Ilmu Hadits

4 Peran Living Hadits pada Perubahan Sosial

Rab, 20 September 2023 | 07:00 WIB

4 Peran Living Hadits pada Perubahan Sosial

4 Peran Living Hadits pada Perubahan Sosial. (Foto ilustrasi: NU Online)

Kajian living hadits merupakan aktivitas pembacaan fenomena kontekstualisasi hadits pada tradisi yang hidup di suatu komunitas masyarakat, di mana output-nya adalah untuk merekonstruksi tradisi tersebut apabila diperkuat, atau boleh jadi untuk mempertahankan dan memperkuat tradisi yang sudah berdiri lama. 


Implementasi hadits secara praktik di tengah masyarakat menjadi inspirasi bagi tradisi-tradisi yang hidup saat ini. Kajian living hadits yang holistik dan komprehensif dapat menciptakan perubahan sosial ke arah yang positif, karena bagaimana pun perubahan sosial adalah suatu keniscayaan dalam sejarah kehidupan manusia.


Eksistensi hadits di tengah-tengah masyarakat dapat menjadi ide positif dalam pertahanan dan perubahan sosial, meski pun tidak terelakkan juga hadits dapat membawa perubahan yang negatif apabila dipraktikkan secara tidak baik dan benar. Peran living hadits dalam hal ini adalah mengawal perubahan sosial ke arah yang positif. Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah dalam bukunya Living Hadits mengungkapkan peran living hadits dalam perubahan sosial ke dalam empat kategori, yaitu:


1) Rekonstruksi

Kajian living Quran-hadits memiliki peran terhadap masalah-masalah sosial yang bertujuan untuk mendeskripsikan aspek-aspek filosofis dalam suatu tradisi yang menjadi objek kajian living hadits. Dalam hal ini, living hadits mengurai makna filosofis sesuai dengan informasi yang diperoleh dari responden atau narasumber yang otoritatif.


Kegiatan rekonstruksi dalam kajian living hadits berarti mendeskripsikan suatu budaya atau realita yang menjadi media hidupnya hadits, sebagaimana adanya hadits pada masa awal kemunculannya di era Nabi. Rekonstruksi sendiri berarti mengembalikan seperti semula atau pendeskripsian kembali. Maka aktivitas living hadits dalam hal ini adalah menggambarkan kembali suatu budaya atau fenomena hadits yang hidup di tengah masyarakat agar dapat diteliti lebih detail. 


Kegiatan rekonstruksi terhadap suatu tradisi, budaya, atau fenomena memerlukan kemampuan untuk mengungkap esensi di balik tradisi, budaya, atau fenomena tersebut. Hal ini penting untuk mengetahui bagaimana gambaran hadits tercermin dalam suatu tradisi.


2) Reinterpretasi

Reinterpretasi dalam living hadits berarti menafsirkan ulang hadits sesuai dengan apa yang dipahami oleh narasumber. Proses ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana para aktor yang terlibat dalam suatu tradisi memahami hadits nabi sebagai landasan dari tradisi yang mereka jalankan.


Pasca melalui proses rekonstruksi terhadap suatu tradisi, kita akan dengan mudah melakukan interpretasi ulang hadits-hadits yang menjadi landasan dalam tradisi yang menjadi objek kajian living hadits secara komprehensif.


Sebagai pengkaji atau peneliti dalam bidang living hadits, menjadi suatu pantangan untuk memaksakan interpretasi hadits atau menebak dengan prasangka saja semaunya. Semua prosesnya harus dilalui dengan kegiatan penelitian empiris berdasarkan fakta dan realita di lapangan.


3) Reformulasi

Reformulasi artinya adalah memformat ulang keadaan atau apapun yang ada, sebab sudah jauh dari kata ideal. Faktor reformulasi adalah adanya patologi sosial yang menjangkiti suatu keadaan di tengah masyarakat. Berangkat dari kondisi sosial yang berpenyakit, suatu perubahan sosial pun dibutuhkan. 


Untuk mereformulasi suatu kondisi sosial, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, mendiagnosis penyakit dan mencari penyebabnya. Kedua, mencari solusi yang dapat menangani penyakit tersebut. Proses ini akan mengantarkan kita pada suatu pengetahuan bagaimana penggunaan hadits yang dilakukan oleh leluhur masyarakat tersebut. Reformulasi dalam konteks kajian living hadits dilakukan untuk mendapatkan informasi teknis bagaimana sebuah tradisi memfungsikan hadits.


4) Reaktualisasi

Setelah melalui ketiga proses di atas, proses terakhir adalah mengkaji terkait reaktualisasi hadits dalam suatu tradisi dan kebudayaan. Reaktualisasi merupakan proses, cara, atau perbuatan mengaktualisasikan kembali. Dalam hal ini berarti living hadits berupaya menyegarkan dan memperbaharui nilai-nilai kehidupan masyarakat. 


Dalam beberapa kasus, sebuah kultur maupun budaya kerap mengalami pergeseran yang tidak disadari, bahkan tidak jarang praktik dari sebuah tradisi bergeser dari nilai-nilai idealisnya.


Melalui empat proses tadi, maka living hadits dapat menjadi panduan masyarakat dalam melakukan perubahan sosial pada suatu budaya yang memiliki gejala atau ruh yang bernafaskan hadits-hadits Nabi. Melalui kajian living hadits, harapannya perubahan sosial dapat dituju ke arah yang lebih positif.


Secara praktis, proses reaktualisasi adalah mendeskripsikan secara detail prosesi pengamalan suatu tradisi beserta respons dari berbagai pihak terkait seperti masyarakat, pelaku, penonton, peneliti lain, atau aparat, pemerintah, atau bahkan pihak-pihak yang kontra terhadap formula baru dari sebuah tatanan yang telah melibatkan hadits dalam praktiknya. 


Kegiatan reaktualisasi dalam penelitian living hadits dapat mewujudkan sebuah evaluasi atau pemantauan terhadap sebuah tatanan baru yang melibatkan hadits dalam praktiknya. Reaktualisasi juga dapat memberikan gambaran utuh bagaimana prosesi itu dilakukan dalam formula barunya yang melibatkan al-Quran dan hadits serta respons masyarakat terhadapnya.


Demikianlah bagaimana ilmu living hadits berkontribusi dalam perubahan sosial. Tentunya, ilmu living hadits lebih banyak dikaji di dunia akademik dibandingkan ilmu-ilmu hadits yang menggunakan kajian matan dan sanad hadits sebagai materinya. Hal ini disebabkan living hadits adalah suatu cabang ilmu yang berfungsi untuk meneliti sebuah gejala sosial yang bersumber dari hadits-hadits Nabi, di mana untuk mengkajinya mesti menggunakan metode dan langkah penelitian sebagaimana umumnya.


Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences