Hukum Menghilangkan Najis Mughallazhah dengan Sabun Tanah
Rabu, 18 Desember 2024 | 22:00 WIB
Muhammad Zainul Millah
Kolomnis
Di era modern seperti sekarang, berbagai macam produk pembersih terus dikembangkan untuk memberikan kemudahan dalam menjaga kebersihan dan kesucian. Salah satu produk kebersihan yang dikembangkan adalah sabun tanah. Pertanyaan kemudian muncul, apakah penggunaan sabun tanah ini sudah cukup untuk memenuhi tuntutan syariat dalam bersuci?
Sabun tanah adalah salah satu produk sabun yang salah satu bahannya mengandung tanah (kaolin). Sabun ini digunakan untuk membersihkan najis mughallazhah seperti najis anjing dan babi yang menurut syariat harus disucikan dengan tujuh kali basuhan, salah satunya dicampur dengan debu.
Sabun tanah pencuci najis ini hadir untuk memudahkan pembersihan najis pada tubuh dan pakaian saat seseorang bersentuhan dengan barang najis. Sabun ini mengandung kaolin, bahan tanah liat asli Indonesia yang dapat dicampurkan pada sabun untuk membantu menyucikan najis.
Di antara kelebihannya adalah mengandung unsur tanah berupa 20 persen kaolin yang mampu membersihkan najis, dan mengandung nanoemulsi Vitamin E yang berperan menutrisi dan melembabkan kulit. Sabun ini juga dirancang dengan formula aman untuk seluruh jenis kulit sehingga anti iritasi, tidak meninggalkan residu dan ramah lingkungan, serta telah tersertifikasi halal dari MUI dan berizin edar BPOM RI.
Kaolin (Lempung) adalah salah satu jenis tanah liat yang mempunyai sifat menyerap air dan merupakan hasil dari pelapukan serta diskomposisi batuan beku dan batuan metamorf yang komplek akan kandungan aluminium silika. Komposisi terbesar pada kaolin adalah berupa kaolinit. Kaolin juga merupakan lempung yang berkualitas tinggi tahan dari panas, warnanya putih ke abu-abuan dan ditemukan sebagai endapan sedimenter. (M. Nuril Anwar Habiby, Material Crucible Untuk Peleburan Logam (Purwokerto: Zahira Media Publisher, 2023] halaman 27)
"Sabun anti anjing" ini merupakan inovasi yang dirancang khusus untuk memudahkan umat Islam, terutama yang berisiko kontak dengan anjing. Produk ini juga diklaim lebih praktis dibandingkan dengan metode tradisional yang mencuci atau membasuh tujuh kali, satu di antaranya dengan tanah.
Setelah melalui serangkaian uji laboratorium, ternyata bahan ini cukup efektif. Sabun berwarna putih ini memiliki kemampuan mengikat dan menonaktifkan bakteri yang ada di air liur anjing. Sebagaimana dikutip dari Kemenag, dalam air liur anjing terdapat setidaknya 10 macam bakteri berbahaya, terutama dua bakteri utama yaitu staphylococcus aureus, dan enterococcus faecalis. Dua bakteri ini dapat menyebabkan berbagai infeksi berbahaya.
Hukum Menghilangkan Najis dengan Sabun Tanah
Sebelum membahas lebih detail tentang sabun tanah, perlu dipahami terlebih dahulu, bahwa keharusan menggunakan tanah untuk mensucikan najis mughallazhah masih diperselisihkan. Menurut pendapat yang lebih kuat (al-Adzhar) harus menggunakan tanah dan tidak dapat digantikan dengan benda lain. Sedangkan menurut pendapat kedua, penggunaan tanah dapat digantikan dengan benda lain yang dapat membersihkan, misalnya sabun.
Taqiyuddin Abu Bakar Al-Hishni menjelaskan bahwa dalam penggunaan sabun sebagai pengganti tanah terdapat tiga pendapat: Pertama, sabun dapat menggantikan tanah. Kedua, sabun tidak dapat menggantikan tanah. Ketiga, sabun dapat digunakan hanya jika tidak ditemukan tanah.
وَهَلْ يَقُوْمُ الصَّابُوْنُ وَالْأَشْنَانُ مَقَامَ التُّرَابِ فِيْهِ أَقْوَالٌ أَحَدُهَا نَعَمْ … وَهَذَا مَا صَحَّحَهُ النَّوَوِي فِي كِتَابِهِ رُؤُوْسِ الْمَسَائِلِ وَالْأَظْهَرُ فِي الرَّافِعِي وَالرَّوْضَةِ وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ أَنَّهُ لَايَقُوْمُ لِأَنَّهَا طَهَارَةٌ مُتَعَلِّقَةٌ بِالتُّرَابِ فَلَايَقُوْمُ غَيْرُهُ مَقَامَهُ … وَالْقَوْلُ الثَّالِثُ إِنْ وُجِدَ التُّرَابُ لَمْ يَقُمْ وَإِلَّا قَامَ
Artinya “Apakah sabun dan asynan dapat menggantikan tanah? Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat. Pendapat pertama “iya”… Pendapat ini dikuatkan oleh al-Nawawi dalam kitabnya Ru’usul Mas’il. Pendapat yang lebih jelas dalam al-Rafi’i, al-Raudhah, dan Syarhul Muhadzdzab adalah tidak dapat menggantikan tanah. Karena ini merupakan kesucian yang berkaitan dengan tanah, sehingga tidak ada yang dapat menggantikannya. Pendapat ketiga, jika ditemukan tanah, maka sabun tidak dapat menggantikan, sebaliknya jika tidak ditemukan, maka dapat menggantikan.” (Taqiyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar [Beirut: Darul Fikr, 2009) halaman 106)
Selanjutnya, ada dua hal yang perlu dibahas. Pertama terkait kadar tanah yang diperlukan dalam mensucikan najis mughallazhah, kedua terkait tanah yang dicampur dengan benda lain.
Terkait poin pertama, Ibnu Hajar Al-Haitami menyampaikan bahwa prinsip pokok dalam tanah yang digunakan untuk mensucikan najis mughallazhah adalah sekira tanah itu dapat membuat keruh pada air dan merata ke seluruh bagian yang terkena najis. Oleh karena itu, dalam praktik penggunaan sabun tanah, perlu diperhatikan apakah kadar sabun tanah yang digunakan sudah memenuhi syarat untuk membuat air menjadi keruh dan merata atau belum. Ibnu Hajar Al-Haitami mengungkapkan:
وَالْوَاجِبُ مِنَ التُّرَابِ مَا يَكْدِرُ الْمَاءَ وَيَصِلُ بِوَاسِطَتِهِ إِلَى جَمِيْعِ أَجْزَاءِ الْمَحَلِّ
Artinya: “Yang dibutuhkan dari kotoran itulah yang mengganggu air dan melaluinya menjangkau seluruh bagian tempat,” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Minhajul Qowim [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2016] halaman 55)
Poin kedua, terkait kondisi tanah yang bercampur dengan benda lain. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, kandungan tanah pada produk sabun tanah hanya sekitar 20 persen, sedangkan 80 persen lainnya adalah bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat sabun.
Berkaitan dengan hal ini, Sulaiman Al-Jamal menyampaikan bahwa menurut pendapat yang lebih diunggulkan (al-Aujah), boleh menggunakan tanah yang bercampur dengan semisal tepung, sekira ketika dicampurkan dengan air maka tepung itu akan hilang dan tanah dapat merata sampai pada tempat yang terkena najis. Ia menjelaskan:
وَالْأَوْجَهُ أَنَّهُ يَكْفِي هُنَا الرَّمَلُ الَّذِي لَهُ غُبَارٌ وَإِنْ كَانَ نَدِيًّا وَالتُّرَابُ وَلَوْ اخْتَلَطَ بِنَحْوِ دَقِيقٍ بِحَيْثُ كَانَ لَوْ مُزِجَ بِالْمَاءِ لَاسْتَهْلَكَتْ أَجْزَاءُ الدَّقِيقِ وَوَصَلَ التُّرَابُ الْمَمْزُوجُ بِالْمَاءِ إلَى جَمِيعِ الْمَحِلِّ وَإِنْ لَمْ يَكْفِ فِي التَّيَمُّمِ لِظُهُورِ الْفَارِقِ انْتَهَتْ وَهُوَ أَنَّ نَدَاوَةَ الرَّمَلِ وَنَحْوِ الدَّقِيقِ يَمْنَعَانِ مِنْ وُصُولِ التُّرَابِ إلَى الْعُضْوِ وَلَا يَمْنَعَانِ مِنْ كُدُورَةِ الْمَاءِ بِالتُّرَابِ الَّتِي هِيَ الْمَقْصُودَةُ هُنَا
Artinya: “Pendapat Al-Aujah di sini cukup menggunakan pasir yang berdebu walaupun basah, dan tanah walaupun tercampur dengan semisal tepung, sekira jika dicampur air, tepung akan habis dan tanah yang tercampur air akan sampai ke seluruh tempat najis, meskipun pada saat tayamum tidak cukup, karena jelas perbedaannya, selesai. Perbedaannya yaitu kelembaban pasir dan tepung halus dapat mencegah tanah mencapai anggota tayammum, dan tidak mencegah menjadi keruh air dengan tanah yang menjadi tujuan pokok dalam bab najis mughallazhah ini.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] juz I, halaman 291)
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa berpijak pada pendapat kuat yang mengharuskan penggunaan tanah dalam mensucikan najis mughallazhah, maka hukum menggunakan sabun tanah sebagai pengganti tanah adalah diperbolehkan dengan ketentuan kadar tanah yang digunakan dapat membuat keruh air serta merata ke seluruh bagian yang terkena najis.
Jika kadar tanah terlalu sedikit sekira tidak dapat membuat keruh air, atau bahan campuran yang ada dalam sabun justru menghalangi sampainya tanah pada tempat najis, maka pengunaan sabun tanah sebagai pengganti tanah tidak dianggap cukup. Meski demikian, ada pendapat kedua (muqabil adzhar) yang memperbolehkan mengganti tanah dengan sabun. Wallahu a’lam.
Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua