Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 172: Meskipun Halal, Jangan Berlebiha​​​​​​​n Mengonsumsi Rezeki

Sab, 14 Januari 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 172: Meskipun Halal, Jangan Berlebiha​​​​​​​n Mengonsumsi Rezeki

Ilustrasi: Ad-Durrul Mantsur karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi (U Online - Ahmad Muntaha AM)

Berikut ini adalah teks, terjemahan, kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 172:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ


Yā ayyuhalladzīna āmanū kulū min thayyibāti mā razaqnākum wasykurū lillāhi ing kuntum iyyāhu ta‘budūn.

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah apa-apa yang baik yang Kami anugerahkan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya menyembah kepada-Nya”.

 


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 172

Ayat 172 surat Al-Baqarah merupakan bentuk penghormatan Allah kepada orang-orang yang beriman setelah sebelumnya, pada ayat 168, Allah menggunakan panggilan menyeluruh kepada seluruh umat manusia. Pada ayat ini Allah memberi perintah kepada orang-orang beriman untuk memakan makanan yang halal lagi baik, sekaligus juga sebagai dasar perintah untuk selalu bersyukur kepada Allah. 
 


Imam Al-Alusi Al-Baghdadi menjelaskan ada dua kemungkinan maksud ayat 172 surat Al-Baqarah:


والأية إما أمر للمؤمنين بما يليق بشأنهم من طلب الطيبات وعدم التوسع فى تناول ما رزقوا من الحلال وذا لم يستفد من الأمر السابق، وإما أمر لهم على طبق ما تقدم إلا أن فائدة تخصيصهم بعد التعميم تشريفهم بالخطاب وتمهيد لطلب الشكر


Artinya, “Ayat tersebut adakalanya merupakan perintah bagi orang-orang beriman untuk melakukan hal yang layak bagi mereka dengan mencari makanan-makanan yang halal; dan untuk tidak terlalu berlebihan dalam mengonsumsi rezeki halal. Hal ini tidak diperoleh dari peritah sebelumnya. Adakalanya ayat tersebut merupakan perintah Allah bagi mereka sesuai dengan penjelasan sebelumnya, akan tetapi faidah disebutnya mereka orang-orang beriman secara khusus setelah pada sebelumnya disebutkan secara umum ialah untuk memuliakan mereka dengan dipanggil Allah dan sebagai dasar untuk perintah bersyukur”. (Mahmud Al-Alusi, Ruhul Ma’ani, [Beirut, Ihya'ut Turats Al-'Arabi], juz II, halaman 41).


Syekh Nawawi Banten dalam tafsirnya menjelaskan lafal “Yā ayyuhalladzīna āmanū kulū min thayyibāti mā razaqnākum”, maksudnya wahai orang-orang beriman makanlah kalian dari makanan-makanan halal lagi baik dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan ternak yang kami berikan kepada kalian. 


Makna “wasykurū lillāhi” adalah bersyukurlah kalian terhadap rezeki yang telah Allah anugerahkan.  Adapun makna “ing kuntum iyyāhu ta‘budūn” ialah jika memang kalian hanya beribadah kepada Allah dan mengakui bahwa Allah yang telah memberi nikmat, bukan yang lain. Karena syukur adalah pangkal ibadah. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, juz I, halaman 40).


Makna dari ayat tersebut, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk selalu menjaga makanannya karena dapat menjadi sebab diterimanya doa dan ibadah seorang hamba. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa memakan makanan halal merupakan sebab diterimanya doa dan ibadah, sebagaimana halnya memakan makanan haram mencegah diterimanya doa dan ibadah”. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wat Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 480).


Dalam riwayat lain, Imam As-Suyuthi dalam tafsirnya mengutip dari Imam Ahmad, Muslim, At-Tirmidzi, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim. Mereka menyampaikan riwayat dari Abu Hurairah yang menjelaskan pentingnya menjaga makanan, dengan menyandingkan hal itu dengan perintah terhadap para rasul:


قال رسول الله: إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا، وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال: يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحا إني بما تعملون عليم. وقال: يا أيها الذين أمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم. ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء، يا رب يا رب، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسه حرام وغذي بالحرام، فأنى يستجاب لذلك


Artinya: “Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah ialah Dzat yang Maha Baik, tidak menerima kecuali hal yang baik. Allah memerintahkan orang-orang beriman seperti halnya Ia memerintah para rasul. Kemudian Nabi membaca surat Al-Mu’minun ayat 51: “Wahai para Rasul makanlah dari yang baik-baik dan lakukanlah amal saleh, sungguh Aku Maha mengetahui terhadap apa yang kalian lakukan.” Nabi saw juga membaca surat Al-Baqarah ayat 172: Wahai orang-orang yang beriman, makanlah apa-apa yang baik yang Kami anugerahkan kepada kalian. Kemudian Nabi saw menuturkan seorang lelaki yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan semrawut dan berdebu. Ia mengangkat tangannya ke arah langit berdoa: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku”, sedangkan makanan, minuman, pakaian dan tenaganya dari sesuatu yang haram. Bagaimana ia akan dikabulkan doanya?” (Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Durrul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, [Beirut, Darul Fikr, 1433 H/2011 M), juz I halaman 406).


Dari uraian di atas dapat dipaham pentingnya orang-orang beriman menjaga makanannya, karena akan menjadi sebab amalnya diterima atau tidak. Demikian pula agar selalu ingat untuk tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan, meskipun halal. Selain juga merupakan pengingat agar selalu bersyukur terhadap pemberian Allah swt. 

 


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.