Hikmah

Mu‘adzah Al-Adawiyah, Sufi Perempuan yang Melawan Mati dalam Lalai

Sel, 4 Februari 2020 | 02:15 WIB

Mu‘adzah Al-Adawiyah, Sufi Perempuan yang Melawan Mati dalam Lalai

Mu‘adzah Al-Adawiyah perempuan tangguh yang ahli ibadah di zaman tabi’in. (Ilustrasi: shutterstock)

Mu‘adzah Al-Adawiyah perempuan ahli ibadah di zaman tabi’in. Ia ditinggal mati suaminya yang wafat di medan perang. Ia hidup sendiri hingga wafatnya pada usia 83 tahun.

Mu‘adzah sempat bertemu dengan Siti Aisyah RA, istri Rasulullah. Mu‘adzah juga meriwayatkan hadits darinya. Selain Aisyah, ia sempat berguru kepada sahabat Rasulullah yang lain, di antaranya Ali bin Abi Thalib dan Ummu Amr binti ‘Abdillah bin Zubair.
 

Abdul Wahhab As-Sya’rani dalam At-Thabaqatul Kubra; Lawaqihul Anwar fi Thabaqatil Akhyar meriwayatkan beberapa sufi perempuan pada generasi awal Islam, salah satunya Mu‘adzah Al-Adawiyah. Mu‘adzah dikenal ahli ibadah yang sadar akan kematian. Dia menolak mati dalam keadaan lalai.

Suatu ketika diriwayatkan bahwa Mu‘adzah bila siang tiba mengatakan, “Ini hari kematianku.” Ia lalu tidak makan hingga sore. Ketika malam tiba, Mu‘adzah mengatakan, “Ini malam kematianku.” Ia lalu tidak tidur. Ia melakukan shalat hingga pagi tiba.

Mu‘adzah dikenal sebagai ahli ibadah yang kerap menghidupkan malam. Hal ini dilakukan agar ia tetap dalam keadaaan terjaga dan mengingat Allah saat ajal menjemput. Bila kantuk menyergap, ia berdiri dan berjalan-jalan di dalam rumah. Ia berkata, “Hai nafsu, tidur panjang (kematian) mengintai di depanmu.”
 

Kalau sudah diserang kantuk begitu, ia terus berjalan-jalan di dalam rumahnya hingga pagi karena khawatir mati dalam keadaan lalai atau dalam keadaan tidur. (As-Sya’rani: At-Thabaqatul Kubra: 65).

Dalam sehari semalam Mu‘adzah melakukan shalat sebanyak 600 rakaat. Selama 40 tahun terakhir dalam hidupnya ia tidak pernah mendongakkan pandangannya ke langit karena takzimnya. Sejak kematian suaminya, Mu‘adzah tidak pernah lagi rebahan yang beralaskan kasurnya yang empuk. Ketika sore tiba, ia mengenakan pakaian tipis sehingga malam yang dingin menahannya dari tidur.

Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Muntakhab min Kitabiz Zuhdi war Raqa’iq meriwayatkan kewara’an Mu‘adzah dari Abdullah bin Umar Ar-Raqasyi. Suatu hari sufi wanita ini menderita sakit. Seorang tabib didatangkan kepadanya dan memberinya anggur sebagai resep obat bagi Mu‘adzah.
 

“Kubawakan segelas anggur dan kuletakkan di telapak tangannya,” kata Abdullah.

“Ya Allah, sungguh Kau Maha Tahu. Jika obat ini halal bagiku, minumkanlah padaku dan sembuhkanlah aku. Tetapi jika tidak, jauhkanlah dariku,” kata Mu‘adzah berdoa.

Seketika gelas di tangan Mu‘adzah retak dan isinya mengalir tumpah ke tanah. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)