Tasawuf/Akhlak

Bagaimana Derajat Wali di antara Para Nabi?

Rab, 8 Juli 2020 | 11:00 WIB

Bagaimana Derajat Wali di antara Para Nabi?

Kedudukan para nabi jauh lebih tinggi daripada kedudukan para wali

Semua ulama bersepakat bahwa para wali memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Derajat para wali masuk ke dalam perbincangan ulama tasawuf. Tetapi sebagian orang mengagungkan kewalian sehingga yang tampak di mata awam bahwa kedudukan kewalian lebih tinggi dari para nabi.


Dalam kajian tasawuf, para wali memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Tetapi para nabi tetap lebih tinggi di sisi Allah SWT. Kedudukan para nabi jauh lebih tinggi daripada kedudukan para wali. Sedangkan kedudukan para wali hanya seper sekian dari kemuliaan para nabi sebagaimana dikutip di dalam Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah berikut ini:


فأما رتبة الأولياء فلا تبلغ ربتةَ الأنبياء عليهم السلام للإجماع المنعقد على ذلك


Artinya, “Ada kedudukan para wali tidak akan mencapai kedudukan para nabi alayhimus salam berdasarkan ijmak yang disepakati atas yang demikian,” (Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 191).


Imam Al-Qusyairi mengutip perbandingan derajat para wali dan derajat para nabi yang dikemukakan oleh Abu Yazid Al-Busthami. Ia juga menyebut perbandingan derajat para wali dibandingkan kedudukan Nabi Muhammad SAW.


وهذا أبو يزيد البسطامي سئل عن هذه المسألة فقال: مثل ما حصل للأنبياء عليهم السلام كمثل زق فيه عسل ترشح منه قطرة، فتلك القطرةُ مثل ما لجميع الأولياء، وما في الظرف مثل لنبينا صلى الله عليه وسلم


Artinya, “Abu Yazid Al-Busthami ketika ditanya perihal ini menjawab, ‘Apa (keutamaan dan derajat) yang hasil pada para nabi diumpamakan seperti kirbat (girbah) berisi madu yang memercik setetes darinya. Setetes itulah perumpamaan keutamaan yang dimiliki seluruh wali Allah dibandingkan para nabi. Sedangkan bejana itu juga diumpamakan dengan keutamaan dengan Nabi Muhammad SAW seorang,’” (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 191).


Al-Ikshara’i Al-Hanafi dalam Kitab Al-Ihkam, Syarah Al-Hikam Al-Athaiyyah, mengatakan bahwa para rasul, para nabi, dan para wali memiliki kedudukan berbeda di sisi Allah. Setiap rasul dengan bekal mukjizat dikaruniai status kerasulan (risalah), kenabian (nubuwah), dan kewalian (wilayah). Setiap nabi dianugerahi status kenabian (nubuwah) dan kewalian (wilayah). Sedangkan setiap wali dengan bekal karamat diberikan status kewalian (wilayah).


Al-Ikshara’i menambahkan, Allah telah menutup anugerah kerasulan (risalah) dan kenabian (nubuwwah) setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dengan demikian, Allah tidak mengangkat orang menjadi nabi dan rasul sepeninggal Rasulullah SAW.


Adapun terkait anugerah kewalian (wilayah), Allah masih membuka anugerah-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki. Sepeninggal Rasulullah SAW wafat, Allah masih memberikan derajat kewalian kepada siapa saja yang dikehendaki. Wallahu a’lam.


Penulis: Alhafiz Kurniawan

Editor: Abdullah Alawi