Ilmu Hadits

Adab Para Ulama dalam Meriwayatkan Hadits

NU Online  ยท  Sabtu, 6 Juni 2020 | 00:00 WIB

Para ulama sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Hal ini dikarenakan sebuah ancaman yang sangat keras kepada siapa pun yang berdusta atas hadits Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam sebagaimana dalam sebuah hadits:


ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู…ู† ูƒุฐุจ ุนู„ูŠ ู…ุนุชู…ุฏุง ูู„ูŠุชุจูˆุฃ ุจูŠุชุง ู…ู† ุฌู‡ู†ู…


Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda, โ€œBarang siapa yang berdusta atasku secara sengaja, hendaknya ia mengambil rumahnya di neraka Jahanamโ€ (HR Ibnu Hibban).


Para sahabat Nabi pun mengajarkan generasi selanjutnya untuk berhati-hati dalam menyampaikan sebuah hadits. Bahkan, para sahabat Nabi menganjurkan untuk mengucapkan โ€œatau sebagaimana yang Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam sabdakan (ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…)โ€ setiap selesai menyampaikan sebuah hadits sebagaimana yang dicatat oleh Ahmad bin Ali al-Khathib al-Baghdadi (w. ย  463 H).


ูˆู‚ุฏ ูƒุงู† ููŠ ุงู„ุตุญุงุจุฉ ุฑุถูˆุงู† ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ู… ู…ู† ูŠุชุจุน ุฑูˆุงูŠุชู‡ ุงู„ุญุฏูŠุซ ุนู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุจุฃู† ูŠู‚ูˆู„ : ุฃูˆ ู†ุญูˆู‡ ุฃูˆ ุดูƒู„ู‡ ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆุงู„ุตุญุงุจุฉ ุฃุฑุจุงุจ ุงู„ู„ุณุงู† ูˆุฃุนู„ู… ุงู„ุฎู„ู‚ ุจู…ุนุงู†ูŠ ุงู„ูƒู„ุงู… ูˆู„ู… ูŠูƒูˆู†ูˆุง ูŠู‚ูˆู„ูˆู† ุฐู„ูƒ ุฅู„ุง ุชุฎูˆูุง ู…ู† ุงู„ุฒู„ู„ ู„ู…ุนุฑูุชู‡ู… ุจู…ุง ููŠ ุงู„ุฑูˆุงูŠุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุนู†ู‰ ู…ู† ุงู„ุฎุทุฑ ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃุนู„ู…


โ€œDan terdapat golongan dari para sahabatย radhiyallahu โ€˜anhu yang selalu mengiringi hadits-hadits yang mereka sampaikan dengan ucapan โ€œatau sesamanya (ุฃูˆ ู†ุญูˆู‡)โ€, โ€œatau sejenisnya (ุฃูˆ ุดูƒู„ู‡)โ€, โ€œatau sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam (ุฃูˆูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…)โ€. Dan para sahabat adalah golongan yang memiliki kalam yang fashih serta kelompok yang paling memahami makna kalam yang disampaikan Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam. Para sahabat mengucapkan ucapan tersebut sebagai bentuk kehati-hatian dari kekeliruan dalam menyampaikan hadits Nabi. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui adanya risiko yang sangat besar dalam meriwayatkan hadits secara makna.โ€ (Ahmad bin Ali al-Khathib al-Baghdadi, al-Jamiโ€™ li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Samiโ€™ [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], 2017, vol.2 hal. 34).


Hal ini juga ditegaskan oleh Muhammad Ibnu Majah (w. ย 273 H) dalam karyanya:


ุญุฏุซู†ุง ุฃุจูˆ ุจูƒุฑ ุจู† ุฃุจูŠ ุดูŠุจุฉ ุญุฏุซู†ุง ู…ุนุงุฐ ุจู† ู…ุนุงุฐ ุนู† ุงุจู† ุนูˆู† ุนู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุณูŠุฑูŠู† ู‚ุงู„ ูƒุงู† ุฃู†ุณ ุจู† ู…ุงู„ูƒ ุฅุฐุง ุญุฏุซ ุนู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… ุญุฏูŠุซุง ููุฑุบ ู…ู†ู‡ ู‚ุงู„ ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู…


โ€œDiriwayatkan dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Muโ€™adz bin Muโ€™adz dari Ibnu โ€˜Aun dari Muhammad bin Sirin, beliau berkata bahwasannya sahabat Anas bin Malik ketika selesai menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam maka beliau mengucapkan โ€œatau sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam (ุฃูˆูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…)โ€ (Muhammad ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], 2012, hal. 5).


Begitu juga hal ini dicatat oleh Abdullah bin Aburrahman ad-Darimi (w. ย 255 H) dalam karyanya:


ุฃุฎุจุฑู†ุง ู…ุญู…ุฏ ุจู† ูƒุซูŠุฑ ุนู† ุงู„ุฃูˆุฒุงุนูŠ ุนู† ุฅุณู…ุงุนูŠู„ ุจู† ุนุจูŠุฏ ุงู„ู„ู‡ ู‚ุงู„ : ูƒุงู† ุฃุจูˆ ุงู„ุฏุฑุฏุงุก ุฅุฐุง ุญุฏุซ ุจุญุฏูŠุซ ุนู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… ู‚ุงู„ ู‡ุฐุง ูˆู†ุญูˆู‡ ุฃูˆ ุดุจู‡ู‡ ุฃูˆ ุดูƒู„ู‡


Diriceritakan dari Muhammad bin Katsir dari al-Awzaโ€™i dari Ismail bin Ubaidillah, bahwa beliau berkata โ€œSahabat Abu Dardaโ€™ ketika selesai menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam, beliau mengucapkan โ€˜Seperti inilah (hadits tersebut), atau sejenisnya, atau serupa dengannya,โ€ (Abdullah bin Aburrahman ad-Darimi, Sunan ad-Darimi, hadits no. 268 [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], 2011).


Beberapa ulama lain juga menambahkan kalimat istighfar setiap mereka selesai menyampaikan sebuah hadits sebagaimana yang dicontohkan oleh Abbas bin Salim al-Lakhmi:


ูˆุฌุงุก ุนู† ุนุจุงุณ ุจู† ุณุงู„ู… ุงู„ู„ุฎู…ูŠ ุงู„ุฏูˆุดู‚ูŠ ุฃู†ู‡ ู‚ุงู„ ุนู‚ุจ ุงู„ุญุฏูŠุซ ู‡ูƒุฐุง ุฅู„ุง ุฃู† ุฃุฎุทุฆ ุดูŠุฆุง ู„ุง ุฃุฑูŠุฏู‡ุŒ ูุฃุณุชุบูุฑ ุงู„ู„ู‡ ูˆุฃุชูˆุจ ุฅู„ูŠู‡


Dan dikabarkan bahwa Abbas bin Salim al-Lakhmi ad-Dimasyaqi setiap selesai menyampaikan sebuah hadits beliau berkata โ€œseperti itulah yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam kecuali aku telah melakukan sebuah kesalahan (dalam menyampaikan hadits) yang aku tidak menginginkannya, maka aku meminta ampun kepada Allah dan aku bertaubat kepadanyaโ€. (Dr. Ridha bin Zakaria, Riwayat al-Hadits bi al-Maโ€™na wa Atsaruha, [Kairo: Maktabah al-Aiman], 2010, hal. 115).


Dalam hal ini, para ulama juga menganjurkan para pelajar untuk mengucapkan โ€œAtau sebagaimana yang disabdakan (ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„)โ€ setiap selesai membaca hadits yang mana pelajar tersebut ragu dengan cara membaca hadits tersebut dengan benar. Karena hal tersebut adalah adab yang baik dalam meriwayatkan hadits sebagaimana pendapat Utsman bin Abdurrahhman Ibnu Shalah (w. ย  642 H)


ูˆุฅุฐุง ุงุดุชุจู‡ ุนู„ู‰ ุงู„ู‚ุงุฑูŠุก ููŠู…ุง ูŠู‚ุฑุคู‡ ู„ูุธุฉุŒ ูู‚ุฑุฃู‡ุง ุนู„ู‰ ูˆุฌู‡ ูŠุดูƒ ููŠู‡ุŒ ุซู… ู‚ุงู„ ( ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ) ูู‡ุฐุง ุญุณู†ุŒ ูˆู‡ูˆ ุงู„ุตูˆุงุจ ููŠ ู…ุซู„ู‡ุŒ ู„ุฃู† ู‚ูˆู„ู‡ ( ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ) ูŠุชุถู…ู† ุฅุฌุงุฒุฉ ู…ู† ุงู„ุฑุงูˆูŠ ูˆุฅุฐู†ุงู‹ ููŠ ุฑูˆุงูŠุฉ ุตูˆุงุจู‡ุง ุนู†ู‡ ุฅุฐุง ุจุงู†


โ€œDan ketika para pembaca merasa samar dengan lafadz hadits yang ia baca, kemudian ia membacanya dengan penuh keraguan, kemudian ia mengucapkan โ€œAtau sebagaimana yang disabdakan (ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„)โ€ maka ini adalah cara yang baik dan mendekati kebenaran (as-shawab) di dalam sejenisnya. Karena ucapan para pembaca โ€œAtau sebagaimana yang disabdakan (ุฃูˆ ูƒู…ุง ู‚ุงู„)โ€ menyimpan ijazah sanad dari perawi hadits serta izin di dalam riwayat yang mendekati kebenaran (as-shawab) dari perawi hadits ketika para pembaca menemukannyaโ€ (Utsman bin Abdurrahhman Ibnu Shalah, Muqaddimah Ibnu Shalah [Beirut: Darul Fikr], 2010, hal. 106).

ย 

Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo
ย