Ilmu Hadits

Telaah Sanad Hadits Keutamaan Bulan Rajab

Kam, 26 Januari 2023 | 13:00 WIB

Telaah Sanad Hadits Keutamaan Bulan Rajab

Kajian hadits keutamaan bulan Rajab. (Ilustrasi: NU Online).

Seiring asumsi tidak ada dalil sahih atas keutamaan bulan Rajab, orang melupakan adanya hadits yang dapat dijadikan hujah atas keutamaannya. Yaitu hadits yang ditakhrij oleh Abul Hasan Ali Ar-Raba’i dalam karyanya Fadhlu Rajab, Keutamaan Bulan Rajab.


Hadits Keutamaan Bulan Rajab

Secara lengkap hadits keutamaan bulan Rajab yang ditakhrij Abul Hasan Ali Ar-Raba’i adalah sebagai berikut:


عَنْ عَطَاء أَنَّ عُرْوَةَ قَالَ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ : هَلْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ فِي رَجَبَ؟ قَالَ: نَعَمْ وَيُشَرِّفُهُ. (رواه أبو الحسن علي الربعي)


Artinya, “Diriwayatkan dari Atha, sungguh Urwah bertanya kepada sahabat Abdullah bin Umar: ‘Apakah Rasulullah saw berpuasa Rajab?’ Ia menjawab: ‘Ya, dan Rasulullah memuliakannya,’” (HR Abul Hasan Ali Ar-Raba’i).


Analisis Sanad Hadits

Abdullah bin Umar yang dimaksud dalam sanad hadits adalah sahabat Abdullah bin Umar yang sudah sangat terkenal biografinya. Kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadits pun tidak dapat diragukan, karena seluruh sahabat adalah perawi tsiqah.


Sebagai sahabat ia meriwayatkan banyak sekali hadits langsung dari Nabi Muhammad saw, ayahnya sendiri Umar bin Al-Khatthab, Abu Bakar, Utsman, Ali, dan banyak sahabat lainnya. Di antara muridnya dalam periwayatan hadits adalah Adam bin Ali, Urwah bin Az-Zubair, Atha bin Abi Rabah, dan selainnya. (Ad-Dzahabi, Siyar A'lamin Nubala, juz III, halaman 203-206).


Urwah dalam sanad hadits adalah Urwah bin Zubair bin Awam. Termasuk generasi tabi'in. Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya sendiri Az-Zubair bin Al-Awwam, Ibunya sendiri Asma binti Abu Bakar, Abdullah bin Umar, dan sahabat lainnya. Sedangkan di antara perawi yang meriwayatkan hadits darinya adalah empat anaknya sendiri yaitu Abdullah, Utsman, Hisyam, dan Muhammad. Demikian pula Atha bin Abi Rabbah, Umar bin Abdul Aziz, dan selainnya.


Urwah termasuk golongan tabi'in yang tsiqah meriwayatkan hadits. Ibnu Sa'd menyebutnya dalam thabaqah tsaniyah dari Ahli Madinah. Ibnu Sa'd berkata: “Urwah adalah perawi tsiqah, banyak haditsnya, ahli fiqih, alim, teguh, dan dapat dipercaya.” Urwah wafat tahun 99, 100, atau 101 hijriyah pada usia 67 tahun merujuk perbedaan pendapat tentang tahun wafatnya. (Ibnu Hajar Al-'Asqalani, Tahdzibut Tahdzib, juz V, halaman 163-166).


Atha dalam sanad adalah Atha bin Abi Rabbah. Ia juga punya nama Aslam Al-Qurasyi dan nama kunyah Abu Muhammad Al-Makki. Ia termasuk generasi tabi'in. Atha meriwayatkan hadits dari para sahabat dan tabi'in, yang di antaranya adalah Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Urwah bin Zubair, dan selainnya. Adapun perawi yang meriwayatkan hadits darinya adalah adalah anaknya sendiri yang bernama Ya'qub, Mujahid, Az-Zuhri dan selainnya.


Al-Hafizh Ibnu Hajar menilainya sebagai perawi yang tsiqah dan tergolong thabaqah tsalitsah. Atha wafat pada tahun 114 H menurut pendapat yang masyhur. (Al-'Asqalani, Tahdzibut Tahdzib, juz VII, halaman 179; dan Ibnu Hajar Al-'Asqalani, Taqribut Tahdzib, [Suriah, Darur Rasyid: 1986], juz I, halaman 391).


Abul Hasan Ali Ar-Raba'i bernama lengkap Ali bin Muhammad bin Syuja' Ar-Raba'i. Ia terkenal dengan sebutan Ibnu Abil Haul. Di antara gurunya adalah Abdul Wahab bin Al-Hasan Al-Kilabi. Abul Qasim Ali bin Ibrahim mengatakan ia adalah kaddzab, perawi pembohong. Meminjam redaksi Az-Zirikli, wattuhima fi ba'di sima'ihi, ia dicurigai dalam sebagian periwayatan haditsnya. Ar-Raba'i wafat pada tahun 444 H. Di antara karyanya adalah Kitab Fadhailus Syam dan Fadhailu Rajab. (Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad Al-Kattani, Dzailu Tarikhi Maulidil Ulama wa Wafayatihim, [Riyadh, Darul 'Ashimah, 1409 H], halaman 191; Ibnu 'Asakir, Tarikhu Madinati Dimasyqa, [Beirut, Darul Fikr: 1996], juz XLIII, halaman 179; dan Khauriddin Az-Zirikli, Al-A'lam, [Beirut, Darul 'Ilmi: 1980], juz IV, halaman).


Meski perawi antara Atha sampai Abul Hasan Ali Ar-Raba'i belum terlacak dan Ar-Raba'i sendiri dinilai sebagai perawi yang bermasalah, namun Al-Muttaqi Al-Hindi (wafat 975 H) menyatakan bahwa seluruh perawi hadits di atas adalah para perawi tsiqah. Dalam Kitab Kanzul 'Ummal, setelah menyebutkan hadits tersebut Al-Muttaqi Al-Hindi menegaskan:


أبو الحسن على ابن محمد بن شجاع الربعي في فضل رجب، ورجاله كلهم ثقات


Artinya, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abul Hasan Ali ibnu Muhammad bin Syuja' Ar-Raba'i, seluruh perawinya adalah perawi tsiqah. (Ali bin Hisyamuddin Al-Muttaqi Al-Hindi, Kanzul 'Ummal fi Sunanil Aqwal wal Af'al, [Beirut: Muassasatur Risalah: 1989], juz VIII, halaman 657).


Penegasan seluruh perawinya adalah perawi tsiqah ini juga dikutip dalam Kitab Jami'ul Ahadits, kumpulan tiga kitab hadits dari Jam'ul Jawami' karya As-Suyuthi, Al-Jami' Al-Azhar karya Al-Munawi, dan Al-Fathul Kabir karya An-Nabhani. (Jalaluddin As-Suyuthi dkk, Jami'ul Ahadits, juz XXXVI, halaman 318).


Analisis Matan

Bila keterangan Al-Muttaqi Al-Hindi ini disepakati, maka dapat disimpulkan, bahwa hadits yang ditakhrij oleh Abul Hasan Ali Ar-Raba' ini dapat menjadi salah satu hujah kesunahan puasa Rajab secara khusus dan sekaligus menunjukkan kemuliaannya. Hadits ini sering dilupakan dalam pembahasan keutamaan bulan Rajab dan kesunahan berpuasa secara khusus di dalamnya dibandingkan hadits-hadits lainnya.


Berdasarkan hadits yang ditakhrij Ar-Raba'i ini Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizh Yaman menyatakan:


وقد صح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصوم رجب وكان يشرفه ويمجده ويعظمه فيما رواه أبو الحسن علي بن محمد الربعي بسند رجاله ثقات


Artinya, “Dan telah sahih bahwa Rasulullah saw biasa berpuasa Rajab, memuliakannya, dan mengagungkannya, yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abul Hasan Ali bin Muhammad Ar-Raba'i dengan sanad yang para perawinya adalah perawi tsiqat atau terpercaya.”


Berdasarkan hadits ini Habib Umar memfatwakan puasa Rajab meski hanya 3 hari jika tidak melakukan selebihnya. Penjelasan ini disampaikan dalam fatwanya Nomor 290 dengan judul “Kaifa Naghtanimu Fadhilata Syahri Rajab”, Bagaimana Kita Memanfaatkan Kesempatan Beribadah di Bulan Rajab, 28 Jumadal Akhir 1442 H/11 Februari 2021. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.