. Ini pendapat mayoritas ulama, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibn Ruslan. (Ibn Ruslan, Syarh Sunan Abi Dawud [Faiyum, Darul Falah, 2016], juz XII, halaman 357).
Berdasarkan hadits ini, para ulama menyimpulkan bahwa siapa pun, selain ahli waris, boleh menerima wasiat. Adapun istri, suami, anak, dan ahli waris lainnya, boleh menerima wasiat harta dengan syarat seluruh ahli waris memberi izin. Pembatasan harta wasiat sebanyak sepertiga warisan dan tidak bolehnya ahli waris menerima wasiat juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 195 ayat (2) dan (3). (Kompilasi Hukum Islam, [Jakarta: Kemenag RI, 2018], halaman 100).
Lalu, bagaimana dengan anak angkat, bolehkah ia menerima wasiat harta dari orang tua angkatnya? Penjelasan sebelumnya sudah menjawab sebagian pertanyaan ini, maka kita tinggal pastikan apakah anak angkat termasuk ahli waris?
Para ulama menjelaskan bahwa ada tiga sebab seseorang dikategorikan sebagai ahli waris, yaitu: pernikahan (suami/istri), hubungan kerabat, dan wala' (hubungan antara mantan budak dengan mantan tuan). Maksud kerabat di sini adalah orang-orang yang memiliki hubungan darah secara langsung dengan mayit, yaitu anak, cucu, dan ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki, saudara perempuan, keponakan, paman, dan bibi.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya menyebut dua sebab, yaitu pernikahan dan kekerabatan. Hal ini dilandasi oleh ketiadaan hubungan wala' karena dihapusnya sistem perbudakan di masa sekarang. (Kompilasi Hukum Islam, halaman 91).
Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak angkat bukan termasuk bagian dari ahli waris. Oleh karena itu, ia boleh menerima wasiat harta dari orangtua angkatnya dengan batas maksimal sepertiga harta warisan. Wallahuย a'lam.
Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo.
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
3
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
4
Jamaah Diimbau Hindari Sebar Video Menyesatkan, Bisa Merusak Ibadah Haji
5
Pos-Pos Petugas Penentu Kelancaran Lalu Lintas Jamaah di Jamarat Mina
6
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
Terkini
Lihat Semua