Bahtsul Masail

Hukum Perkawinan Nonmuslim dalam Pandangan Islam

Kamis, 25 Juli 2024 | 14:30 WIB

Hukum Perkawinan Nonmuslim dalam Pandangan Islam

Perkawinan nonmuslim dalam Pandangan Islam

Assalamu’alaikum wr wb. Izin bertanya, bagaimana hukum pernikahan pemeluk agama selain Islam atau nonmuslim? Apakah hubungan suami isteri mereka termasuk kategori zina? Terima kasih. (Fadila Hendriyanto).
 

Jawaban

Wa’alaikumussalam wr wb. Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah swt. Amin. 
 

Berkaitan dengan pertanyaan yang disampaikan, terkait perkawinan nonmuslim, secara tegas telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Disebutkan bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. 
 

Menurut hukum Islam, pernikahan yang dilakukan dalam agama selain Islam adalah dianggap sah, baik prosesi pernikahannya sama dengan Islam maupun tidak. Sehingga hubungan suami isteri mereka tidak termasuk dalam kategori zina.
 

Dalam penjelasannya, pendapat yang kuat (shahih) menyatakan bahwa pernikahan agama selain Islam dihukumi sah karena beberapa alasan, di antaranya:
 

Pertama, dalam surat Al-Qashash ayat 9 disebutkan:
 

وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ
 

Artinya, “Dan berkata perempuan (isteri) Fir’aun.” (QS Al-Qashash: 9).
 

Dalam ayat, Allah swt menisbatkan perempuan (isteri) kepada Fir’aun yang jelas bukan orang Islam. Itu artinya Allah swt mengakui hubungan pernikahan Fir’aun dengan istrinya.
 

Kedua, dalam surat Al-Masad ayat 4 disebutkan:
 

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
 

Artinya, “Dan perempuan (isteri)nya, pembawa kayu bakar.” (QS Al-Masad: 4).
 

Dalam ayat, Allah juga menisbatkan perempuan (isteri) kepada Abu Lahab yang juga bukan seorang muslim. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui pernikahan agama selain Islam. 
 

Ketiga, di masa Rasulullah saw terdapat sejumlah orang masuk Islam beserta isteri-isteri mereka dan Rasulullah saw membiarkan mereka untuk melanjutkan hubungan pernikahan yang dilakukan sebelum Islam.
 

Hanya saja, jika ada laki-laki yang memiliki isteri lebih dari empat, maka Rasulullah memerintahkan untuk mempertahankan empat saja, dan melepaskan isteri yang lainnya. 
 

Tindakan yang dilakukan Rasulullah saw di atas, secara jelas menunjukkan bahwa Islam mengakui pernikahan yang dilakukan di luar Islam. Hal itu terbukti dari diamnya Rasulullah saw atas pernikahan mereka ketika masuk Islam. Beliau juga tidak memerintahkan mereka untuk mengulangi akad nikah. 
 

Dalam kitab Mughnil Muhtaj disebutkan:
 

وَنِكَاحُ الْكُفَّارِ صَحِيحٌ عَلَى الصَّحِيحِ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَقَالَتْ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ [الْقَصَصَ]، وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ  [الْمَسَدَ] وَلِحَدِيثِ غَيْلَانَ وَغَيْرِهِ مِمَّنْ أَسْلَمَ وَتَحْتَهُ أَكْثَرُ مِنْ أَرْبَعٍ نِسْوَةٍ فَأَمَرَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْإِمْسَاكِ وَلَمْ يَسْأَلْ عَنْ شَرَائِطِ النِّكَاحِ فَلَا يَجِبُ الْبَحْثُ عَنْ شَرَائِطِ أَنْكِحَتِهِمْ فَإِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقَرَّهُمْ عَلَيْهَا وَهُوَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُقِرُّ أَحَدًا عَلَى بَاطِلٍ
 

Artinya, “(Pernikahan orang kafir dihukumi sah menurut pendapat shahih) karena firman Allah swt: “Dan berkata Istri Fir’aun” [Al-Qashash: 9], “Dan istrinya adalah pembawa kayu bakar” [Al-Masad: 4], dan karena hadits Ghailan dan orang-orang lain yang masuk Islam dan memiliki lebih dari empat isteri.
 

Lalu Rasulullah memerintahkannya untuk menahan (empat isteri) tanpa menanyakan tentang syarat-syarat pernikahan, maka tidak perlu membahas syarat pernikahan mereka, karena Rasulullah telah membiarkan mereka, padahal Rasul tidak akan membiarkan seseorang dalam kebatilan.” (Syamsuddin Muhammad bin Khathib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997], juz III, halaman 256).
 

Dikutip dalam kitab I’anatuth Thalibin, Imam Ar-Ramli mengatakan bahwa tidak perlu meneliti pernikahan nonmuslim, apakah terdapat hal-hal yang membatalkan atau tidak menurut Islam, karena hukum asal pernikahan mereka dihukumi sah sebagai mana pernikahan umat Islam. 
 

Dalam kitab Hasyiyah I’anathut Thalibin disebutkan: 
 

وَفِي النِّهَايَةِ وَالْأَوْجَهُ أَنَّهُ لَيْسَ لَنَا الْبَحْثُ عَنِ اشْتِمَالِ أَنْكِحَتِهِمْ عَلَى مُفْسِدٍ أَوْلَا لِأَنَّ الْأَصْلَ فِي أَنْكِحَتِهِمْ الصِّحَّةُ كَأَنْكِحَتِنَا
 

Artinya, “Dalam kitab An-Nihayah: Pendapat kuat mengatakan bahwa kita tidak perlu menyelidiki apakah pernikahan mereka memuat hal-hal yang dapat membatalkan atau tidak, karena prinsip dasarnya pernikahan mereka adalah sah, sama seperti pernikahan kita.” (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Hasyiyah I’anathut Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz III, halaman 499).
 

Simpulan Hukum

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan yang dilakukan dalam agama selain Islam dianggap sah. karena itu, maka hubungan suami isteri mereka bukan termasuk kategori zina. Wallahu a’lam.

Muhammad Zainul Millah, Khadim Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar