Syariah

Hukum Ihram bagi Perempuan Haid

Sab, 15 Juni 2024 | 13:45 WIB

Hukum Ihram bagi Perempuan Haid

Hukum Ihram bagi Perempuan Haid (freepik).

Ihram adalah salah satu rukun haji yang harus ditunaikan. Ihram adalah ibadah di mana jamaah haji mengenakan pakaian yang tidak berjahit dan meninggalkan larangan ihram yang diawali dengan niat ihram dalam hati dan diakhiri dengan tahallul.
 

Jamaah haji dalam kondisi haid dan nifas sekalipun wajib niat ihram haji dan ihram umrah wajib. Haid dan nifas tidak menjadi penghalang jamaah haji untuk melaksanakan ihram. Jamaah haji perempuan yang sedang haidh dan nifas tetap dianjurkan untuk mandi ihram. 
 

Rasulullah saw pernah memerintahkan seorang sahabat perempuan yang sedang nifas untuk mandi lalu berihram. 
 

فِيهِ حَدِيثُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ نُفِسَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ بِمُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ بِالشَّجَرَةِ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَأْمُرُهَا أَنْ تَغْتَسِلَ
 

Artinya, “Perihal ini Siti Aisyah ra meriwayatkan, ‘Asma binti Umais melahirkan Muhammad bin Abu Bakar di sebuah pohon [di Dzulhulaifah]. Lalu Rasulullah saw meminta Abu Bakar untuk memerintahkan istrinya mandi [junub lalu berihram].’” (HR Muslim).
 

Dari sini, ulama bersepakat bahwa ihram jamaah perempuan yang haid dan nifas sekalipun tetap sah. Bahkan, jamaah perempuan yang haid dan nifas dianjurkan untuk mandi ihram.
 

وَفِيهِ صِحَّةُ إِحْرَامِ النُّفَسَاءِ وَالْحَائِضِ وَاسْتِحْبَابُ اغْتِسَالِهِمَا لِلْإِحْرَامِ وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَى الْأَمْرِ بِهِ لَكِنْ مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَالْجُمْهُورِ أَنَّهُ مُسْتَحَبٌّ وَقَالَ الْحَسَنُ وَأَهْلُ الظَّاهِرِ هُوَ وَاجِبٌ وَالْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ يَصِحُّ مِنْهُمَا جَمِيعُ أَفْعَالِ الْحَجِّ إِلَّا الطَّوَافَ وَرَكْعَتَيْهِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعِي مَا يَصْنَعُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي وَفِيهِ أَنَّ رَكْعَتَيِ الْإِحْرَامِ سُنَّةٌ لَيْسَتَا بِشَرْطٍ لِصِحَّةِ الْحَجِّ لِأَنَّ أَسْمَاءَ لَمْ تُصَلِّهِمَا
 

Artinya, “Pada hadits ini terdapat kesahihan ihram perempuan nifas dan haidh; serta anjuran bagi keduanya untuk mandi ihram. Perintah seperti ini disepakati oleh ulama. Tetapi Mazhab kami, Mazhab Malik, Mazhab Abu Hanifah, dan jumhur menyatakan mandi ihram itu dianjurkan. Sedangkan Imam Al-Hasan dan ulama zahiri berpendapat, mandi ihram itu wajib.
 

Semua perintah haji sah dilakukan oleh perempuan nifas dan haid kecuali tawaf dan shalat sunnah tawaf berdasarkan sabda Rasulullah saw [kepada perempuan berhalangan], ‘Lakukan semua yang dilakukan jamaah haji kecuali tawaf.’ Di sini menunjukkan bahwa shalat sunnah ihram adalah sunnah, bukan syarat sah haji karena Asma tidak melakukan shalat,” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz IV, halaman 393).
 

Semua rukun dan wajib haji yang dilaksanakan oleh jamaah haji perempuan yang sedang haidh atau nifas tetap sah kecuali tawaf. Ulama berbeda pendapat perihal sah atau tidaknya tawaf jamaah haji perempuan yang sedang haid atau nifas.
 

Sebagian ulama berpendapat, tawaf jamaah haji yang sedang haidh tidak sah. Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kesucian bukan bagian dari syarat sah tawaf sehingga tawaf jamaah haji yang haid atau nifas tetap sah.
 

Demikian keterangan yang dapat kami sampaikan. Semoga dapat diterima dengan baik. Wallahu a’lam.


 

Ustadz Alhafiz Kurniawan, Redaktur Keislaman NU Online, Wakil Sekretaris LBM PBNU