Syariah

Hukum Berburuk Sangka dalam Hati

Jum, 5 November 2021 | 05:30 WIB

Hukum Berburuk Sangka dalam Hati

Buruk sangka di sini bermakna keyakinan seseorang di dalam hati, bukan sekadar dugaan, syak, keraguan belaka.

Buruk sangka (su'uz zhan) tidak hanya dapat dilakukan secara lisan. Buruk sangka juga dapat dilakukan oleh seseorang di dalam hati. Buruk sangka di dalam hati merupakan tindakan yang dilarang sebagaimana buruk sangka secara lisan.


Buruk sangka di sini bermakna keyakinan seseorang di dalam hati, bukan sekadar dugaan, syak, keraguan belaka. Keterangan seperti ini dapat ditemukan pada Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali:


اعلم أن سوء الظن حرام مثل سوء القول فكما يحرم عليك أن تحدث غيرك بلسانك بمساوئ الغير فليس لك أن تحدث نفسك وتسيء الظن بأخيك ولست أعني به إلا عقد القلب وحكمه على غيره بالسوء


Artinya, “Ketahuilah, buruk sangka diharamkan sebagaimana buruk perkataan. Sebagaimana diharamkan menceritakan keburukan orang lain dengan lisanmu, kamu juga tidak boleh menceritakan dirimu dan berburuk sangka kepada saudaramu. Yang saya maksud tidak lain adalah keyakinan dan kemantapan hati atas keburukan orang lain,” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 155).


Islam secara tegas menganjurkan umat manusia untuk menghindari buruk sangka. Buruk sangka merupakan perbuatan dosa sebagaimana keterangan Surat Al-Hujurat ayat 12.


فقد قال الله تعالى يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ 


Artinya, “Allah berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, Jauhilah banyak prasangka karena sebagian prasangka mengandung dosa,’” (Surat Al-Hujurat ayat 12).


Imam Al-Ghazali menyebutkan penyebab keharaman buruk sangka. Menurutnya, rahasia setiap orang hanya diketahui oleh Allah yang maha tahu akan yang ghaib sehingga kamu tidak boleh berburuk sangka dalam hatimu kecuali ada penglihatan jelas secara mukasyafah yang tidak mungkin dita’wil.


Sampai di sini, kamu tidak mungkin selain meyakini apa yang kamu tahu dan saksikan. Informasi yang tidak kamu saksikan secara kasatmata dan tidak kamu dengar dengan telingamu, kemudian hadir di dalam pikiranmu, maka sesungguhnya setan telah melemparkan narasinya ke dalam batinmu.

 


Dalam pada ini, kamu seharusnya mendustakan bisikan tersebut karena ia adalah makhluk paling fasik. Buruk sangka yang dibisikkan setan juga berpotensi merusak hubungan sosial sebagaimana Surat Al-Hujurat ayat 6.


يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَٰلَةٍ


Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya,” (Surat Al-Hujurat ayat 6).


Larangan buruk sangka juga dapat ditemukan pada hadits Rasulullah saw. Dalam hadits nabi saw, umat Islam dilarang untuk menganiaya fisik dan menzalimi harta seorang Muslim, serta berburuk sangka kepada mereka.


وقد قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللهَ حَرَّمَ مِنَ المُسْلِمِ دَمَه ومَالَه وَأَنْ يَظُنَّ بِهِ ظَنَّ السُّوْءِ 


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Allah mengharamkan (penumpahan) darah dan (pengambilan) harta umat Islam, serta berburuk sangka terhadapnya,’ (HR Baihaqi dan Ibnu Majah),” (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: III/155).


Demikian sejumlah keterangan perihal buruk sangka dalam hati. Keterangan ini dapat menjadi pedoman agar kita dapat menghindari buruk sangka baik secara lisan maupun dalam hati. Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan)