Hikmah

Ummu Ali Fatimah, Wali Perempuan Kaya Sahabat Abu Yazid al-Busthami

Jum, 21 Februari 2020 | 12:45 WIB

Ummu Ali Fatimah, Wali Perempuan Kaya Sahabat Abu Yazid al-Busthami

Ummu Ali membuktikan bahwa anak pejabat yang kaya raya bisa menjadi seorang sufi, wali, dan ulama.

Ummu Ali Fatimah merupakan istri Ahmad bin Khudrawaih al-Balkhi (w. 240 H), seorang wali besar dari Balkh. Imam al-Dzahabi menggelarinya “al-zâhid al-kabîr” (seorang zahid yang luar biasa) (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1982, juz 11, h. 488). Ummu Ali lahir dari kalangan pembesar (pejabat). Ia memiliki harta yang melimpah dan gemar menafkahkannya untuk orang-orang tidak mampu. Imam Abdurrahman al-Sulami mengatakan:

 

كانت من بنات الرؤساء والأجلة، وكانت موسرة، فانفقت مالها كله علي الفقراء

 

Terjemah bebas: “Ummu Ali adalah salah satu dari putri (keluarga) pembesar dan terhormat. Ia wanita yang kaya raya. (Gemar) menafkahkan seluruh hartanya kepada orang-orang fakir.” (Imam Abdurrahman al-Sulami, Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzkr al-Niswah al-Muta’abbidât al-Shûfiyyât, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, h. 406)

 

Ummu Ali berjumpa secara langsung dengan Imam Abu Hafs al-Naisaburi (w. 264 H) dan Imam Abu Yazid al-Busthami (w. 261 H). Ia berteman akrab dengan mereka dan bertukar pikiran soal banyak hal, terutama dengan Imam Abu Yazid al-Busthami. Ia sering menanyakan banyak hal tentang spiritualitas dan agama kepadanya (wa sa’alat abâ yazîd ‘an masâ’il) (Imam Abdurrahman al-Sulami, Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzkr al-Niswah al-Muta’abbidât al-Shûfiyyât, 2003, h. 406)

 

Bahkan, Imam Abu Hafs yang semula tidak suka berbincang dengan wanita, merubah pandangannya setelah berjumpa Ummu Ali. Ia mengatakan:

 

ما زلت أكره حديث النسوان حتي لقيت أم علي، زوجة أحمد بن خضرويه. فعلمت أن الله تعالي يجعل معرفته حيث يشاء

 

Terjemah bebas: “Aku selalu tidak suka berbincang dengan wanita hingga aku berjumpa Ummu ‘Ali, istri Ahmad bin Khudrawaih. Kemudian aku tahu bahwa Allah meletakkan pengetahuan-Nya di mana pun (tempat) yang Dia kehendaki.” (Imam Abdurrahman al-Sulami, Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzkr al-Niswah al-Muta’abbidât al-Shûfiyyât, 2003, h. 406-407)

 

Imam Abu Yazid al-Busthami memuji dan mengakui kualitas spiritual Ummu Ali. Ia berkata:

 

من تصوف فليتصوف بهمة كهمة أم علي، زوجة أحمد بن خضرويه، أو حال كحالها

 

Terjemah bebas: “Barangsiapa yang (ingin) bertasawuf, bertasawuflah dengan semangat (atau motivasi yang luhur) seperti semangatnya Ummu Ali, istri Ahmad bin Khudrawaih, atau (dengan) keadaan (spiritual) seperti keadaan (spiritual)nya.” (Imam Abdurrahman al-Sulami, Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzkr al-Niswah al-Muta’abbidât al-Shûfiyyât, 2003, h. 407)

 

Ummu Ali adalah wanita kaya raya yang sangat dermawan. Ia tidak segan menyerahkan seluruh kekayaannya kepada orang yang membutuhkan. Hatinya tidak lagi merasakan berat atau ragu untuk bersedekah. Tentu, perasaan ini tidak muncul tiba-tiba, tapi hasil dari himmah (semangat luhurnya) yang terus-menerus dihidupi, hingga hatinya terkondisikan dalam jernih (hâl), seperti yang dikemukakan Imam Abu Yazid al-Busthami.

 

Sebagai sufi dan ulama, Ummu Ali sering mengutarakan pemikiran dan pengalamannya tentang kehidupan. Ia memahami kehidupan dari relasi Tuhan-hamba. Ia mengatakan:

 

دعا الله تعالي الخلق إليه بأنواع البر واللطف، فما أجابوه. فصبّ عليهم أنواع البلاء ليردهم بالبلاء إليه لأنه أحبهم

 

Terjemah bebas: “Allah ta’ala menyeru makhluk (atau hamba-Nya) dengan bermacam perbuatan baik dan kebajikan, maka (ketika) makhluk(-Nya) tidak menjawab (seruan)-Nya, Allah menurunkan berbagai cobaan kepada mereka supaya mereka kembali kepada-Nya melalui cobaan (itu), karena sesungguhnya Allah mencintai mereka.” (Imam Abdurrahman al-Sulami, Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzkr al-Niswah al-Muta’abbidât al-Shûfiyyât, 2003, h. 407)

 

Perkataan di atas menjelaskan bahwa cobaan dari Allah adalah bentuk cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya. Pada dasarnya, Allah selalu menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, dan menginginkan mereka berperilaku baik. Namun, ketika mereka tidak menjawab seruan dan kehendak baik Allah kepada mereka, Allah memberikan cobaan kepada mereka. Bagi Ummu Ali, cobaan yang diberikan Allah adalah pendidikan untuk hamba-hamba-Nya, agar mereka terbangun dari kelalaian mereka. Artinya, cobaan dari Allah adalah tanda cinta dari-Nya.

 

Ummu Ali membuktikan bahwa anak pejabat yang kaya raya bisa menjadi seorang sufi, wali, dan ulama. Seperti yang dikatakan Imam Abu Hafs al-Naisaburi, “Allah menempatkan pengetahuan-Nya di (tempat) mana pun yang Dia kehendaki.” Itu berarti, tidak ada satu pun profesi di dunia ini yang dapat mencegah Allah memberikan pengetahuan-Nya, karena Allah menempatkan pengetahuan-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya dan di mana pun tempatnya. Contohnya kisah pembunuh seratus jiwa dalam sebuah hadits (HR. Imam Muslim). Penjahat itu berhasil mendapatkan rahmat dan ampunan Allah karena ia memiliki keinginan kuat untuk bertobat.

 

Ummi Ali Fatimah wafat sekitar tahun 234 H mendahului suaminya, Imam Ahmad bin Khudrawaih yang wafat tahun 240 H. Ia meninggalkan warisan pengetahuan yang melimpah untuk digali oleh generasi setelahnya.

 

Wallahu a’lam bish shawwab...

 

 

 

Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen