Sirah Nabawiyah

Sang Penakluk Persia, Sa'ad bin Abi Waqqas

Selasa, 18 Februari 2025 | 18:00 WIB

Sang Penakluk Persia, Sa'ad bin Abi Waqqas

Ilustrasi peta Persia. Sumber: Canva/NU Online

Setelah wafatnya Rasulullah SAW pada tahun ke-11 Hijriyah, umat Islam mulai menyebarkan dakwah mereka di bawah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shidiq (w. 13 H). Di masa pemerintahannya, berbagai upaya dilakukan untuk memperluas wilayah Islam dan menyebarkan ajaran agama. 


Setelah Abu Bakar, kepemimpinan dilanjutkan oleh Umar bin Khattab (w. 23 H), yang melanjutkan misi ini dengan serangkaian penaklukan wilayah di sekitar Arab, yang dikenal sebagai Futuhatul Islamiyah.


Di antara wilayah yang berhasil ditaklukkan adalah Persia, Syam, dan Mesir. Penaklukan Persia, khususnya, sangat signifikan dan tidak terlepas dari pertempuran Qadisiyah yang terjadi pada tahun 15 H. Dalam pertempuran ini, pasukan Islam yang berjumlah sekitar 36.000 orang harus menghadapi 120.000 pasukan Persia yang diperkuat dengan pasukan gajah.


Meskipun jumlah pasukan Islam lebih sedikit, Allah SWT memberikan kemenangan kepada mereka setelah empat hari berperang. Salah satu faktor kunci dalam kemenangan ini adalah kecerdasan strategi Panglima Muslimin, Sa’ad bin Abi Waqqas. Sa’ad bin Abi Waqqas dikenal sebagai salah satu sahabat terkemuka Rasulullah SAW, seorang panglima perang yang gagah berani, dan termasuk di antara sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

 

Latar Belakang Sa’ad bin Abi Waqqas

Imam Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal menyebutkan bahwa nama lengkap Sa’ad adalah Abu Ishaq Sa’ad bin Abi Waqqas, dengan nama aslinya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah al-Quraisyi. Dari nasab ini, kita dapat melihat bahwa Sa’ad berasal dari suku Quraisy, tepatnya dari Bani Zuhrah, yang juga merupakan keluarga Rasulullah SAW dari pihak ibu.


Sa’ad bin Abi Waqqas lahir pada tahun 595 M di Makkah. Ia termasuk salah satu orang yang pertama kali masuk Islam (Assabiqunal Awwalun), tepatnya pada usia 17 tahun, melalui ajakan Abu Bakar Ash-Shidiq. Informasi ini dapat ditemukan dalam Tahdzibul Kamal Fi Asmair Rijal (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1413 H, Juz X, hlm. 309).


Sa’ad bin Abi Waqqas merupakan sahabat yang selalu berpartisipasi dalam perang dan penaklukkan penting bersama Rasulullah, termasuk Perang Badar, Uhud, Khandaq dan Fatthul Makkah. Ibnu Hisyam dalam kitab Sirahnya menyebutkan bahwa Sa’ad dikenal sebagai pemanah ulung (As-Sirah An-Nabawiyyah Libni Hisyam, (Kairo: Syirkah Ath-Thiba'ah al-Faniyah al-Muttahidah, 1431 H], Juz II, hlm. 50)


Salah satu pencapaian terbesarnya di medan perang adalah ketika Khalifah Umar bin Khattab menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqas untuk memimpin pasukan Muslim dalam ekspansi militer ke Persia, setelah Khalid bin Walid ditarik ke Syam. 


Tidak lama setelah kedatangannya di Persia, Sa’ad langsung berhadapan dengan pasukan Persia yang dipimpin oleh Rustum, seorang panglima perang ternama dari Persia. Pertemuan ini memicu berkecamuknya Perang Qadisiyah, yang berlangsung di salah satu kota di selatan Irak.


Imam Ath-Thabari dalam Tarikh Rusul Wal Muluk mencatat bahwa Perang Qadisiyah terjadi pada tahun 15 H, yang bertepatan dengan 636 M, dan berlangsung selama empat hari. Dengan strategi militer yang cerdas, Sa’ad berhasil mengalahkan pasukan Persia, membunuh Panglima Rustum, dan membuka jalan bagi umat Islam untuk menaklukkan wilayah ibu kota Kekaisaran Persia di Mada’in (Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, [Kairo: Darul Ma’arif, 1967 M] Juz III, hlm. 576).


Sang Pemilik Doa Yang Mustajab
Selain dikenal sebagai pemanah yang hebat, Sa’ad bin Abi Waqqas memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Ia pernah didoakan secara khusus oleh Nabi. Imam al-Hakim meriwayatkan dalam Mustadrak ‘ala Shahihain sebuah doa Nabi kepada Sa’ad:


اللَّهُمَّ ‌سَدِّدْ ‌رَمَيْتَهُ، ‌وَأَجِبْ ‌دَعْوَتَهُ


Artinya, "Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan jawablah setiap do’anya." (Mustadrak ‘ala Shahihain, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990 M] Juz III, hlm. 28, No. 4314).


Berkat doa ini, setiap permohonan yang dipanjatkan oleh Sa’ad sering kali dikabulkan oleh Allah.

 

Akhir Hayat Sang Penakluk Persia

Imam al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal menyebutkan mengenai akhir hayat Sa’ad bin Abi Waqqas. Setelah banyak berkontribusi dalam dakwah Islam dan penaklukan wilayah, beliau memilih untuk hidup menyendiri di akhir hayatnya, terutama ketika fitnah melanda umat Islam pasca terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan.


Sa’ad wafat di kediamannya yang terletak sekitar 10 mil dari Madinah pada tahun 55 H, yang bertepatan dengan tahun 674 M, dalam usia 80 tahun. Ia kemudian dimakamkan di Baqi’, Madinah (Tahdzibul Kamal fi Asmair Rijal, Juz X Hal. 313).


Kabar Kewafatan di Cina

Terkait dengan kabar bahwa Sa’ad bin Abi Waqqas wafat di Cina, penulis telah membaca beberapa kitab Tarajim (kumpulan biografi) primer yang menuliskan biografi Sa’ad bin Abi Waqqas. Namun, belum menemukan referensi kuat yang menyebutkan bahwa beliau wafat dan dimakamkan di Cina. Berdasarkan sumber yang kuat, beliau wafat di Madinah.


Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai kewafatannya, Sa’ad bin Abi Waqqas merupakan salah satu sahabat yang memiliki peran besar dalam perkembangan Islam. Keberanian dan kecerdasannya di medan perang, kedekatannya dengan Rasulullah SAW, serta keikhlasannya dalam beribadah harus dijadikan teladan oleh umat Islam. 


Semoga umat Islam di hari ini dan masa depan bisa melanjutkan perjuangan Nabi dan para sahabatnya dalam mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Amin ya rabbal 'alamin.


Muhamad Iqbal Akmaludin, Alumni Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences dan UIN Jakarta