Sirah Nabawiyah

Apakah Ada Nabi Antara Isa dan Muhammad?

Kam, 30 Mei 2024 | 17:00 WIB

Apakah Ada Nabi Antara Isa dan Muhammad?

Eksistensi nabi di antara zaman Isa dan Muhammad saw (NU Online).

Sejak kecil kita ditanamkan untuk menghafal nama-nama nabi dan rasul yang berjumlah 25. Selain nama-nama tersebut, nyaris saat itu kita tidak mengenali nabi-nabi lainnya, kecuali beberapa yang terkenal misalnya Nabi Khidir as.

 

Masa antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw sering dinamakan masa fatrah, atau dapat disebut dengan masa terputusnya pengiriman rasul-rasul. Kurang lebih, jarak antara Nabi Isa as dengan Nabi Muhammad saw adalah 600 tahun (Rosa Rosdiana, dkk, Keberadaan Agama Samawi Pada Masa Fatrah dalam Perspektif Al-Qur’an, [Al-Misykah: Jurnal Kajian Al-Quran dan Tafsir, Vol 3, No 2, 2022], halaman 183).

 

Adakah Nabi di antara Zaman Nabi Isa dan Nabi Muhammad? 

Dengan jarak waktu yang cukup jauh antara Nabi Isa as dengan Nabi Muhammad saw, apakah kita pernah bertanya-tanya, sebenarnya apakah ada nabi-nabi lainnya yang hidup pada rentang masa fatrah? 


Menyoal Status Khalid bin Sinan sebagai Nabi 

Apabila kita melirik literatur-literatur keislaman, terdapat diskusi terkait eksistensi kenabian pasca Nabi Isa as. Misalnya kita mendapati Isma’il Haqqi, penulis kitab tafsir Ruhul Bayan memaparkan bahwa ada nabi pasca Isa as, salah satunya adalah Khalid bin Sinan, yang hidupnya tidak begitu jauh dari masa Nabi saw.

 

Konon Khalid bin Sinan merupakan seorang nabi yang berjuang mendakwahkan kepercayaan bahwa akhirat dan siksa kubur merupakan hal yang nyata. Hanya saja, kaumnya saat itu tidak menggubrisnya. Hingga, tatkala anak perempuan Khalid mendatangi Nabi, beliau berkata padanya, “Selamat datang wahai putri dari seorang nabi yang telah disia-siakan oleh kaumnya sendiri.” (Isma’il Haqqi, Ruhul Bayan, [Beirut, Darul Fikr: t.t.], jilid II, halaman 375).

 

Penulis mencoba melacak sabda Nabi saw yang dilampirkan oleh Isma’il Haqqi dalam paparannya. As-Suyuthi menyebut, hadits ini terdapat dalam kitab imla atau hasil pencatatan dikte milik ‘Abdur Razzaq. Riwayatnya bersumber dari Sa’id bin Jubair secara mursal, sedangkan para perawi dalam sanadnya merupakan orang-orang yang kredibel.

 

Meskipun dinilai demikian, Ad-Dzahabi sebagaimana dikutip As-Suyuthi mengomentari hadits ini tidaklah shahih, sebab terjadi kontradiksi dengan hadits shahih yang menentang keterangan adanya nabi antara Isa dan Muhammad (As-Suyuthi, Jami’ul Ahadits, [Kairo, Al-Azhar Syarif: 2005], jilid VIII, halaman 271).

 

Begitupun dengan Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang membantah adanya nabi yang diutus setelah Isa as, yaitu Khalid bin Sinan. Bantahan ini disertai keterangan bahwa pada masa setelah Isa as, manusia kehilangan arah dan paganisme semakin meningkat, sehingga diutusnya Nabi Muhammad saw menjadi anugerah yang begitu besar bagi manusia. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quranil ‘Azhim, [Beirut, Darul Fikr: t.t], jilid II, halaman 46).

 

Bantahan Ibnu Katsir di atas merupakan suatu pendapat yang didasarkan pada hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan lain-lain. Teks hadits tersebut adalah:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

 

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, 'Rasulullah saw besabda, ‘Aku orang yang paling dekat dengan 'Isa bin Maryam 'alaihis salam di dunia dan akhirat, dan para nabi adalah bersaudara (dari keturunan) satu ayah dengan ibu yang berbeda, sedangkan agama mereka satu’.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain).

 

Dengan adanya hadits di atas, dapat dipahami secara gamblang bahwa antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw tidak ada nabi-nabi lainnya. Keterangan ini disebut oleh Ibnu Ruslan dalam Syarhu Sunan Abi Dawud, bahwa tidak ada nabi, baik nabi saja (mendapat wahyu untuk diri sendiri) maupun nabi sekaligus rasul (wahyunya untuk disebar kepada umat). (Ibnu Ruslan, Syarhu Sunan Abi Dawud, [Mesir: Darul Falah, 2016], jilid XVII, hal. 160).

 

Kendati secara tekstual menandakan tidak adanya nabi di antara Nabi Isa dan Muhammad, Badruddin al-‘Ayni ketika menjelaskan hadits di atas justru menyebutkan nama-nama nabi yang muncul di masa fatrah. Hal ini menandakan adanya perbedaan interpretasi di kalangan penafsir hadits.

 

Status Kenabian Hamzhalah bin Shafwan dan Syu’aib bin Dzi Mahzam

Adapun di antara nama-nama nabi yang disebut oleh Badruddin Al-‘Aini adalah Hanzhalah bin Shafwan, konon masih keturunan dari anak Isma’il. Lalu Khalid bin Sinan  Al-‘Asabi dan Syu’aib bin Dzi Mahzam (bukan nabi Syu’aib yang tergolong dari 25 nabi dan rasul). 

 

Kendati nama-nama ini terindikasi sebagai nabi, namun Ibnu Katsir mengonfirmasi bahwa mereka merupakan orang-orang yang shaleh dan mengajak umatnya kepada kebaikan. Tidak ada nabi lagi yang diutus dalam rentang waktu antara Isa dan Muhammad, sebab adanya hadits Al-Bukhari dan Muslim di atas.

 

Lebih lanjut Badruddin Al-‘Aini memandang adanya kemungkinan boleh jadi ada nabi-nabi di rentang waktu fatrah, hanya saja mereka nabi yang tidak diutus kepada kaumnya, atau bukan sebagai rasul. (Badruddin Al-‘Ayni, ‘Umdatul Qari, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2001], jilid XVII, halaman 96).

 

Diskusi mengenai ada tidaknya nabi antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw menunjukkan adanya variasi interpretasi di kalangan ulama. Meski terdapat pandangan bahwa mungkin ada nabi di masa fatrah, mayoritas ulama, berdasarkan hadits-hadits shahih dan pandangan seperti Ibnu Katsir, menyimpulkan tidak ada nabi lain yang diutus antara Isa as dan Muhammad saw.

 

Meskipun tokoh-tokoh seperti Khalid bin Sinan muncul dalam beberapa literatur, mereka lebih dianggap sebagai orang-orang saleh daripada nabi yang diutus. Pada akhirnya, konsensus ulama menegaskan pentingnya pengutusan Nabi Muhammad saw sebagai penutup para nabi yang membawa risalah terakhir dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Amien Nurhakim, Penulis Keislaman NU Online dan Dosen Universitas PTIQ Jakarta