Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 41

Sel, 5 Januari 2021 | 11:45 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 41

Surat Al-Baqarah ayat 41 mengimbau Ahli Kitab agar tidak menjadi orang pertama yang mengingkari Al-Qur’an karena generasi mereka berikutnya akan mengikuti kekufuran mereka.

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 41:


وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ


Wa āminū bi mā anzaltu mushaddiqan li mā ma‘akum, wa lā takūnū awwala kāfirim bihī, wa lā tasytarū bi āyātī tsamanan qalīlan, wa iyyāya fattaqūni.


Artinya, “Imanlah kalian (Yahudi-yahudi Madinah) kepada apa yang telah Kuturunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat). Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Jangan kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah. Hanya kepada-Ku hendaknya kalian takut,” (Surat Al-Baqarah ayat 41).


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 41

Syekh Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 41 mengajak Ahli Kitab untuk beriman kepada Al-Qur’an karena Al-Qur’an dan Taurat memiliki kesamaan kandungan dalam hal tauhid dan kenabian.


Surat Al-Baqarah ayat 41 mengimbau Ahli Kitab agar tidak menjadi orang pertama yang mengingkari Al-Qur’an karena generasi mereka berikutnya akan mengikuti kekufuran mereka. Sedangkan dosa kufur generasi berikutnya juga menjadi tanggungan mereka.


Surat Al-Baqarah ayat 41 mengingatkan Ahli Kitab agar tidak mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yang tercantum di kitab suci mereka dengan harta benda duniawi dengan menyembunyikan sifat-sifat nabi akhir zaman yang dijanjikan karena takut kehilangan “upeti” yang selama ini mereka nikmati dari kalangan awam mereka.


Surat Al-Baqarah ayat 41 mengingatkan Ahli Kitab agar takut hanya kepada Allah, bukan selain-Nya termasuk dalam bentuk kehilangan “upeti.”


Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, mengatakan Surat Al-Baqarah ayat 41 turun perihal Ka’ab bin Asyraf pemuka-pemuka agama, dan tokoh-tokoh masyarakat Yahudi Madinah.


Lalu bagaimana memahami Surat Al-Baqarah ayat 41 terkait larangan terhadap Ahli Kitab sebagai orang pertama yang ingkar terhadap Al-Qur’an? Padahal, bangsa Quraisy di Makkah telah lebih dahulu mengingkari Al-Qur’an sebelum keingkaran umat Yahudi Madinah.


Imam Al-Baghowi mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 41 melarang para pemuka Ahli Kitab di Madinah untuk ingkar terhadap Al-Qur’an karena kekufuran mereka akan diikuti oleh umat yang selama ini menjadi pengikut mereka sehingga dosa kufur pemuka Ahli Kitab memberikan jalan bagi dosa kufur pengikut mereka.


Imam Al-Baghowi juga menceritakan bahwa selama ini para pemuka dan tokoh masyarakat Yahudi setiap tahun menarik upeti dari hasil pertanian, perahan susu ternak, dan peredaran mata uang dari lingkungan masyarakat awam mereka. 


Mereka khawatir akan kehilangan itu semua bila mengungkapkan jujur sifat-sifat Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Taurat mereka karena mereka kemudian akan mengikuti ajaran nabi akhir zaman tersebut. Mereka khawatir akan kehilangan pendapatan mereka dari upeti itu sehingga mereka mengubah sifat dan menyembunyikan nama Nabi Muhammad SAW. Mereka memilih dunia daripada akhirat.


Imam Al-Baidhawi dalam kitab tafsirnya Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 41 menganjurkan Ahli Kitab untuk beriman kepada Al-Qur’an yang maksudnya adalah perintah untuk memenuhi janji mereka sendiri terhadap Allah.


Surat Al-Baqarah ayat 41, kata Imam Al-Baidhawi, mengatakan, Al-Qur’an membenarkan kitab-kitab suci sebelumya sesuai dengan yang disifatkan pada semua kitab tersebut atau sesuai dengan cerita-cerita nabi semelumnya, janji-janji ilahi, ajakan untuk bertauhid, perintah ibadah, perintah untuk berbuat adil, dan larangan terhadap perbuatan maksiat dan keji.


Adapun perbedaan syariat yang bersifat furu’iyah, kata Imam Al-Baidhawi, didasarkan pada pertimbangan perbedaan zaman yang menuntut kemaslahatan yang juga berbeda sesuai zamannya. Bahkan, kalau saja nabi-nabi terdahulu dihidupkan kembali di hari ini, niscaya mereka akan diberikan wahyu sesuai dengan zaman kini. Oleh karenanya, Rasulullah bersabda, “Andai Musa hidup, niscaya tidak aka nada keluasan baginya kecuali mengikuti (syariat)ku.”


Menurut Imam Al-Baidhawi, Ahli Kitab di Madinah wajib menjadi orang pertama yang beriman kepada Al-Qur;an karena mereka adalah orang yang menyaksikan dan mengetahui mukjizat Nabi Muhammad SAW. Mereka juga kelompok yang tertolong oleh kehadiran Nabi Muhammad SAW. Mereka juga kelompok Ahli Kitab yang berbahagia karena mengalami zaman nabi akhir zaman yang dijanjikan di kitab-kitab suci sebelumnya.


Upeti sebagai kenikmatan dunia yang Ahli Kitab terima dari masyarakat awam mereka selama ini sebesar apapun itu, kata Imam Al-Baidhawi, terbilang kecil dan murah jika dinisbahkan dengan kerugian mereka di akhirat karena kekufuran mereka.


Sebagian ulama tafsir, kata Imam Al-Baidhawi, mengatakan bahwa pemuka Ahli Kitab selama ini menjadi tokoh masyarakat Yahudi dan hidup dari upeti serta hadiah masyarakatnya. Mereka khawatir kehilangan itu semua ketika mereka bersikap jujur. Sebagian ahli tafsir yang lain mengatakan, para pemuka Ahli Kitab kerap memungut uang suap, lalu mereka mengubah dan menyembunyikan kebenaran.


Adapun Imam Ibnu Katsir menambahkan, kata “bihī” pada Surat Al-Baqarah ayat 41 dapat merujuk pada Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Menurut Ibnu Katsir, keduanya mulazamah yang tidak dapat dipisahkan. Siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an, niscaya ia mengingkari Nabi Muhammad SAW. Siapa saja yang mengingkari Nabi Muhammad SAW, niscaya ia mengingkari Al-Qur’an. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)