Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 28: Manusia yang Tercipta Sebagai Makhluk Lemah

Kam, 16 Maret 2023 | 09:00 WIB

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 28: Manusia yang Tercipta Sebagai Makhluk Lemah

Kitab Tafsir (Ilustrasi: NU Online)

Surat An-Nisa ayat 28 menjelaskan kelemahan manusia secara alamiah. Surat An-Nisa ayat 28 menjelaskan bahwa manusia di desain sebagai makhluk yang lemah.


يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا


Yurīdullāhu ayyukhaffifa 'ankum wa khuliqal insānu dha'īfā.


Artinya, “Allah menghendaki meringankan kalian dalam hukum-hukum agama sementara manusia diciptakan dalam kondisi lemah.” (An-Nisa’: 28).


Ragam Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 28

Ayat 28 surat An-Nisa' memuat dua pembahasan utama, yaitu tentang kehendak Allah memberi keringanan kepada umat Nabi Muhammad saw dan tentang keadaan manusia yang diciptakan dalam kondisi lemah.


Imam Abu Ja'far At-Thabari mengatakan, makna ayat “yurīdullāhu ayyukhaffifa 'ankum”, Allah menghendaki meringankan kalian, adalah Allah menghendaki memberi keringanan kepada kalian umat Nabi Muhammad saw, yaitu dengan diberi izin menikahi budak perempuan yang beriman ketika tidak mampu membayar mahar untuk menikahi perempuan merdeka. Karena kalian diciptakan dalam kondisi lemah dari menahan diri untuk tidak mengakses kebutuhan seksual atau bersetubuh dengan perempuan. Karena itulah Allah mengizinkan lelaki untuk menikahi budak perempuan saat tidak mampu membayat mahar bagi wanita merdeka, agar tidak melakukan perzinaan.


Penafsiran At-Thabari ini sesuai dengan penafsiran ulama sebelumnya semisal Mujahid, Ibnu Zaid dan Imam Thawus. (Muhammad bin Jarir At-Thabari, Jami'ul Bayan fi Ta'wilil Qur'an, [Muassasatur Risalah: 2000], juz VIII, halaman 215).


Bila kita mengikuti penafsiran Imam At-Thabari, maka ayat 28 surat An-Nisa' menjadi penegas ayat 25, yang—dalam konteks masih berlakunya perbudakan—membolehkan lelaki menikahi budak perempuan dengan syarat tertentu, sebagaimana telah dijelaskan dalam tulisan berjudul Tafsir Surat An-Nisa' Ayat 25: Kupas Tuntas Perkawinan Budak Perempuan di Zamannya .

 

Tapi apakah keringanan yang dimaksud dalam ayat hanya sebatas keringanan kebolehan menikahi budak perempuan dengan syarat tertentu, atau lebih luas dari itu?


Merujuk penjelasan Imam Fakhurddin Ar-Razi, dalam hal ini ada dua pendapat:

  1. Yang dikehendaki ayat adalah keringanan dalam hal kebolehan menikahi budak perempuan, seperti pendapat Imam Mujahid dan Muqatil.
  2. Yang dikehendaki ayat adalah keringanan dalam seluruh hukum syariat dan dalam seluruh hal yang Allah mudahkan kepada kita sebagai anugerah darinya, dimana Allah memberi kemudahan agama kepada umat Nabi Muhammad saw tidak sebagaimana Allah memberi ajaran yang berat kepada Bani Israel dan umat terdahulu lainnya.


Pendapat kedua ini sesuai dengan ayat-ayat lain, yang di antaranya adalah:


يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ


Artinya, “Allah menghendaki kemudahan pada kalian dan tidak menghendaki kesulitan pada kalian.” (Al-Baqarah: 185).


وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ فِى الدّينِ مِنْ حَرَجٍ


Artinya, “Dan Allah tidak menjadikan kesulitan pada kalian dalam masalah agama.” (Al-Hajj: 78).


Demikian pula sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw:


جِئْتُكُمْ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّهْلَةِ السَّمْحَةِ


Artinya, “Aku datang kepada kalian dengan membawa ajaran agama yang condong dari keyakinan-keyakinan keliru sekaligus yang mudah.”


Demikian dijelaskan oleh Imam Ar-Razi. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2000], juz X, halaman 55).


Kemudian berkaitan dengan frasa “wa khuliqal insānu dha'īfā”, sementara manusia diciptakan dalam kondisi lemah, maka tiga pendapat.


Pendapat pertama, maksud manusia diciptakan dalam kondisi lemah adalah lelaki lemah terhadap godaan perempuan. Seperti pernyataan Imam Thawus yang menafsiri ayat frasa “wa khuliqal insānu dha'īfā”, maksudnya lemah dalam urusan perempuan. Titik kelemahan lelaki ada pada urusan perempuan. Imam At-Thabari meriwayatkan:


حدثنا الحسن بن يحيى قال، أخبرنا عبد الرزاق قال، أخبرنا معمر، عن ابن طاوس، عن أبيه: وخلق الإنسان ضعيفًا، قال: في أمور النساء. ليس يكون الإنسان في شيء أضعفَ منه في النساء


Artinya, “Al-Hasan bercerita kepadaku, ia berkata: “Abdurrazzaq mengabariku: “Mu'ammar mengabariku: “Diriwayatkan dari Ibnu Thawus, dari ayahnya tentang ayat “Wa khuliqal insānu dha'īfā”. Imam Thawus berkata: “Yaitu diciptakan dalam kondisi lemah dalam urusan perempuan. Tidaklah manusia (lelaki) lebih lemah dalam menghadapi sesuatu daripada dalam menghadapi urusan perempuan.” (At-Thabari, VIII/216).


Pendapat kedua, maksud manusia diciptakan dalam kondisi lemah adalah lemah dapat dipengaruhi hawa nafsu sehingga melakukan penyimpangan.


Pendapat ketiga, maksud manusia diciptakan dalam kondisi lemah adalah dilihat pada asal ciptaannya, karena diciptakan dari air mani yang hina. (Ali bin Muhammad Al-Khazin, Tafsirul Khazin, [Beirut, Darul Fikr: 1979], juz I, halaman 512).


Dari ragam penafsiran para ulama di atas secara umum didapat pemahaman bahwa Allah menghendaki memberi keringanan pada umat Nabi Muhammad saw, karena pada dasarnya manusia diciptakan dalam kondisi lemah.

 

Lelaki sangat lemah dalam menghadapi urusan perempuan. Manusia, baik laki-laki ataupun perempuan lemah dalam menghadapi pengaruh hawa nafsunya. Demikian pula manusia lemah sejak awal diciptakannya, yaitu tercipta dari air mani yang hina. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.