Syariah

Pandangan Fiqih tentang Zakat untuk Biaya Program Makan Bergizi Gratis

Senin, 20 Januari 2025 | 16:15 WIB

Pandangan Fiqih tentang Zakat untuk Biaya Program Makan Bergizi Gratis

Pandangan fiqih tentang zakat untuk biaya program Makan Bergizi Gratis (NU Online).

Baru-baru ini beredar berita tentang Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, yang mengusulkan dana zakat untuk biayai program makan bergizi gratis. Ia mengatakan, “Saya berpikir kenapa tidak zakat Indonesia yang luar biasa besar kita libatkan ke sana (program Makan Bergizi Gratis).” 
 

Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengusulkan dana infak dan sedekah yang selama ini biasa dikelola pelbagai lembaga pengelola zakat, agara dapat digunakan untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG). jadi bukan dari zakat melainkan dari infak dan sedekah, seperti dilansir pada laman CNN Indonesia.
 

Kabar penggunaan dana zakat untuk program makan bergizi gratis (MBG) juga mendapatkan penolakan dari pemerintah. Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Letjen TNI (Purn) AM Putranto. Menurutnya, Zakat bukan untuk digunakan membiayai program Makan Bergizi Gratis. Terlebih menurutnya, Presiden Prabowo Subianto telah berkomitmen soal anggaran program itu.
 

Presiden Prabowo Subianto menanggapi munculnya usulan penggunaan dana zakat untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Prabowo mengatakan realisasi program itu sudah ada pihak yang mengurusnya. Menurutnya, Yang jelas dari pemerintah kita siap semua anak-anak Indonesia akan kita beri makan tahun 2025 ini," seperti yang disampaikan Prabowo setelah menghadiri acara Kadin Indonesia di Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
 

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI Noor Achmad merespons usulan Ketua DPD RI Sultan B Najamudin tersebut. Menurut Noor, usulan itu mungkin terjadi asalkan program MBG tersebut menyasar kepada para fakir miskin. Prioritas kita adalah untuk membantu fakir miskin,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025).
 

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat disebutkan: 
 

Pada BAB I Pasal 3 disebutkan:
 

"Pengelolaan zakat bertujuan: a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan."
 

Kemudian pada bagian kedua tentang pendistribusian disebutkan Pasal 25:  Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pasal 26 Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
 

Undang-undang di atas secara tegas telah menyebutkan bahwa tujuan dari pengelolaan zakat adalah untuk menyejahterakan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. UU di atas juga menegaskan bahwa zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. 
 

Dalam kajian fiqih Islam, penggunaan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis tidak dibolehkan. Larangan ini berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 

  1. Islam telah mengatur penerima zakat atau mustahik zakat yang ada delapan golongan yang telah disebutkan dalam QS At-Taubah ayat 60 yaitu: fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, gharim, fisabilillah dan ibnu sabil.

    Syamsuddin Muhammad Al-Khatib As-Syirbini menjelaskan, redaksi dalam ayat zakat tersebut menunjukkan zakat hanya boleh diserahkan kepada delapan golongan mustahik, tidak boleh kepada lainnya, dan ini telah disepakati ulama. 

    إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِي سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ. قَدْ عُلِمَ مِنَ الْحَصْرِ بِأَنَّهَا إِنَّمَا لَا تُصْرَفُ لِغَيْرِهِمْ وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَيْهِ

    Artinya, “Zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang menjadi amil zakat, orang-orang yang diluluhkan hatinya, untuk memerdekakan hamba-hamba, orang-orang yang berhutang, (prajurit perang) dalam jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan.) Diketahui dari adanya pembatasan dalam ayat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada selainnya, dan ini disepakati ulama.” (Hasyiyah Al-Bujairimi ‘alal Khathib, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz III, halaman 78).
     
  2. Tujuan utama zakat adalah menjadikan para mustahik zakat berkecukupan atau mandiri secara ekonomi.
    Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyati menjelaskan, tujuan adanya syariat zakat adalah untuk mencukupi pada mustahik. Misal dalam konteks zakat fitrah Syekh Ad-Dimyati menjelaskan:

    قَوْلُهُ وَحَرُمَ تَأْخِيْرُهَا) أَيِ اْلفِطْرَةِ أَيْ إِخْرَاجِهَا وَذَلِكَ لِأَنَّ الْقَصْدَ إِغْنَاءُ الْمُسْتَحِقِّيْنَ فَي يَوْمِ الْعِيْدِ لِكَوْنِهِ يَوْمَ سُرُوْرٍ

    Artinya, “Ungkapan Mushannif: "Dan dilarang menundanya", maksudnya zakat fitrah, yaitu memberikannya, karena tujuan zakat adalah untuk mencukupi orang-orang yang berhak menerima zakat di hari Idul Fitri karena itu adalah hari yang membahagiakan.” (I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmyah: 2018], juz II, halaman 290).

    Dalam pembahasan waktu niat zakat, Syekh Muhammad Ar-Ramli juga menjelaskan, tujuan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan orang yang berhak menerimanya.(Nihayatul Muhtaj, [Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi: 1967], juz III, halaman 139).
     
  3. Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kaya. Program makan bergizi gratis tidak hanya diperuntukkan fakir miskin, tetapi direncanakan akan merata keseluruh lembaga pendidikan yang ada, dimana beberapa diantara mereka ada yang tidak tergolong fakir miskin, melainkan orang kaya. 

    Diriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda:

    لَا تَحِلُّ اَلصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا لِخَمْسَةٍ: لِعَامِلٍ عَلَيْهَا, أَوْ رَجُلٍ اِشْتَرَاهَا بِمَالِهِ, أَوْ غَارِمٍ, أَوْ غَازٍ فِي سَبِيلِ اَللَّهِ, أَوْ مِسْكِينٍ تُصُدِّقَ عَلَيْهِ مِنْهَا, فَأَهْدَى مِنْهَا لِغَنِيٍّ " رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

    Artinya, “Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali lima orang, yaitu amil yang mengelolanya, atau orang yang membelinya dengan uangnya sendiri, atau orang yang berhutang, atau orang yang berperang di jalan Allah, atau Orang miskin diberi sebagian zakat, kemudian dia memberikannya kepada orang kaya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

    Selain tiga alasan utama di atas, ada alasan lain sebagai pendukung berdasarkan pendapat yang kuat. yaitu: 
     
  4. Sebagian besar anak sekolah masih dalam kondisi dinafkahi. Menurut pendapat yang unggul (ashah) orang yang sudah dicukupi dari nafkah tidak bisa menerima zakat karena tidak termasuk fakir miskin. 

    Khatib As-Syirbini menjelaskan dalam kaitan anak yang sedang mendapatkan nafkah wajib dari orang tua atau kerabat lainnya, menurut pendapat ashah ia tidak berhak menerima zakat. Sedangkan menurut pendapat kedua, anak yang masih dinafkahi berhak untuk menerima zakat karena masih membutuhkan kepada orang lain. 

    وَالْمَكْفِيُّ بِنَفَقَةِ قَرِيبٍ أَوْ) نَفَقَةِ (زَوْجٍ لَيْسَ فَقِيرًا) وَلَا مِسْكِينًا أَيْضًا فَلَا يُعْطَى مِنْ سَهْمِهِمَا (فِي الْأَصَحِّ) لِأَنَّهُ غَيْرُ مُحْتَاجٍ كَالْمُكْتَسِبِ كُلَّ يَوْمٍ قَدْرَ كِفَايَتِهِ وَالثَّانِي نَعَمْ لِاحْتِيَاجِهِمَا إلَى غَيْرِهِمَا 

    Artinya, “Dan orang yang berkecukupan dengan nafkah kerabat atau nafkah suami yang bukan fakir dan juga bukan miskin, maka ia tidak diberi dari bagian keduanya  menurut pendapat yang lebih tepat, karena tidak dalam keadaan membutuhkan, seperti orang yang memperoleh penghasilan setiap hari sesuai dengan kebutuhannya. Pendapat kedua: Ya (dapat menerima zakat) Karena mereka masih membutuhkan orang lain.” (Mughnil Muhtaj, [Mesir, Mushtafa Al-Babi Al-Halabi, 1958], juz III, halaman 107).
     
  5. Larangan untuk mengelola dan membelanjakan zakat. Menurut pendapat yang kuat (Al-Mazhab) pemerintah atau amil zakat tidak diperbolehkan membelanjakan harta zakat. 

    Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa pemerintah dan amil zakat tidak diperbolehkan untuk menjual harta zakat, mereka harus mendistribusikan zakat sesuai dengan barangnya, karena zakat adalah hak mustahik, sehingga tidak boleh melakukan transaksi apapun tanpa seizin pemiliknya. 

    (فَرْعٌ) قَالَ أَصْحَابُنَا لَايَجُوْزُ لِلْاِمَامِ وَلَا لِلسَّاعِي بَيْعُ شَيْءٍ مِنْ مَالِ الزَّكَاةِ مِنْ غَيْرِ ضَرُوْرَةٍ بَلْ يُوْصِلُهَا إِلَي الْمُسْتَحِقِّيْنَ بِأَعْيَانِهَا لِأَنَّ أَهْلَ الزَّكَاةِ أَهْلُ رُشْدٍ لَاوِلَايَةَ عَلَيْهِمْ فَلَمْ يَجُزْ بَيْعُ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ  …وَخَالَفَهُمُ الْبَغَوِي فَقَالَ إِنْ رَأَى الإِمَامُ ذَلِكَ فَعَلَهُ وَإِنْ رَأَى الْبَيْعَ وَتَفْرِقَةَ الثَّمَنِ فَعَلَهُ وَالْمَذْهَبُ اْلأَوَّلُ 

    Artinya, “(Cabang) Para sahabat kami (syafi’iyyah) berkata: Tidak boleh bagi imam atau amil menjual sebagian harta zakatnya tanpa keperluan, melainkan mereka harus menyerahkannya kepada yang berhak, karena orang yang menerima zakat adalah orang-orang yang berkemampuan dan tidak ada perwalian atas mereka, maka tidak boleh menjual harta mereka tanpa izin mereka.

    “Al-Baghawi tidak sependapat dengan mereka dan mengatakan bahwa jika imam melihat (penyerahan langsung) itu baik, maka dia bisa melakukannya, dan jika dia melihat penjualan dan membagikan uang hasil penjualannya adalah tindakan yang tepat, maka ia bisa melakukannya. Dan pendapat yang sesuai adalah Mazhab yang pertama.”  (Al-Majmu’, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2011], juz VII, halaman 215).
     
  6. Pendanaan program makan bergizi gratis sudah seharusnya dimaksimalkan dari kas negara. karena program tersebut merupakan salah satu program unggulan yang dianggap maslahat menurut pemerintah. 

    Abu Hamid Al-Ghazali menjelaskan bahwa dana maslahat digunakan untuk dua tujuan pokok. yaitu untuk orang-orang yang menangani maslahat atau kepentingan umum, dan untuk orang-orang yang membutuhkan dan tidak mampu mencari nafkah. (Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2011], juz X, halaman 380).



Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, dana zakat tidak dapat digunakan untuk membiayai program makan bergizi gratis karena zakat hanya dapat didistribusikan kepada delapan golongan yang telah ditentukan secara jelas dalam Al-Qur’an, dengan tujuan untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan. 
 

Tulisan ini berdasarkan pada pemahaman keagamaan normatif yang dipelajari oleh penulis melalui kitab-kitab mu’tabarah. Dalam implementasinya, pendanaan program makan bergizi gratis tentu harus selaras dengan regulasi kebijakan dan prioritas pemerintah dalam mewujudkan maslahat umat. Wallahu a’lam. 
 

 

Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar.