Syariah

Perintah Menanam Pohon dalam Al-Qur’an

Ahad, 3 Desember 2023 | 17:00 WIB

Perintah Menanam Pohon dalam Al-Qur’an

Menanam pohon. (Foto: NU Online/Freepik)

Menanam pohon adalah salah satu solusi paling murah dalam menangkal perubahan iklim di sekitar lingkungan kita. Seringkali kita mengabaikan pentingnya menanam pohon, padahal ada banyak manfaat yang telah kita rasakan dengan tumbuhnya pepohonan di sekitar kita.

Penebangan pohon hingga perusakan hutan telah menjadi masalah besar bagi kita semua. Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (FWI), deforestasi di Indonesia mengalami peningkatan dari sebelumnya 1,1 juta hektare per tahun pada periode 2008-2013, menjadi 1,47 hektare per tahun periode 2013-2017. Hal ini sejalan dengan semakin seringnya terjadi banjir bandang hingga tanah longsor di berbagai daerah.


Dalam Islam, Allah telah menciptakan tumbuh-tumbuhan sebagai sumber makanan yang kaya manfaat. Sedangkan manusia diperintahkan untuk menanam, menyirami serta menyerbukkan tanaman agar meraih hasil maksimal dari bibit tumbuhan yang telah diciptakan. Akan sulit bibit-bibit tumbuhan dapat menghasilkan buah yang ranum, pepohonan menjadi hijau dan besar bila tak ada campur tangan manusia di dalamnya. Hal ini sebagaimana dalam ayat al-Qur’an


وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا يَشْكُرُونَ.


Artinya: “Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari hasil usaha tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?”(QS. Yasin : 34-35)


Abdullah An-Nasafi dalam hal ini berpendapat dalam kitab Madarik at-Tanzil wa Haqaiq at-Takwil:


وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أي ومما عملته أيديهم من الغرس والسقي والتلقيح وغير ذلك من الأعمال إلى أن يبلغ الثمر منتهاه ، يعني أن الثمر في نفسه فعل الله وخلقه وفيه آثار من كد بني آدم.


Artinya: “Dan dari apa yang mereka usahakan, maksudnya adalah dari apa yang manusia kerjakan seperti menanam , menyirami, menyerbukkan tanaman dan selainnya dari perbuatan yang membuat buah-buahan matang sempurna. Pada dasarnya tumbuhnya buah-buahan adalah perbuatan dan ciptaan Allah akan tetapi di dalamnya tetap ada kerja keras dari manusia”.(An-Nasafi Abdullah, Madarik at-Tanzil wa Haqaiq at-Takwil [Darul Kalim Beirut 1998] juz.3 hal.103)


Dalam ayat yang lain, diceritakan bahwa Allah menciptakan berbagai macam buah-buahan memiliki rasa yang berbeda-beda, ada yang manis, ada yang masam, juga ada yang pahit. Padahal tanaman tersebut disirami dengan air yang sama rasanya. Misal contoh, kita menanam pohon mangga dan tomat kemudian kita menyirami keduanya dengan sumber air yang sama akan tetapi mangga dan tomat memiliki rasa bentuk dan warna yang jauh berbeda.


Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:


وَفِى الأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَوِرَتٌ وَجَنَّتٌ مِن أَعْنَبٍ وَزُرُوْع ٌوَنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرٌ صِنْوَانٍ يُسْقىَ بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلى بَعْضٍ فِي الأُكُل.


Artinya: “Dan di bumi terdapat bagian-bagian yang berdampingan , kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang; disirami dengan air yang sama, tetapi Kami lebihkan tanaman yang satu dari yang lainnya dalam hal rasanya” (QS. Ar-Ra’d ayat : 4)


Dalam ayat ini, Al-Qur’an menjelaskan bahwa bumi memiliki beragam karakter tanah yang bermacam-macam yang saling berdampingan, ada tanah yang berwarna merah, putih, hitam, berpasir, berbukit-bukit, dan lain sebagainya yang kesemuaannya ini saling berdampingan. Setiap tanah memiliki perbedaan kriteria tumbuhan dan pepohonan yang dapat tumbuh di atasnya. Begitu juga bentuk tanaman berbeda-beda meskipun dialiri air yang sama tetapi menumbuhkan bentuk pohon dan buah yang bermacam-macam. Dan ini semua adalah tanda keajaiban ciptaan Allah.(Lihat kitab At-Tafsir Al-Munir karya Dr. Wahbah Zuhaili [Darul Fikr Damaskus 1991] juz.13 hal.106)


Pada dasarnya, tumbuhnya pepohonan, sayur-sayuran serta buah-buahan adalah nikmat yang sangat besar dari Allah. Manusia sangat condong menyukai sayur-sayuran, buah-buahan juga pemandangan taman serta kebun yang indah menyejukkan mata. Akan tetapi, karunia ini akan lenyap seketika dengan datangnya hari kiamat. Oleh karena itu, manusia diajak untuk segera bertaubat kepada Allah sebelum datangnya hari kiamat dan tidak terlena dengan keindahan dunia yang bersifat sementara. Hal ini sebagaimana tertera dalam al-Qur’an:


فَأَنْبَتْنَا فِيْهَا حَبًّا وَعِنَبًا وَقَضْبًا وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا وَحَدَائِقَ غُلبًاوَفَاكِهَةً وَأَبَّا مَتَاعًا لَكُم وَلأَِنعَامِكُم.


Artinya: “Maka kami tumbuhkan biji-bijian, anggur, sayur-sayuran, zaitun, kurma dan kebun-kebun yang rindang serta buah-buahan dan rerumputan sebagai kesenangan untukmu serta hewan-hewan ternakmu” (QS. ‘Abasa : 27-32)


Walhasil, kita diajak untuk menanam pohon sebagai wujud sedekah dan bentuk rasa syukur atas ciptaan Allah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah:


 مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَو يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أو إِنْسَانٌ أَو بَهِيْمَةٌ إِلاَّ كَانَ بِهِ صَدَقَةٌ.


Artinya: “Tidaklah seorang Muslim menanam pohon ataupun menanam tanaman kemudian burung, manusia, hewan ternak memakan darinya melainkan ia mendapatkan sedekah”.(HR.Muslim)


Dari penjelasan ini, kita dapat memahami beberapa poin penting yaitu:

  1. Menumbuhkan tanaman adalah tugas manusia, karena bibit-bibit tumbuhan yang telah Allah ciptakan hanya dapat tumbuh dengan baik bila ada campur tangan manusia dalam menanam, menyirami serta merawatnya.
  2. Tanaman dapat tumbuh dengan baik bila ditanam di atas tanah yang tepat. Oleh karena itu, sangat penting bagi manusia untuk mempelajari ilmu pedologi, ilmu yang membahas seputar karakteristik, pemanfaatan serta kesuburan tanah.
  3. Keindahan sumber daya alam yang Allah ciptakan hendaknya membuat kita semakin ingat kepada Allah serta meyakini kebesaran-Nya. Jangan sampai kita terlena dengan kekayaan sumber daya alam yang Allah berikan hingga kita melupakan ketaatan kepada Allah.


Muhammad Tholchah Al Fayyadl, Mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Mesir