Syariah

Hukum Pembunuhan Terencana dalam Tinjauan Syariat Islam

Kam, 16 Februari 2023 | 12:00 WIB

Hukum Pembunuhan Terencana dalam Tinjauan Syariat Islam

Pembunuhan terencana (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, kita mengenal istilah “Pembunuhan Berencana” sebagaimana diatur dalam pasal 340 KUHP. Bunyi pasal tersebut ialah:


"Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."


Selanjutnya, dijelaskan bahwa sebuah pembunuhan bisa dikatakan berencana apabila memenuhi syarat rencana, yakni:


1. Adanya waktu tertentu untuk tindakan pembunuhan


2. Waktu berencana yang dimaksud harus memiliki hubungan yang erat dengan pembunuhan yang dilakukan


3. Adanya pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.


Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa apabila sebuah pembunuhan telah memenuhi unsur kesengajaan dan memenuhi syarat rencana, maka bisa menimbulkan konsekuensi hukuman berupa hukuman mati.


Berikutnya, menarik untuk dikaji, apakah syariat Islam juga menjelaskan fenomena pembunuhan terencana seperti ini? Mengingat bahwa bangsa Indonesia ini mayoritas memeluk agama Islam.


Syariat Islam sebagaimana dijelaskan dalam Alquran mengkategorikan pembunuhan sebagai sebuah dosa besar, terlebih apabila pembunuhan tersebut dilakukan secara sengaja. Dalam Alquran surat an-Nisa: 93 Allah berfirman:


وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا


Artinya: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS. An-Nisa: 93).


Syariat Islam juga membuat kategorisasi pembunuhan menjadi 3 kategori, yakni: sengaja, serupa sengaja dan tidak sengaja. Dalam Kitab Ghayah al-Ikhtishar disebutkan:


الْقَتْل على ثَلَاثَة أضْرب عمد مَحْض وَخطأ مَحْض وَعمد خطأ 


Artinya: “Pembunuhan ada tiga kategori: murni sengaja (‘amd mahdl), murni ketidaksengajaan (syibh ‘amd) dan serupa sengaja (‘amd khatha`)”. 


Ulama memberikan contoh ketiganya sebagai berikut, yakni jika seseorang sengaja membunuh orang lain dengan media yang secara umum bisa mematikan maka disebut sebagai murni kesengajaan. Selanjutnya apabila seseorang semisal menembak burung namun meleset malah mengenai manusia maka disebut murni ketidaksengajaan. Terakhir, apabila seseorang sengaja mengenai orang lain namun dengan media yang umumnya tidak mematikan namun nyatanya terjadi pembunuhan semisal memukul dengan pukulan yang ringan dan tidak bertubi-tubi namun ternyata korban mati, maka dikategorikan sebagai serupa sengaja.


Dari ketentuan yang dijelaskan oleh para ulama di atas, bisa kita pahami bahwa yang menjadi pembeda apakah seseorang sengaja atau tidak melakukan tindak pembunuhan adalah dengan melihat media yang ia gunakan untuk menghilangkan nyawa seseorang karena sesuatu disebut sebagai “sengaja” atau “berencana” itu dilihat dari bisikan hatinya, yang tentu saja sangat sulit bagi orang lain untuk mengetahui isi hati si pelaku. Oleh karena itu yang dijadikan sebagai pertimbangan ialah media yang ia gunakan untuk pembunuhan.


Jika kita komparasikan, maka yang paling sesuai dengan apa yang dimaksud sebagai “pembunuhan berencana” dalam hukum positif Indonesia ialah qatl ‘amd atau pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan secara indirect pada korban dengan media yang secara umum bisa membunuh seperti menggunakan alat benda tajam atau tidak menggunakan alat namun dengan media semisal memenjarakan seseorang dan tidak memberinya makan minum hingga korban mati.


Syekh Taqiyuddin al-Syafi’i dalam Kitab Kifayah al-Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ikhtishar, halaman 451, menjelaskan kriteria pembunuhan sengaja sebagai berikut:


فالعمد الْمَحْض أَن يقْصد الْفِعْل والشخص الْمعِين بِشَيْء يقتل غَالِبا


Artinya: “Pembunuhan dengan delik murni kesengajaan ialah jika seseorang sengaja melakukan tindak pembunuhan pada orang tertentu dengan sesuatu yang secara umum bisa menyebabkan kematian”


Konsekuensi dari pembunuhan jenis ini ialah qishash atau balas bunuh jika keluarga korban tidak mengampuni. Namun apabila keluarga korban mengampuni maka hukumannya bisa beralih menjadi diyat mughalladzah atau denda yang diperberat. Rinciannya adalah sebagai berikut:


1. Berupa 100 ekor unta dengan rincian 30 unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 khilfah.


2. Diyat tersebut diambilkan dari harta pelaku


3. Dibayarkan secara kontan.


Bukan hanya itu saja, pelaku juga diwajibkan untuk bertaubat dengan cara membebaskan budak mukmin dan puasa dua bulan berturut-turut. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.


Ustadz Muhammad Ibnu Sahroji atau Ustadz Gaes