Syariah

Mengapa Warisan Laki-Laki Lebih Besar daripada Perempuan? Ini 5 Alasan Rasional Menurut Islam

NU Online  ·  Jumat, 16 Mei 2025 | 12:00 WIB

Mengapa Warisan Laki-Laki Lebih Besar daripada Perempuan? Ini 5 Alasan Rasional Menurut Islam

Rasionaisasi warisan Laki-laki lebih besar daripada perempuan (Amien)

Tata kelola pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur oleh Allah swt dengan sangat rinci. Mulai dari siapa saja yang berhak menerima, berapa kadar yang akan diperoleh dan segala persyaratan yang berlaku. Semuanya ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan yang adil untuk menciptakan kemaslahatan.
 

Secara lengkap urusan pembagian warisan ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11-12. Dalam kedua ayat ini, Allah swt menetapkan langsung siapa saja yang berhak mendapat harta warisan dan berapa jumlahnya.
 

Selain itu, Allah juga membahas persoalan warisan dalam QS. An-Nisa ayat 176. Dalam ayat ini, Allah swt menuntun Nabi Muhammad Saw untuk menjawab pertanyaan umat tentang bagaimana aturan pembagian warisan dari orang yang meninggal dunia, akan tetapi tidak memiliki anak.
 

Dari ketiga ayat Al-Qur’an yang membahas masalah warisan tersebut, terdapat kalimat yang menyatakan bahwa pembagian harta warisan untuk satu orang laki-laki sama dengan dua orang perempuan. Jadi kesimpulannya, pendapatan laki-laki lebih banyak daripada perempuan dalam hal warisan.
 

Kalimat yang menyatakan hal demikian, ada pada QS. An-Nisa ayat 11 dan 176:
 

لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ
 

Artinya: “Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”
 

Lantas timbul pertanyaan, mengapa pembagian harta warisan untuk laki-laki lebih banyak daripada perempuan? Apa alasannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak tulisan ini sampai selesai.
 

5 Alasan Warisan Laki-Laki Lebih Banyak

Syekh Muhammad Ali As-Shabuni (w 2021) dalam kitab Al-Mawarits fis Syari’ah Al-Islamiyah menjelaskan, terdapat lima alasan mengapa pembagian harta warisan untuk laki-laki lebih banyak daripada perempuan:

  1. Perempuan secara umum ditanggung kebutuhan dan keperluannya. Adapun nafkahnya dilimpahkan dan menjadi tanggung jawab bagi ayah, anak, saudara atau kerabat dekatnya.
  2. Perempuan tidak dibebankan kewajiban menafkahi siapapun. Berbeda dengan laki-laki, ia diwajibkan untuk menafkahi keluarganya, kerabatnya atau siapa pun yang menjadi tanggungannya.
  3. Tanggungan nafkah laki-laki lebih banyak dan keterikatannya dengan penggunaan harta lebih besar. Karenanya, kebutuhannya terhadap harta lebih banyak pula daripada perempuan.
  4. Laki-laki akan membayar mahar (ketika menikah). Selain itu ia juga dibebankan untuk memberikan nafkah tempat tinggal, pangan dan pakaian bagi istri dan anaknya. 
  5. Tanggungan biaya pendidikan anak dan jaminan kesehatan untuk keluarga. Keduanya merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh seorang laki-laki.


Kelima penjelasan Muhammad Ali As-Shabuni ini memberikan gambaran, pembagian harta warisan yang lebih banyak untuk laki-laki daripada perempuan didasari atas tanggung jawab di antara keduanya dalam penggunaan harta. (Al-Mawarits, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 1967] halaman 18-19).
 

Mengurai 5 Alasan Warisan Laki-Laki Lebih Banyak 

1. Perempuan Ditanggung Kebutuhan dan Keperluannya

Dalam fiqih Islam, perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja memenuhi kebutuhannya. Tanggung jawab tersebut ada pada wali atau kerabat laki-laki yang dekat. Prinsip ini tetap relevan sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan, bahwa ia tidak dituntut untuk menjadi pencari nafkah yang utama.
 

Walaupun, kini banyak perempuan bekerja dan mandiri secara finansial. Islam tidak melarang hal ini, bahkan mengapresiasi setiap usaha halal dan bermanfaat yang dilakukan oleh perempuan. Namun, dari hukum syar’i, tidak ada kewajiban bagi seorang perempuan untuk menafkahi. Sebab secara kodrati, pembebanan itu berlaku hanya untuk laki-laki.
 

Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34 dijelaskan:
 

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
 

Artinya: “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya.”
 

2. Perempuan Tak Punya Kewajiban Menafkahi Keluarga

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perempuan tidak memiliki kewajiban untuk menafkahi orang lain. Bahkan ketika ia menjadi seorang istri atau ibu, ia tetap tidak berkewajiban untuk menafkahi suami dan anaknya secara syar’i.
 

Walaupun realitas di masa sekarang, banyak perempuan yang turut berkontribusi dalam menjaga stabilitas finansial keluarganya. Dalam Islam, hal ini sah-sah saja (mubah). Namun, hal itu bukan kewajiban. Urusan nafkah, tetap menjadi tanggungan suami. Kalau pun misalnya suami tidak mampu, lalu istri turut membantu, maka perbuatan ini berlaku sebagai solidaritas keluarga, bukan tuntutan agama.
 

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233, Allah berfirman: 
 

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا
 

Artinya: “Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya." 
 

3. Lebih Banyak Kebutuhan Harta Laki-Laki untuk Nafkah

Islam menempatkan laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah, karena ia diberikan keluasan akses dan kewajiban yang harus ditunaikannya. Sehingga harta yang dibutuhkan oleh seorang laki-laki, cenderung lebih banyak. Hal ini berlaku apabila ditinjau secara penerapan syari’at.
 

Pembebanan kewajiban nafkah kepada laki-laki merupakan ketentuan syariat yang tidak bisa disepelekan. Sebab, jika tidak ditunaikan akan mengakibatkan dosa. Seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya, diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bersumber dari Abdullah bin Amr bin Al-'Ash:
 

عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ‌كَفَى ‌بِالْمَرْءِ ‌إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
 

Artinya: "Dari Abdullah bin Amr bin Al-'Ash, ia berkata: 'Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: 'Cukuplah seseorang itu berdosa, jika ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.'” (HR. Ahmad).
 

4. Laki-Laki akan Membayar Mahar

Ketentuan ini berlaku untuk laki-laki yang belum menikah. Mahar merupakan simbol komitmen dalam pernikahan yang telah ditetapkan Allah swt secara langsung. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4 dijelaskan:
 

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً
 

Artinya: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”
 

Dengan alasan tersebut, As-Shabuni berpendapat bahwa karena kewajiban pemberian mahar oleh laki-laki inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa laki-laki diberikan bagian warisan yang lebih banyak daripada perempuan.
 

5. Tanggung Jawab Laki-Laki atas Biaya Pendidikan Anak dan Jaminan Kesehatan Keluarga 

Selanjutnya, sebagaimana penjelasan yang telah lewat, urusan nafkah dibebankan kepada seorang laki-laki atau suami. Termasuk juga dalam hal yang berkaitan dengan biaya pendidikan anak dan jaminan kesehatan untuk keluarga secara umum. 
 

Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar anak yang wajib dipenuhi. Sehingga upaya untuk mewujudkannya menjadi kewajiban orang tua. Khususnya menjadi tanggung jawab bagi laki-laki (suami). Ibnu Umar menegaskan:
 

ابن عمر يقول لرجل: ‌أدب ‌ابنك ‌فإنك ‌مسئول ‌عنه ماذا أدبته وماذا علمته وإنه مسئول
 

Artinya: "Ibnu Umar Berkata kepada seorang laki-laki: 'Ajarkanlah adab kepada anakmu (berikan pendidikan). Sebab kamu akan ditanya mengenai hal tersebut, ‘apa saja yang engkau ajarkan dan apa saja yang engkau beritahukan kepadanya’. Sungguh, hal itu akan ditanya (diminta pertanggungjawaban).”
 

Selain itu, laki-laki juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi jaminan kesehatan bagi anak dan keluarganya. Sehingga membutuhkan harta yang lebih banyak guna melakukan pembayaran. Hal ini juga berlaku sebagai tanggung jawab.
 

Proporsi Warisan dan Keadilan Tuhan: Menjawab Kesalahpahaman

Demikianlah penjelasan tentang mengapa bagian harta warisan laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan alasannya. Islam menetapkan ukuran tersebut bukan karena tidak adil, melainkan karena kecenderungan tanggung jawab laki-laki lebih banyak dan lebih berat dibandingkan perempuan.
 

Seperti yang telah dipaparkan oleh As-Shabuni, bahwa setidaknya ada lima alasan mengapa pembagian itu tetap dinilai adil:

  1. Perempuan secara umum ditanggung nafkahnya, sedangkan tidak dengan laki-laki.
  2. Kewajiban nafkah ada pada laki-laki.
  3. Kebutuhan harta lebih banyak pada laki-laki karena menyangkut nafkahnya.
  4. Laki-laki akan menggunakan harta tersebut untuk mahar (ketika hendak menikah).
  5. Pembiayaan kebutuhan primer, yakni pendidikan anak dan kesehatan oleh laki-laki.
     

Karena itu, sebetulnya ketetapan yang telah Allah tentukan bagi hamba-hambaNya telah memenuhi standar keadilan. Adapun pemberian lebih banyak kepada laki-laki dalam urusan warisan tersebut, didasari atas kesesuaian tanggung jawab yang dibebankan kepada dirinya. Wallahua’lam.
 


Ustadz Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman