Tafsir

Surat An-Nisa' Ayat 32: Larangan Hasud atau Iri terhadap Orang Lain 

Rab, 22 Maret 2023 | 10:30 WIB

Surat An-Nisa' Ayat 32: Larangan Hasud atau Iri terhadap Orang Lain 

Ekspresi wajah (Ilustrasi: sbca.com)

Surat An-Nisa' Ayat 32 mengimbau umat manusia untuk menjauhi iri dengki terhadap kelebihan yang Allah berikan kepada sebagian makhluk-Nya.


وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا


Wa lā tatamannau mā fadhdhalallāhu bihī ba'dhakum 'alā ba'dh, lirrijāli naṣībum mimaktasabụ, wa lin-nisā`i naṣībum mimmaktasabn, was`alullāha min fadhlih, innallāha kāna bikulli syai`in 'alīmā.


Artinya: "Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS An-Nisa': 32).


Sababun Nuzul Surat An-Nisa' Ayat 32

Dalam Tafsirul Jalalain, secara ringkas Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa sababun nuzul ayat adalah ketika Ummu Salamah ingin mendapatkan pahala jihad sebagaimana para lelaki. Ia berkata: "Andaikan kami lelaki, maka kami akan berjihad, dan kami akan mendapatkan pahala seperti pahala para lelaki." (Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Futuhatul Ilahiyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 2018], juz II, halaman 45).


Sementara dalam Kitab Lubabun Nuqul, Imam As-Suyuthi menyebutkan dua riwayat secara lengkap. Riwayat pertama dari Ummu Salamah tersebut, dan riwayat kedua dari Ibnu Abbas. 


Secara berurutan, berikut ini riwayat lengkapnya:


عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أنَّها قالَتْ: يَغْزُو الرِّجالُ ولا يَغْزُو النَّسَاءُ، وإنَّما لَنَا نِصْفُ المِيراثِ، فَأنْزَلَ اللَّهُ: ولا تَتَمَنَّوْا ما فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكم عَلى بَعْضٍ. وَأَنْزَلَ فِيهَا: إنَّ المُسْلِمِينَ والمُسْلِماتِ [الأحزاب: ٣٥]. (رواه الترمذي والحاكم)


Artinya, "Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: 'Wahai Rasulullah, Para lelaki pergi berperang sementara para perempuan tidak berperang, dan bagi kami hanya mendapatkan separuh warisan mereka. Lalu Allah menurunkan ayat: 'Wa lā tatamannau mā fadhdhalallāhu bihī ba'dhakum 'alā ba'dh [An-Nisa': 32]. Dan berkaitan Ummu Salamah, Allah juga menurunkan ayat: 'Innal muslimina wal muslimat [Al-Ahzab: 35].'" (HR At-Tirmidzi dan Al-Hakim).


عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ قالَ: أتَتِ امْرَأةٌ النَّبِيَّ ﷺ فَقالَتْ: يا نَبِيَّ اللَّهِ، لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنْثَيَيْنِ، وشَهادَةُ امْرَأتَيْنِ بِرَجُلٍ، أفَنَحْنُ في العَمَلِ هَكَذا؟ إنْ عَمِلَتِ امْرَأةٌ حَسَنَةً كُتِبَتْ لَها نِصْفُ حَسَنَةٍ؟ فَأنْزَلَ اللّٰهُ: ولا تَتَمَنَّوْا، الآية ... رواه ابن أبي حاتم


Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: 'Ada seorang perempuan mendatangi Nabi saw. Lalu ia berkata: 'Wahai Nabi Allah, bagian waris bagi laki-laki seperti dua bagian waris perempuan dan kesaksian dua perempuan sama dengan kesaksian satu orang laki-laki. Apakah kami dalam amal juga seperti itu? Jika kami melakukan suatu kebaikan, maka dituliskan untuk kami separo kebaikan?' Lalu Allah menurunkan ayat: 'Wa lā tatamannau dan seterusnya sampai akhir ayat [An-Nisa': 32].'" (HR Ibnu Abi Hatim). (Jalaluddin As-Suyuthi, Lubabun Nuqul, [Beirut, Mu'assasatul Kutub At-Tsaqafiyah: 2002], halaman 75).


Ragam Tafsir Surat An-Nisa' Ayat 32

Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan munasabah atau kesesuaian ayat 32 dengan ayat sebelumnya. Menurutnya, dalam ayat ini Allah mencegah orang beriman dari sebagian perbuatan hati yaitu hasud (iri dan dengki) agar hatinya bersih; setelah dalam ayat sebelumnya, yaitu ayat 30-31, Allah telah mencegah mereka dari memakan harta secara jahat dan dari melakukan pembunuhan, agar sisi lahir mereka bersih. Jadi sama-sama mencegah orang beriman dari perbuatan yang diharamkan agar bersih lahir maupun batin.


Selain itu, setelah dalam ayat-ayat sebelumnya, persisnya ayat 11, Allah mengunggulkan bagian waris laki-laki di atas bagian waris perempuan, ayat 32 ini hadir untuk mencegah masing-masing laki-laki dan perempuan mengharapkan apa yang dimiliki lawan jenisnya. Karena hal itu akan menyebabkan timbulnya hasud dan kebencian. (Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 2009], juz V halaman 45).


Secara ringkas Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa maksud ayat adalah melarang orang dari berharap mendapatkan nikmat yang ada pada orang lain, baik nikmat yang bersifat duniawi maupun yang bersifat ukhrawi, supaya tidak menyeret pada sikap saling iri dan saling benci.


Laki-laki mempunyai pahala dari amal yang dilakukannya seperti jihad dan lainnya, demikian pula perempuan mempunyai pahala dari amal yang dilakukannya seperti ketaatan terhadap suami dan menjaga kehormatannya. (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain, II/45). 


Kita ketahui, terkadang wanita mengalami haid atau menstruasi, nifas dan semisalnya, sehingga puasa dan shalatnya tidak sesempurna laki-laki. Namun demikian, menarik sekali sabda Nabi Muhammad saw yang dikutip Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya:


إن للحامل منكن أجر الصائم القائم فإذا ضربها الطلق لم يدر أحد ما لها من الأجر، فإذا أرضعت كان لها بكل مصة أجر إحياء نفس


Artinya, "Sungguh bagi perempuan hamil dari kalian terdapat pahala lelaki yang puasa dan ibadah qiyamul lail. Kemudian ketika kelahiran datang kepadanya, maka tak ada seorangpun yang mengetahui seberapa besar pahalanya. Lalu bila ia menyusui bayinya, maka dengan setiap hisapan air susu ia mendapatkan pahala menghidupkan nyawa orang." (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Darul Fikr: 1981], juz X, halaman 83-84). 


Sementara Imam Ahmad As-Shawi menjelaskan secara terperinci. Tamanni dalam ayat maksudnya adalah mengharapkan sesuatu akan terjadi pada masa yang akan datang, berlawanan dengan istilah tahalluf yaitu mengharapkan sesuatu terjadi pada masa yang telah lewat. 


Menurut Imam As-Shawi, adapun hukumnya diperinci sebagaimana berikut:


Pertama, bila berharap nikmat milik orang lain beralih kepada dirinya, atau dengan harapan nikmat itu hilang dari orang lain tersebut, maka harapan seperti itu termasuk hasud yang tercela. Inilah hasud tercela yang secara jelas disebut dalam ayat lain:


أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ


Artinya, "Ataukah mereka (Ka'b bin Al-Asyraf dan ulama Yahudi lainnya) dengki kepada manusia (Muhammad) atas anugerah yang Allah telah berikan kepadanya?" (QS An-Nisa': 54).


Kedua, bila berharap mendapatkan nikmat seperti nikmat yang ada pada orang lain tanpa harapan nikmat itu hilang darinya, maka diperinci lagi hukumnya menjadi dua, yaitu:


Hukum pertama, bila nikmat yang diharapkan itu berupa ketakwaan, kesalehan, atau menginfakkan harta pada kebaikan, maka hukumnya sunah. 


Hukum kedua, bila nikmat yang diharapkan itu berupa harta, maka hukumnya boleh. Secara tegas Imam As-Shawi menyatakan, bila orang mengharapkan punya harta (seperti orang lain) agar kaya, maka boleh.


Dua perincian hukum terakhir ini sesuai dengan substansi sabda Nabi Muhammad saw:


لا حَسَدَ إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالا فسَلَّطَه على هَلَكَتِهِ في الخير، ورجل آتاه الله حِكْمَة فهو يقضي بها ويُعَلِّمَها. (‏متفق عليه‏)‏‏


Artinya, "Tidak boleh hasud kecuali pada dua orang: (1) orang yang Allah beri harta lalu ia kuasakan dirinya untuk menggunakannya pada jalan yang benar; dan (2) orang yang Allah beri hikmah, lalu ia membuat keputusan hukum denganya dan mengajarkannya."  (Muttafaqun 'Alaih). (Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hasyiyatus Shawi 'ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Jil], juz I, halaman 203).


Demikian inilah maksud frasa ayat:


وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ


Artinya: "Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan."


Mudahnya, janganlah kalian laki-laki dan perempuan saling iri satu sama lainnya, laki-laki sudah punya potensi pahala dari amal-amalnya, demikian pula perempuan.


Kemudian Allah berfirman dalam penghujung ayat:


وَاسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا


Artinya, "Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."


Merujuk penafsiran Imam Fakhruddin Ar-Razi, frasa "was`alullāha min fadhlih", dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya, merupakan peringatan bagi manusia agar ketika berdoa tidak meminta sesuatu secara khusus, akan tetapi cukup meminta anugerah Allah secara mutlak yang dapat menjadi sebab kebaikan bagi dirinya, baik untuk urusan duniawi maupun urusan ukhrawi.


Sedangkan frasa "innallāha kāna bi kulli syai`in 'alīmā", sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, maknanya adalah Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang baik bagi orang-orang yang berdoa. Karena itu hendaknya orang berdoa secara umum saja dan jangan sampai berdoa meminta sesuatu secara khusus atau tertentu. Karena terkadang sesuatu yang diminta secara khusus itu sebenarnya menjadi mafsadah dan bahaya baginya. Wallahu a'lam. (Ar-Razi, X/84).


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.