Cara Menyucikan Barang yang Jatuh ke Kloset dalam Perspektif Fiqih Islam
Kamis, 20 Februari 2025 | 17:00 WIB
Muhamad Hanif Rahman
Kolomnis
Assalamu'alaikum wr wb. Apabila barang yang tidak sengaja jatuh ke dalam kloset duduk, apakah barang tersebut najis dan bagaimana cara menyucikannya? Bagaimana jika barang tersebut diletakkan di tas mukena yang digunakan untuk shalat, apakah mukena dan tempat yang saya duduki (masjid) juga menjadi najis? Simak penjelasan berikut ini.
Jawaban
Wa'alaikumsalam wr wb. Penanya dan pembaca setia NU Online, semoga kita semua diberikan kemudahan oleh Allah dalam segala urusan, baik urusan ukhrawi maupun urusan duniawi. Amin.
Penanya yang terhormat sebelumnya perlu kami jelaskan bahwa tidak semua kloset secara otomatis dihukumi najis. Namun demikian, kita asumsikan saja kloset (air dalam kloset) adalah najis sebab seringnya terkena najis, terutama karena digunakan untuk buang air besar dan kecil. Dengan demikian barang yang jatuh ke dalam kloset sebagaimana ditanyakan saudara penanya statusnya mutanajis.
Standar menyucikan najis dalam mazhab Syafi'i sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fathul Qarib adalah dengan cara menghilangkan wujud ('ain) najisnya dan mengupayakan menghilangkan sifat-sifatnya, seperti rasa, warna, atau bau terlebih dahulu, jika najisnya dapat dilihat dengan mata (najis 'ainiyah). Kemudian baru dibasuh dengan air.
Baca Juga
Tiga Macam Najis dan Cara Menyucikannya
Jika najisnya tidak terlihat (najis hukmiyah), maka cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut, meskipun hanya sekali.
Kemudian jika air yang digunakan untuk menyucikan itu volumenya sedikit, maka disyaratkan airnya mengaliri benda yang terkena najis.
يُشْتَرَطُ فِي غَسْلِ الْمُتَنَجِّسِ وُرُودُ الْمَاءِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ قَلِيلًا، فَإِنْ عَكْسَ لَمْ يَطْهُرْ
Artinya, "Dan disyaratkan dalam mencuci benda yang terkena najis agar air mengalirnya, jika air tersebut sedikit. Jika sebaliknya (benda yang terkena najis dimasukkan ke dalam air yang sedikit), maka benda tersebut tidak menjadi suci." (Muhammad bin Qasim bin Muhammad, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 56-57).
Melihat penjelasan saudara penanya yang langsung membilas barang yang jatuh ke dalam kloset dengan air, maka langkah ini sudah sesuai dengan standar menyucikan barang yang terkena najis (mutanajis) dalam perspektif mazhab Syafi'i. Dengan demikian barang yang terjatuh ke dalam kloset setelah dibasuh dengan air yang suci menyucikan dihukumi suci. Karena sudah suci, maka tentu tidak menajiskan barang-barang yang bersentuhan dengannya dalam keadaan basah.
Apalagi apabila kedua benda yang bersentuhan tersebut sama-sama kering, meskipun salah satunya najis jika dalam keadaan keduanya kering maka tidak menajiskan yang lain. Karena syarat menajiskannya sesuatu pada sesuatu yang lain adalah basah. Berikut penjelasan Imam As-Suyuthi dalam mengutip kaidah dari Imam Al-Qamuli:
النَّجِسُ إِذَا لَاقَى شَيْئًا طَاهِرًا وَهُمَا جَافَّانِ لَا يُنَجِّسُهُ
Artinya, "Ketika najis bertemu dengan sesuatu yang suci dalam keadaan keduanya kering, maka najis tersebut tidak memberi dampak pada sesuatu yang terkena olehnya." (Al-Asybah wan Nazhair, [Beirut Darul kutub Al-'Ilmiyyah: 1990], halaman 432).
Walhasil dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa barang yang terjatuh ke dalam kloset hukumnya mutanajis dan cara menyucikannya dalam perspektif mazhab Syafi'i adalah dibasuh dengan air.
Pendapat Mazhab Lain
Menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, apabila jenis barang yang jatuh ke dalam kloset tersebut mengkilap, keras dan padat (shoqil), seperti pisau, kaca atau headphone cara menyucikannya cukup diusap saja.
Berkaitan hal ini Imam An-Nawawi menjelaskan:
إذَا أَصَابَتْ النَّجَاسَةُ شَيْئًا صَقِيلًا كَالسَّيْفِ وَالسِّكِّينِ وَالْمِرْآةِ وَنَحْوِهَا لَمْ تَطْهُرْ بِالْمَسْحِ وَلَا تَطْهُرُ إلَّا بِالْغَسْلِ كَغَيْرِهَا وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ وَدَاوُد وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ تَطْهُرُ بِالْمَسْحِ
Artinya, "Jika suatu benda yang mengkilap seperti pedang, pisau, cermin, dan semacamnya terkena najis, maka benda tersebut tidak menjadi suci hanya dengan mengusapnya. Ia tidak akan suci kecuali dengan mencucinya, sebagaimana benda lainnya. Inilah pendapat Imam Ahmad dan Dawud. Sedangkan menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, benda tersebut menjadi suci cukup dengan mengusapnya." (Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz II, halaman 599).
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat dan dapat dipahami dengan baik. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua