Tafsir MUNAS-KONBES NU 2025

Tafsir Surat Hud 120 yang Dibaca Rais ‘Aam PBNU di Puncak Harlah Ke-102 Nahdlatul Ulama

Rabu, 5 Februari 2025 | 22:15 WIB

Tafsir Surat Hud 120 yang Dibaca Rais ‘Aam PBNU di Puncak Harlah Ke-102 Nahdlatul Ulama

Tafsir Surat Hud 120 yang dibaca Rais ‘Aam PBNU (freepik)

Peringatan puncak Hari Lahir (Harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) berlangsung penuh hikmat dengan pembacaan Surat Hud ayat 120 oleh Rais ‘Aam PBNU, Kiai Miftachul Akhyar. Dalam acara tersebut, beliau menekankan nilai-nilai perjuangan para Nabi dan Rasul yang menjadi teladan bagi umat Islam, termasuk dalam perjuangan Nahdlatul Ulama selama lebih dari satu abad.
 

Dalam tausiyahnya, Kiai Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa ayat 120 dari Surat Hud mengandung pelajaran berharga tentang kisah para Nabi terdahulu yang dipilih oleh Allah swt untuk memperjuangkan kebenaran. Mereka menghadapi berbagai tantangan, ancaman, serta tuduhan yang tidak layak bagi martabat mereka. Kisah-kisah ini, menurutnya, merupakan bentuk cinta Allah kepada Nabi Muhammad saw, sekaligus menjadi penguat hati dalam menghadapi ujian perjuangan.
 

“Kisah-kisah para Nabi ini adalah cerita cinta yang memantapkan hati, agar perjuangan tidak berhenti meskipun menghadapi rintangan, hinaan, dan tudingan,” ujar Kiai Miftachul Akhyar di hadapan para hadirin yang hadir dalam acara puncak Harlah NU, Rabu [5/2/2025]. 
 

“Perjuangan ini juga dialami oleh para muassis (pendiri) Nahdlatul Ulama di masa lalu, ketika mereka membangun NU dalam kondisi keterbatasan sarana dan prasarana. Namun, NU tumbuh menjadi organisasi yang besar, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia,” tambahnya.
 

Lebih lanjut, Kiai Miftachul menegaskan bahwa keanggotaan NU bukan hanya mencakup dunia, tetapi juga akhirat.

“Kalau kita lengkapi, NU ini bukan hanya organisasi terbesar di dunia, tapi juga di akhirat. Karena anggota-anggota NU yang telah meninggal tetap menjadi bagian dari kita,” ucapnya disambut gelak tawa hadirin.
 

Dalam kesempatan tersebut, Kiai Miftachul Akhyar juga menyinggung tema Harlah ke-102 NU yang mengusung semangat ‘Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat’.  Ia menegaskan bahwa NU senantiasa berjuang untuk kesejahteraan rakyat kecil, mengentaskan kemiskinan, dan memberikan manfaat yang luas bagi bangsa dan negara. 
 

Adapun teks lengkap surat Hud ayat 120 sebagai berikut:
 

وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ وَجَاۤءَكَ فِيْ هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
 

Wa kullan naqushshu ‘alaika min ambâ'ir-rusuli mâ nutsabbitu bihî fu'âdaka wa jâ'aka fî hâdzihil-ḫaqqu wa mau‘idhatuw wa dzikrâ lil-mu'minîn.
 

Artinya, "Semua kisah rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Nabi Muhammad), yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. Di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang-orang mukmin."
 

Surat Hud sebagai salah satu surah Makkiyah sarat dengan kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu yang menghadapi tantangan dalam menyebarkan risalah ilahi. Ayat 120 surat ini berperan sebagai penutup sekaligus simpulan dari rangkaian narasi tersebut. 
 

Profesor Quraish Shihab menyatakan, kisah-kisah para nabi dalam surat ini berfungsi sebagai peneguh hati Nabi Muhammad saw dan umatnya. Kata kunci nutsabbit (Kami teguhkan) menunjukkan bahwa Allah memberikan ketenangan dan keteguhan jiwa kepada Rasulullah melalui kisah-kisah tersebut. 
 

Sebagai manusia, Nabi Muhammad kerap menghadapi penolakan, ejekan, bahkan ancaman dari kaum musyrik Makkah. Dengan mengetahui perjuangan nabi-nabi sebelumnya seperti Nuh, Hud, Shalih, dan Ibrahim—yang juga dihina, didustakan, namun akhirnya memperoleh kemenangan—beliau merasa tidak sendirian. 
 

Bagi orang beriman, kisah-kisah ini menjadi 'ibrah (pelajaran) dan mau’izhah (peringatan). Mereka yang mendustakan para nabi—seperti kaum ‘Ad, Tsamud, atau kaum Nabi Nuh—akhirnya binasa karena kesombongan dan keengganan mereka menerima kebenaran. Hal ini menjadi cermin bagi umat Islam agar senantiasa rendah hati, mengikuti petunjuk Allah, dan waspada terhadap godaan duniawi.
 

Quraish Shihab juga menggarisbawahi bahwa kisah-kisah dalam Surat Hud menggambarkan keragaman respons manusia terhadap dakwah para nabi. Ada yang menerima dengan tulus, ada yang ragu, dan ada yang terang-terangan memusuhi. Perbedaan ini, menurutnya, bersumber dari tingkat kecerdasan, kedalaman spiritual, dan kesucian jiwa manusia yang memang beragam sejak zaman dahulu. Namun, satu hal yang pasti; perjuangan menegakkan kebenaran adalah keniscayaan sepanjang masa.
 

Bagi para penentang, kisah-kisah ini menjadi teguran bahwa penolakan mereka terhadap al-Qur’an—yang ayat-ayatnya disusun dengan sempurna—hanya akan mengantarkan pada kehancuran, sebagaimana terjadi pada umat-umat terdahulu. Sementara bagi Nabi Muhammad dan umat Islam, kisah ini mengajarkan kesabaran, optimisme, dan keyakinan bahwa kebenaran pasti menang, meskipun jalan yang dilalui penuh rintangan. [Tafsir Al-Misbah, [Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2002], jilid VI, halaman 381].


Sementara itu, Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan, penyebutan kisah para nabi serta berbagai kesulitan yang mereka alami dalam berdakwah merupakan bentuk tasliyyah (hiburan) bagi Nabi Muhammad sekaligus penguat hati dalam menjalankan risalah. 
 

Kisah-kisah tersebut memberikan dorongan agar beliau tetap sabar menghadapi cobaan dan siksaan yang menimpanya. Selain itu, kisah para nabi juga mengandung penjelasan tentang kebenaran dan keyakinan, serta berisi nasihat, pelajaran, dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.  
 

Dalam hal ini, mau'izhah merujuk pada nasihat yang dapat diambil dari kehancuran umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi generasi setelahnya. Sementara itu, ad-dzikra merupakan peringatan bagi orang-orang beriman agar mengambil ibrah dari azab yang menimpa kaum yang binasa, sehingga mereka terdorong untuk bertobat. Penyebutan khusus bagi orang-orang beriman menunjukkan bahwa hanya merekalah yang mampu menerima nasihat dan mengambil hikmah dari kisah-kisah para nabi jika mereka mau mendengarkan dan merenungkannya.
 

في إيراد قصص الأنبياء وما كابدوه من مشاق من أجل دعوتهم تسلية للنبي صلى الله عليه وسلّم، وتثبيت له على أداء الرسالة، والصبر على ما يناله فيها من الأذى. وفيها بما تضمنته من بيان ما هو الحق واليقين عظة وعبرة وذكرى لكل مؤمن
 

Artinya, "Dalam penyampaian kisah para nabi dan kesulitan yang mereka hadapi dalam dakwah mereka terdapat hiburan bagi Nabi SAW, penguatan baginya dalam menjalankan risalah, serta dorongan untuk bersabar atas gangguan yang ia terima dalam tugas tersebut. Selain itu, kisah-kisah tersebut, dengan kandungannya yang menjelaskan kebenaran dan keyakinan, menjadi pelajaran, peringatan, dan nasihat bagi setiap orang beriman." [At-Tafsirul Munir, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 1991 M], jilid XII, halaman 186].
 

Adapun Imam At-Thabari menjelaskan, ayat ini merupakan penghibur bagi Nabi Muhammad saw. Allah berfirman untuk menguatkan hati Nabi dengan menceritakan kisah-kisah para rasul yang telah datang sebelum beliau. 
 

Kisah-kisah tersebut bertujuan agar Nabi Muhammad saw tidak merasa tertekan atau terganggu oleh penolakan dan kebohongan yang disampaikan oleh kaumnya yang ingkar, seperti pagan Quraisy. Allah memberikan hiburan, agar hati Nabi tidak sempit, sehingga tidak meninggalkan sebagian wahyu yang telah diturunkan hanya karena pengingkaran orang-orang kafir yang meminta tanda-tanda luar biasa, seperti harta karun atau malaikat yang datang bersama beliau.
 

Pun, Allah mengingatkan Nabi Muhammad saw, kata Imam At-Thabari, untuk tidak terpengaruh oleh tuntutan-tuntutan tidak rasional yang diajukan oleh kaumnya. Mereka meminta agar Nabi diberikan harta karun atau seorang malaikat sebagai bukti kebenaran risalahnya. Namun, Allah mengingatkan bahwa para rasul terdahulu pun mengalami hal yang sama, dihadapkan pada penolakan dan cacian dari umat mereka. Meskipun demikian, para rasul tetap sabar dan terus menyampaikan wahyu Allah tanpa memperdulikan gangguan dan penolakan tersebut.


قال أبو جعفر: يقول تعالى ذكره: (وكلا نقصّ عليك) ، يا محمد (من أنباء الرسل) ، الذين كانوا قبلك (ما نثبت به فؤادك) ، فلا تجزع من تكذيب من كذبك من قومك، وردَّ عليك ما جئتهم به، ولا يضق صدرك، فتترك بعض ما أنزلتُ إليك من أجل أن قالوا: (لولا أنزل عليه كنز أو جاء معه ملك) ؟ إذا علمت ما لقي من قبلك من رسلي من أممها،
 

Artinya, "Abu Ja'far berkata: Allah berfirman (dan kami ceritakan kepadamu) wahai Muhammad, (sebagian dari kisah-kisah para rasul) yang telah ada sebelum kamu, (yang dengan itu kami menguatkan hatimu), sehingga kamu tidak merasa gelisah atas penolakan dan kebohongan yang ditujukan kepadamu oleh kaummu, dan janganlah hatimu sempit sehingga kamu meninggalkan sebagian wahyu yang telah aku turunkan kepadamu hanya karena mereka berkata, (Mengapa tidak diturunkan kepadanya harta karun atau datang bersamanya seorang malaikat)? Ketahuilah apa yang telah dialami oleh rasul-rasul sebelumnya dari umat-umat mereka." [Jami'ul Bayan, [Makkah, Darul Tarbiyah wa Turats: tt], jilid XV, halaman 539].
 

Dengan demikian, surat Hud ayat 120 ini  menjelaskan pentingnya kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi ujian dakwah. Allah memberikan penghiburan kepada Nabi Muhammad sawagar beliau tidak merasa tertekan atau kehilangan semangat dalam menyampaikan wahyu, meskipun banyak tantangan yang datang dari kaumnya. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Aktivis Kajian Keislaman tinggal di Bogor