Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 132: Wasiat Menjaga Keimanan sampai Ajal Menjemput

NU Online  ·  Rabu, 21 Agustus 2024 | 14:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 132: Wasiat Menjaga Keimanan sampai Ajal Menjemput

Ilustrasi Al-Qur'an dan Ka'bah. Sumber: Canva/NU Online

Salah satu faktor yang menjadikan Nabi Ibrahim as. mendapatkan kedudukan mulia dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat, seperti yang disebut dalam ayat 131 adalah karena Islam, yang secara makna yang hakiki adalah penyerahan diri (tunduk) sepenuhnya kepada Allah. 


Setelah mengetahui hal tersebut, Nabi Ibrahim pun ingin menghendaki kebaikan bagi keturunannya. Oleh karena itu, beliau mewasiatkan agama yang lurus kepada mereka. Begitu pula yang dilakukan oleh Nabi Ya'qub. Wasiat keduanya diabadikan oleh Allah swt. melalui firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 132. Berikut adalah teks, transliterasi, terjemah dan kutipan beberapa tafsir ulama terhadap Surat Al-Baqarah ayat 132:


وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَۗ ۝١٣٢


wa washshâ bihâ ibrâhîmu banîhi wa ya‘qûb, yâ baniyya innallâhashthafâ lakumud-dîna fa lâ tamûtunna illâ wa antum muslimûn


Artinya: “Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya'qub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 132).


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 132

Secara garis besar, surat al-Baqarah ayat 132 ini mengandung bahasan utama perihal wasiat Nabi Ibrahim & Nabi Ya’qub kepada anak cucunya agar menetapi agama Islam. Kedua nabi bagi agama-agama besar di dunia itu mewasiatkan Islam karena bagi keduanya agama inilah yang benar.


Tafsir Al-Qurthubi

Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, wasiat yang dimaksud dari frasa وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ adalah ‘agama’. Namun, menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah ucapan Nabi Ibrahim dalam ayat sebelumnya, yaitu أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعالَمِينَ, artinya "Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam."


Menurut Imam Qurthubi, pendapat yang kedua inilah pendapat yang lebih benar. Alasannya, ungkapan tersebut merupakan ungkapan terdekat yang baru diucapkan. Sehingga ungkapan wasiatnya kurang lebih menjadi seperti ini, “Ucapkanlah, ‘Kami telah tunduk’.”


Lebih detail lagi, menurut Imam Qurthubi frasa فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَۗ  meskipun ringkas, namun mengandung nilai Balaghah yang tinggi. Makna dari firman ini kira-kira begini:


الْزَمُوا الْإِسْلَامَ وَدُومُوا عليه ولا تفارقوه حَتَّى تَمُوتُوا.


Artinya: “Teruslah berpegang teguh pada Islam dan konsisten terhadap ajarannya, jangan pernah meninggalkannya hingga kalian wafat.” (Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyyah, 1964], jilid II, hal. 136-137).


Menurut Imam Qurthubi, dalam frasa di atas Allah menggunakan kata yang mengandung kehendak-Nya, sekaligus nasihat dan peringatan akan kematian yang tidak seorang pun mengetahui kapan ajalnya menjemput.

 

Dengan demikian, perintah konsisten dalam berpegang teguh kepada Islam merupakan instruksi yang paten hingga ajal menjemput. (Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyyah, 1964], jilid II, hal. 137).


Tafsirul Munir

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsirul Munir mengatakan, dalam ayat ini Nabi lbrahim menghendaki kebaikan bagi keturunannya. Oleh karena itu, beliau mewasiatkan agama yang lurus kepada mereka. Begitu pula yang dilakukan oleh Nabi Ya'qub. Keduanya berkata kepada anak-anak mereka:


إن الله اختار لكم هذا الدين-دين الإسلام، الذي لا يتقبل الله سواه، فاثبتوا على الإسلام لله، ولا تفارقوه، حتى لا تفاجأكم المنية، وأنتم على غير الدين الحق الذي اصطفاه لكم ربكم.


Artinya: "Allah telah memilihkan agama ini untuk kalian, yaitu Islam, yang mana agama lainnya tidak diterima di sisi-Nya. Oleh karena itu, teguhlah kalian dalam Islam karena Allah. Jangan meninggalkannya, agar kematian tidak mengejutkan kalian dalam keadaan tidak berada pada agama yang benar, yang telah dipilihkan oleh Allah untuk kalian." (Syekh Wahbah Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1991 M], jilid II, hal. 318).


Syekh Wahbah memaparkan, dalam perkataan Nabi Ibrahim dan Yaqub di atas terdapat suatu petunjuk bahwa pintu harapan masih terbuka bagi orang-orang menyimpang agar kembali kepada Allah dan berpegang teguh kepada agama sebelum datangnya kematian. Kemudian, Nabi Ibrahim dan Ya'qub mewasiatkan berpegang teguh pada Islam karena dialah agama yang benar. 


Syekh Wahbah juga menjelaskan keturunan Nabi Ibrahim. Anak-anak Ibrahim dari Siti Hajar (seorang wanita berbangsa Mesir) adalah Isma'il.  Ia adalah putra sulung Ibrahim yang dibawa ke Makkah sejak masih bayi, atau spesifiknya ketika berumur dua tahun. Ia lahir 14 tahun sebelum adiknya, Ishak, dan meninggal dalam umur 137 tahun. Ia putra yang disembelih, menurut pendapat yang masyhur. 


Anak Ibrahim yang kedua adalah Ishak. Ibunya adalah Sarah. Dialah putra yang disembelih menurut pendapat yang lain, dan pendapat kedua ini lebih absah menurut Imam Qurthubi. Dari Nabi Ishak inilah lahir bangsa Romawi, Yunani, Armenia, dan lain-lain, termasuk Bani Israil.

 

Nabi Ishak hidup sampai umur 180 tahun. Beliau meninggal di Tanah Suci Yerusalem dan dimakamkan di samping pemakaman ayahnya, Ibrahim. Nabi Ya'qub sendiri termasuk di antara orang-orang yang diberi wasiat oleh Nabi Ibrahim as.


Selanjutnya, Syekh Wahbah menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebut Nabi Ya'qub pernah melihat kakeknya, Ibrahim, sebab ia lahir setelah Ibrahim wafat. 


Nabi Ya’qub kemudian berwasiat kepada anak-anaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Ya’qub hidup sampai umur 147 tahun dan wafat di Mesir. Beliau berwasiat agar jenazahnya dibawa ke Tanah Suci dan dikebumikan di samping ayahnya, Ishak. Oleh karena itu, Nabi Yusuf pun membawanya dan mengebumikannya di sana. (Tafsirul Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1991 M], jilid II, hal. 319).


Tafsir At-Tahrir wat Tanwir

Syekh Ibnu ‘Asyur dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa wasiat Ibrahim dan Ya’qub dalam ayat ini mungkin diungkapkan oleh mereka dalam dua keadaan. Pertama, bisa saja wasiat tersebut diucapkan beliau berdua ketika akan wafat seperti yang diisyaratkan oleh ayat setelahnya, yaitu:

 

اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ


idz ḫadlara ya‘qûbal-mautu


Artinya: “...Menjelang kematian Ya‘qub...” (QS. Al-Baqarah [2]: 132).


Kedua, bisa saja wasiat tersebut diucapkan mereka berdua ketika timbul praduga akan hilangnya keislaman pada anak cucu mereka. (Tafsir at-Tahrir wat Tanwir, [Tunisia: Ad-Darut Tunisia, 1984], jilid I, hal. 728).


Walhasil, dari paparan di atas kita dapat memahami bahwa ayat 132 surat al-Baqarah mengajak kita untuk merenungi kembali wasiat yang diberikan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub terhadap anak cucu mereka agar berpegang teguh pada Islam. Keduanya berwasiat demikian karena Islam adalah satu-satunya agama yang diterima oleh Allah. Wallahu a’lam.

 

Ustadz M. Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Jawa Tengah