Bahtsul Masail

Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh

Senin, 11 November 2024 | 21:00 WIB

Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh

Ilustrasi wudhu. (Foto: NU Online)

Assalamualaikum wr wb. Min saya ingin menanggapi tentang penjelasan wudhu di toilet yang hukumnya Makruh. Bagaimana dengan konteks kami yang tinggal di kontrakan petakan yang halamannya terbatas. Yang setiap melaksanakan sholat kami selalu wudhu di toilet. Harapan kami dengan wudhu itu kami bisa sempurna dalam ibadah kami. Mohon penjelasannya min. Terimakasih. (ariel_khan09)

 

Jawaban

 

Waalaikum salam wr wb.Ā Terima kasih banyak kami sampaikan kepada saudara penanya terhormat yang telah berkenan bertanya kepada NU Online. Saudara penanya dan pembaca setia NU Online, semoga kita semua dimudahkan dan dilancarkan dalam segala aktivitas. Amin ya rabbalĀ 'alamin.

 

Kami memahami bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, termasuk menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, buang hajat, hingga keperluan bersuci. Apalagi bagi orang-orang yang masih dalam fase berjuang mengadu nasib di ibu kota, untuk melengkapi semua itu tentu bukan hal yang mudah direalisasikan mengingat masih ada kebutuhan yang lebih urgen untuk dipenuhi.

 

Kata 'Kesempurnaan ibadah' yang saudara tanyakan tentu maksudnya bukan berkaitan dengan keabsahan wudhu dan shalat yang dikerjakan dengan wudhu tersebut. Menurut fiqih, kesempurnaan atau keabsahan suatu ibadah bisa tercapai dengan terpenuhinya syarat, rukun, dan kewajiban-kewajiban ibadah tersebut. Oleh karena itu, kemakruhan berwudhu di toilet tidak memengaruhi keabsahan ibadah, karena aspek ini bukan termasuk rukun atau syarat sah ibadah.

 

Hal menarik dan perlu dibahas dari pertanyaan saudara penanya adalah: apakah wudhu di toilet tetap makruh padahal satu-satunya tempat wudhu hanya di toilet tersebut? Berikut penjelasannya.

 

Syekh Amin al-Kurdi, seorang ulama madzab Syafi'i menyatakan bahwa wudhu di dalam toilet termasuk salah satu kemakruhan wudhu.

 

ŁˆŲ£Ł…Ų§ Ł…ŁƒŲ±ŁˆŁ‡ŲŖŁ‡ ŁŲ„Ų«Ł†Ų§ Ų¹Ų“Ų±, Ų§Ł„Ų§Ų³Ų±Ł ŁŁŠ Ų§Ł„Ł…Ų§Ų” ,ŁˆŲŖŁ‚ŲÆŁŠŁ… Ų§Ł„ŁŠŲ³Ų±Ł‰ Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„ŁŠŁ…Ł†Ł‰ , ŁˆŲ§Ł„Ų²ŁŠŲ§ŲÆŲ© Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ų«Ł„Ų§Ų« ŁˆŲ§Ł„Ł†Ł‚Ųµ Ų¹Ł†Ł‡Ų§ Ā Ų§Ł„Ł‰ Ų§Ł† Ł‚Ų§Ł„- ŁˆŲ§Ł„ŁˆŲ¶ŁˆŲ” ŁŁŠ ŲØŁŠŲŖ Ų§Ł„Ų®Ł„Ų§Ų” Ų£Ł‡Ł€

 

Artinya, ā€œAdapun hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu ada dua belas: boros dalam mengunakan air, mendahulukan anggota kiri daripada kanan, melebihi dari tiga kali basuhan, dan mengurangi jumlah, .... dan berwudhu di dalam toilet.ā€ (Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: t.t] halaman 146).

 

Sebagaimana mazhab Syafi'i, mazhab Maliki juga berpendapat bahwa wudhu di toilet yang identik dengan tempat najis juga dihukumi makruh.

 

Ų£ŁŠ Ų£Ł†Ł‡ ŁŠŁƒŲ±Ł‡ ŁŲ¹Ł„ Ų§Ł„ŁˆŲ¶ŁˆŲ” ŁŁŠ Ł…ŁƒŲ§Ł† Ł†Ų¬Ų³Ų› Ł„Ų£Ł†Ł‡ Ų·Ł‡Ų§Ų±Ų©ŲŒ ŁŁŠŲŖŁ†Ų­Ł‰ Ų¹Ł† Ų§Ł„Ł…ŁƒŲ§Ł† Ų§Ł„Ł†Ų¬Ų³ Ų£Łˆ Ł…Ų§ Ų“Ų£Ł†Ł‡ Ų§Ł„Ł†Ų¬Ų§Ų³Ų© ŁˆŁ„Ų¦Ł„Ų§ ŁŠŲŖŲ·Ų§ŁŠŲ± Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ų“ŁŠŲ” Ł…Ł…Ų§ ŁŠŲŖŁ‚Ų§Ų·Ų± Ł…Ł† Ų£Ų¹Ų¶Ų§Ų¦Ł‡ ŁˆŁŠŲŖŲ¹Ł„Ł‚ ŲØŁ‡ Ų§Ł„Ł†Ų¬Ų§Ų³Ų©

 

Artinya, "Yaitu, bahwa melakukan wudhu di tempat yang najis itu dimakruhkan, karena wudhu adalah bersuci (thaharah), sehingga seharusnya wudhu menyingkir dari tempat najis atau tempat yang kondisi (umumnya) najis, agar tidak terkena percikan dari sesuatu yang menetes dari anggota tubuhnya, sehingga najis menempel padanya." (Abul Abbas Ahmad As-Shawi al-Maliki, Hasiyah As-Showi alal Syarhil Shaghir [ Darul Ma'arif: t.t] juz I halaman 126).

 

Jika kita perhatikan, alasan kemakruhan wudhu di toilet adalah karena toilet itu tempatnya najis dan bisa menimbulkan kekhawatiran percikan air yang terkena najis mengenai tubuh. Namun, bagaimana jika risiko tersebut dapat dihindari, misalnya dengan memastikan bahwa kondisi lantai toilet untuk wudhu itu suci? Bagaimana pula jika toilet itu adalah satu-satunya tempat untuk berwudhu? Apakah hukumnya masih tetap makruh?

 

Berkaitan dengan permasalahan ini, Syekh Athiyah Shaqr (w. 2006) ulama kontemporer yang pernah menjabat sebagai Mufti Darul Ifta Mesir dalam kitabnya yang bergenre fatwa, Mausu'ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam menjelaskan, kemakruhan berwudhu di toilet berlaku jika ada kekhawatiran terkena najis atau terdapat pilihan tempat lain untuk berwudhu. Berikut kutipannya:

 

ŁˆŲ§Ł„ŁˆŲ¶ŁˆŲ” Ł…Ł† Ų§Ł„ŲµŁ†ŲØŁˆŲ± (Ų§Ł„Ų­Ł†ŁŁŠŲ©) ŲÆŲ§Ų®Ł„ Ų§Ł„Ų­Ł…Ų§Ł… Ł…ŁƒŲ±ŁˆŁ‡ Ų„Ł† Ų®Ų“Ł‰ Ų§Ł„Ų„Ł†Ų³Ų§Ł† Ų§Ł„Ł†Ų¬Ų§Ų³Ų© Ł…Ł† ŲŖŲ³Ų§Ł‚Ų· Ų§Ł„Ł…ŁŠŲ§Ł‡ Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ų£Ų±Ų¶ Ų§Ł„Ł…ŲŖŁ†Ų¬Ų³Ų©ŲŒ ŁˆŁˆŲ¬ŲÆ Ł…ŁƒŲ§Ł†Ų§ Ų¢Ų®Ų± ŁŠŲŖŁˆŲ¶Ų£ ŁŁŠŁ‡ ŲŗŁŠŲ± Ł‡Ų°Ų§ Ų§Ł„Ł…ŁƒŲ§Ł† ŲŒ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£Ł…Ł† Ų§Ł„Ł†Ų¬Ų§Ų³Ų© Ų£Łˆ Ł„Ł… ŁŠŁˆŲ¬ŲÆ Ł…ŁƒŲ§Ł† Ų¢Ų®Ų± Ł„Ł„ŁˆŲ¶ŁˆŲ” ŁŁ„Ų§ ŲØŲ£Ų³ ŲØŲ§Ł„ŁˆŲ¶ŁˆŲ” ŁŁŠ Ų§Ł„Ų­Ł…Ų§Ł…

 

Artinya, ā€œBerwudhu dari keran di dalam kamar mandi hukumnya makruh jika seseorang khawatir air wudhunya jatuh ke lantai yang terkena najis, dan dia menemukan tempat lain untuk berwudhu selain kamar mandi tersebut. Namun, jika aman dari najis atau tidak ada tempat lain untuk berwudhu, maka tidak masalah berwudhu di dalam kamar mandi." (Athiyah Shaqr, Mausu'ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam (Kairo, Maktabah Wahbah: 2011), cet. I, juz 3 halaman 60)

 

Dari penjelasan ini diketahui bahwa berwudhu di kamar mandi atau toilet bisa tidak dihukumi makruh jika tempat tersebut benar-benar bersih dan suci, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran adanya percikan air najis yang mengenai tubuh. Selain itu, kemakruhan ini juga tidak berlaku apabila tidak ada tempat lain yang tersedia untuk berwudhu selain kamar mandi atau toilet tersebut.

 

Perlu dipahami bahwa ulama dalam menetapkan suatu hukum, prinsipnya adalah kehati-hatian (ihtiyath). Dalam konteks ini, satu tempat yang menggabungkan macam-macam fasilitas, seperti untuk mandi, mencuci, toilet dan tempat wudhu, umumnya mudah terpapar najis jika tidak ada perhatian lebih terhadap kebersihan dan kesucian tempat tersebut. Jadi, sebenarnya hukum makruh ini adalah langkah kehati-hatian apalagi hal ini erat hubunganya dengan ubudiyah. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo