Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 44

Sab, 9 Januari 2021 | 06:15 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 44

Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, kata “al-birru” atau kebaktian memiliki arti kebaikan yang luas. Kata “al-birru” adalah angkasa luas kebaktian yang mencakup segala kebaikan. 

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 44:


أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ


A ta’murūnan nāsa bil birri wa tansawna anfusakum wa anum tatlūnal kitāba, a fa lā ta‘qilūna.


Artinya, “Mengapa kalian menganjurkan orang lain untuk berbakti, sedangkan kalian melupakan diri sendiri, padahal kalian membaca kitab suci? Tidakkah kalian berpikir?” (Surat Al-Baqarah ayat 44).


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 44

Imam Jalaluddin dalam Tafsirul Jalalain mengatakan, “Mengapa kalian wahai Bani Israil menganjurkan orang lain untuk berbakti,” beriman kepada Muhammad, “sedangkan kalian melupakan diri sendiri,” membiarkannya, tidak memerintahkannya.


“Padahal kalian membaca kitab suci (Taurat yang isinya juga mengancam mereka yang ucapannya menyalahi perbuatannya)? Tidakkah kalian berpikir (atas buruknya perbuatan kalian)?”


Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, kata “al-birru” atau kebaktian memiliki arti kebaikan yang luas. Kata “al-birru” adalah angkasa luas kebaktian yang mencakup segala kebaikan. 


Ada juga ulama mengatakan, kebaktian itu mengandung tiga hal, yaitu kebaktian dalam ibadah kepada Allah, kebaktian dalam menjaga hubungan dengan kerabat, dan kebaktian dalam berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan Ahli Kitab membiarkan diri tidak berbuat kebaktian.


Surat Al-Baqarah ayat 44, kata Imam Al-Baidhawi berdasarkan riwayat Ibnu Abbas RA, turun perihal pemuka-pemuka agama Yahudi. Mereka menganjurkan secara perlahan orang-orang yang mereka nasihati untuk mengikuti Nabi Muhammad SAW. Tetapi mereka sendiri tidak melakukannya.


Ada juga, kata Al-Baidhawi, ulama yang menafsirkan, para pemuka Yahudi menganjurkan umatnya untuk bersedekah. Sedangkan mereka sendiri tidak bersedekah. Padahal, mereka membaca Kitab Taurat yang isinya mengancam mereka yang ingkar, tidak berbakti, dan ucapannya menyalahi perbuatan.


Pada akhir Surat Al-Baqarah ayat 44, Allah mengecam buruknya perbuatan mereka. Perbuatan buruk itu yang menghalangi mereka dari Allah. Apakah mereka memiliki pikiran yang mencegah mereka dari perbuatan buruk tersebut?


Kata “al-aqlu”, kata Al-Baidhawi, secara bahasa berarti “menahan” karena daya nalar manusia dapat menahannya dari perbuatan keji dan dapat membantunya dalam menalar perbuatan baik. Tetapi ayat ini secara umum mengkritik orang yang menasihati orang lain. Sedangkan ia tidak mencegah dirinya sendiri dari perbuatan buruk tersebut. Perbuatan mereka ini laksana perbuatan orang bodoh terhadap syariat atau perbuatan orang dungu tanpa pikiran.


Tetapi harus dipahami juga, Surat Al-Baqarah ayat 44 menganjurkan orang-orang yang menasihati untuk menyucikan dan memerhatikan batinnya untuk mendekati kesempurnaan sehingga yakin, lalu dapat meyakinkan orang lain. Surat Al-Baqarah ayat 44 bukan bermaksud melarang orang yang fasik untuk menasihati orang lain.


Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 44 turun mengenai ulama Yahudi. Ceritanya, ketika ditanya perihal Nabi Muhammad SAW, salah seorang pemuka Yahudi berkata kepada kerabat dan sahabatnya yang Muslim, “Teguhlah memegang agamanya karena urusannya itu kebenaran dan ucapannya jujur.”


Ada juga, kata Al-Baghowi, ulama yang menafsirkan, Surat Al-Baqarah ayat 44 ditujukan kepada pemuka Yahudi yang memerintahkan umatnya untuk berpegang teguh kepada Taurat. Tetapi mereka sendiri menyalahi dan mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad SAW.


Para pemuka Yahudi melupakan diri mereka dalam kebaikan tersebut. Mereka tidak mengikuti perintah kitab suci. Padahal mereka membaca Taurat yang mana di dalamnya mengandung ciri dan sifat Nabi Muhammad SAW. “Apakah kalian tidak berpikir” bahwa ia adalah kebenaran lalu kalian mengikutinya?


Aqal” diambil dari “iqalid dābbah” atau tali pengikat hewan seperti unta agar tidak lepas melarikan diri. Demikian juga akal, kata Imam Al-Baghowi, yang mencegah orang yang memiliki akal dari kekufuran dan keingkaran.


Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsir Al-Munir menyebut salah satu sababun nuzul Surat Al-Baqarah ayat 44. Ia mengutip As-Suddi, Bani Israil di Madinah menganjurkan ornag lain untuk menaati, bertakwa, dan berbakti kepada Allah. Sedangkan perbuatan mereka sendiri menyalahi ucapan. Oleh karena itu, Allah mencela perbuatan buruk mereka. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)