Syariah

Meneladani Interaksi Nabi bersama Anak-anak Perempuan

Rab, 11 Oktober 2023 | 20:30 WIB

Meneladani Interaksi Nabi bersama Anak-anak Perempuan

Anak perempuan. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

11 Oktober menjadi peringatan Hari Anak Perempuan Sedunia. Peringatan ini dilatarbelakangi Deklarasi Beijing yang digelar pada 1995, dengan tujuan agar anak-anak perempuan mendapatkan haknya dan dapat memengaruhi berbagai kebijakan di beragam sektor. Selanjutnya PBB menjadikan tanggal 11 Oktober sebagai Hari Anak Perempuan Internasional.


Islam sendiri merupakan agama yang sangat menghormati perempuan dengan bukti sangat mengecam pembunuhan terhadap anak-anak perempuan yang lahir pada masa jahiliyah sebab mereka takut kemiskinan. Larangan tersebut terdapat dalam beberapa ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi saw, di antaranya adalah: 


إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ علَيْكُم عُقُوقَ الأُمَّهاتِ، ومَنْعًا وهاتِ، ووَأْدَ البَناتِ


Artinya, “Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian mendurhakai ibu, tidak suka memberi dan suka meminta-minta, dan mengubur anak perempuan hidup-hidup.” (HR. al-Bukhari).


Selain menjelaskan keharaman perlakuan diskriminasi dan kriminal terhadap anak perempuan, dalam kehidupan sehari-hari, Nabi saw digambarkan sebagai sosok yang sangat ramah dan mencintai anak-anak perempuannya, serta berbuat baik kepada anak-anak perempuan di masa itu.


Nabi sebagai teladan dan contoh yang otoritatif bagi masyarakat, memperlakukan anak-anak perempuan dengan kasih sayang agar masyarakat Arab pun menyontoh perilaku beliau. Misalnya, pernah suatu hari Nabi menggendong cucu perempuannya yang lahir dari Zainab binti Rasul saw. Kisah ini disampaikan oleh Abu Qatadah al-Anshari:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاِبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.


Artinya: “Bahwa Rasulullah saw. pernah shalat dengan menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw. dan Abu al-'Ash ibn Rabi'ah ibn Abd Syams. Bila sujud beliau letakkan (anak itu) dan bila berdiri beliau menggendongnya lagi.” (HR. al-Bukhari).


Penghormatan Nabi saw kepada perempuan dan anak-anak perempuan juga pernah disampaikan oleh Anas, tepatnya ketika Nabi saw melihat anak-anak perempuan hadir dalam suatu acara walimah. Nabi saw mengucap:


اللَّهُمَّ أنتُمْ مِن أحَبِّ النَّاسِ إلَيَّ


Artinya, “Ya Allah, kalian adalah orang-orang yang paling aku cintai.” (HR. al-Bukhari)


Bagi Nabi saw, anak-anak perempuannya merupakan anugerah dari Allah swt sehingga beliau sangat mensyukuri dan menyayangi mereka. Rasa sayang tersebut muncul dari pengakuan Rasulullah saw bahwa Fatimah adalah bagian dari dirinya. Siapa pun yang membuatnya marah, maka akan membuatnya marah juga. Riwayat ini muncul dalam Shahih al-Bukhari, dari jalur Miswar bin Makhramah:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّي فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي


Artinya, “Bahwa Rasulullah saw bersabda, “Fatimah adalah bagian dari diriku. Siapa pun yang menjadikannya marah ia membangkitkan kemarahanku.” (HR. al-Bukhari).


Perlakuan Nabi saw yang baik dan mulia terhadap anak-anaknya tidak berhenti ketika mereka kecil saja, hingga dewasa dan berumah tangga pun Rasulullah saw tetap menjenguk mereka. Beberapa hadits menceritakan bagaimana interaksi Nabi saw dengan Fatimah pasca beliau menikah.


Misalnya, ketika beberapa kali Nabi saw mengunjungi Fatimah, ‘Aisyah mengingat bagaimana perlakuan Nabi saw kepada Fatimah yang penuh kasih sayang dan penghormatan:


مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ سَمْتًا وَهَدْيًا وَدَلًّا وَقَالَ الْحَسَنُ حَدِيثًا وَكَلَامًا وَلَمْ يَذْكُرْ الْحَسَنُ السَّمْتَ وَالْهَدْيَ وَالدَّلَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ فَاطِمَةَ كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهَا كَانَتْ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَأَخَذَ بِيَدِهَا وَقَبَّلَهَا وَأَجْلَسَهَا فِي مَجْلِسِهِ وَكَانَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ وَأَجْلَسَتْهُ فِي مَجْلِسِهَا


Artinya: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang mirip dalam kesopanan, ketenangan, kesabaran dan dalam memberi petunjuk – Hasan menyebutkan, ‘Dalam berbicara dan bertutur kata namun tidak menyebutkan 'kesabaran dan dalam memberi petunjuk’ – dengan saw selain dari pada Fatimah ra. Jika Fatimah datang menemui Nabi, maka Nabi berdiri, meraih tangannya, mencium dan mendudukkannya di tempat duduknya. Jika Nabi datang menemui Fatimah, maka Fatimah akan meraih tangan Nabi, mencium dan mendudukkannya di tempat duduknya.” (HR. Abu Dawud).


Apabila kita melihat konstruksi sosial, Nabi merupakan sosok yang paling dihormati di tengah masyarakatnya. Bisa saja, apa pun yang Nabi saw minta kepada para sahabatnya, mereka akan mengupayakannya demi Nabi saw. Meskipun Nabi adalah orang yang terhormat di tengah masyarakat, beliau tetap berjiwa edukator dan pendidik bagi anak-anak perempuannya meskipun sudah berumah tangga dan memiliki suami.


Pernah suatu hari Fatimah mengeluhkan kelelahannya dan ingin supaya dirinya disediakan seorang pembantu supaya meringankan pekerjaannya. Riwayat ini diceritakan oleh suaminya Fatimah, ‘Ali:


أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهِمَا السَّلَام شَكَتْ مَا تَلْقَى فِي يَدِهَا مِنْ الرَّحَى فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْأَلُهُ خَادِمًا فَلَمْ تَجِدْهُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ فَلَمَّا جَاءَ أَخْبَرَتْهُ قَالَ فَجَاءَنَا وَقَدْ أَخَذْنَا مَضَاجِعَنَا فَذَهَبْتُ أَقُومُ فَقَالَ مَكَانَكِ فَجَلَسَ بَيْنَنَا حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِي فَقَالَ أَلَا أَدُلُّكُمَا عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ إِذَا أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا أَوْ أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَسَبِّحَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَاحْمَدَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَهَذَا خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ وَعَنْ شُعْبَةَ عَنْ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ التَّسْبِيحُ أَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ


Artinya: “Bahwa Fatimah mengadukan kepada Nabi saw. perihal tangannya yang lecet akibat mengaduk gandum, maka Fatimah datang kepada beliau dan meminta seorang pelayan, tetapi dia tidak menemui beliau, lalu Fatimah menitipkan pesan kepada Aisyah. Ketika Nabi datang, Aisyah pun menyampaikan pesan kepada beliau. Ali melanjutkan, ‘Kemudian beliau datang kepada kami ketika kami tengah berbaring (di tempat tidur), maka aku pun bangkit berdiri, namun beliau bersabda, ‘Tetaplah di tempat.’ kemudian beliau duduk di samping kami sampai aku merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau, lalu beliau bersabda, ‘Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pelayan, apabila kalian berdua hendak tidur maka bertakbirlah kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertasbihlah sebanyak tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah sebanyak tiga puluh empat, dan ini semua lebih baik buat kalian berdua dari seorang pelayan.’” (HR. al-Bukhari).


Sifat penyayang Nabi saw kepada anak perempuannya juga tidak terbatas kepada Fatimah saja, akan tetapi kepada anak-anak perempuannya yang lain. Pernah ketika Rasulullah saw. hendak keluar menuju orang Badar, saat itu Ruqayyah sedang sakit. 


Akhirnya Nabi pun memerintahkan Utsman bin ‘Affan untuk tetap tinggal di Madinah dan menjelaskan bahwa Utsman pun akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang berangkat perang Badar. Kisah ini diceritakan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar dan tercatat dalam Shahih al-Bukhari:


وَأَمَّا تَغَيُّبُهُ عَنْ بَدْرٍ فَإِنَّهُ كَانَ تَحْتَهُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ مَرِيضَةً فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لَكَ أَجْرَ رَجُلٍ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا وَسَهْمَهُ


Artinya, “Sedangkan tidak ikutnya Utsman pada perang Badar, sebab saat itu dia sedang merawat putri Rasulullah saw yang tengah sakit, dimana Nabi saw berkata kepadanya, ‘Kamu mendapat pahala dan bagian sebagaimana mereka yang ikut perang Badar.’” (HR. al-Bukhari).


Interaksi Nabi saw. dengan anak perempuannya merupakan teladan mulia yang dapat diikuti oleh para orang tua. Beliau mengasuh anak-anak perempuannya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang sepanjang masa. Tidak hanya berhenti di masa kecil, pendidikan yang beliau ajarkan kepada anak-anaknya tercurahkan hingga mereka dewasa. Wallahu a’lam


Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences