Syariah

Hukum Membaca Al-Fatihah bagi Makmum Perspektif Mazhab Syafi’i dan Hanafi

Sen, 12 Februari 2024 | 15:00 WIB

Hukum Membaca Al-Fatihah bagi Makmum Perspektif Mazhab Syafi’i dan Hanafi

Ilustrasi: shalat - ibadah (NU Online - Suwitno).

Shalat adalah suatu ibadah utama bagi umat Islam. Bagaimana tidak, shalat adalah suatu amal yang pertama kali dihisab kelak di hari kiamat. Tatkala shalat kamu aman maka niscaya amal yang lain aman.

 

Namun shalat menjadi Istimewa tatkala dilaksanakan secara berjamaah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwasannya Nabi telah bersabda yang artinya: “Shalat berjamaah unggul 27 derajat terhadap shalat sendirian”.

 

Di negara Indonesia seringkali ditemui imam shalat jamaah yang membacanya surat Al-Fatihah maupun surat pendek dengan cepat. Hal tersebut membingungkan para makmum yang belum menyelesaikan pembacaan surat Al-Fatihah.

 

Mau diteruskan nanti ketinggalan dua rukun dan hal itu bisa membatalkan shalat. Seandainya tidak diteruskan dia dianggap belum membaca Al-Fatihah dan itu juga bisa membatalkan shalat.

 

Lantas bagaimana pandangan para Imam Mazhab terhadap kewajiban membaca surat Al-Fatihah bagi seorang makmum?

 

Pertama, para ulama mazhab Syafi’i berpendapat membaca surat Al-Fatihah bagi makmum hukumnya wajib. Hal ini dilatarbelakangi oleh hadits yang diriwayatkan oleh Umadah bin As-Shamit:

 

وهذا كما قال: الصلاة تفتقر إلى القراءة. وبه قال جمهور العلماء، وحكي عن الحسن بن صالح والأصم أنهما قالا: القراءة مستحّبة في الصلاة، وليست بواجبٍة. واحتجّ بما روي عن عمر صلى الله عليه وسلم أنه صلّى فنسي القراءة، فقيل له في ذلك، فقال: كيف كان الركوع والسجود قالوا؛ حسنًا. قال: فلا بأس. 

وهذا غلٌط لما روى عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: ‌لا ‌صلاة ‌لمن لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب
 

 

Artinya: “Hal ini seperti yang telah diucapkan: “Shalat itu butuh terhadap membaca (surat Al-Fatihah)”. Dengan ini jumhurul ulama berkata. Namun diceritakan dari Al-Hasan bin Shalih dan Al-Asham bahwa mereka berkata: “Membaca surat Al-Fatihah itu hukumnya sunah dalam shalat, bukan wajib.Ia berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Amr bahwa beliau pernah shalat dan lupa membaca surat Al-Fatihah.” Lalu dikatakan kepadanya: “Bagaimana saya rukuk dan sujud?” Mereka berkata: “Baik.” Beliau berkata: “Maka tidak masalah”.

 

Hal ini adalah salah. Karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin As-Shamit bahwa Nabi saw bersabda: “Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah). (Ar-Ruyani, Bahrul Mazhab, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2009], juz II, halaman 25).

 

Hal tersebut yang melatarbelakangi mazhab Syafi’I berpendapat bahwa makmum tetap wajib membaca surat Al-Fatihah.

 

Kedua, mazhab Hanafi berpendapat tidak wajib bagi makmum untuk membaca surat Al-Fatihah. Hal tersebut karena sudah dicukupkan dengan pembacaan imam. Pembacaan imam dianggap mewakili Al-Fatihah makmum.

 

وأما الحديث فعندنا: لا صلاة بدون قراءة، أصلا، وصلاة المقتدي ليست بصلاة بدون قراءة أصلا، بل هي صلاة بقراءة وهي قراءة الإمام على أن قراءة الإمام قراءة للمقتدي، قال النبي صلى الله عليه وسلم: من ‌كان ‌له ‌إمام فقراءة الإمام له قراءة

 

Artinya: “Adapun hadits “Tidak sah shalat tanpa membaca surat Al-Fatihah”, menurut kita adalah ketika sama sekali tidak ada pembacaan surat Al-Fatihah. Sedangkan shalatnya makmum bukannya tidak ada pembacaan Al-Fatihah, namun hal itu adalah shalat dengan pembacaan Al-Fatihah.Hal itu adalah pembacaan Al-Fatihah imam. Sesungguhnya pembacaannya itu juga dihukumi pembacaan bagi seorang makmum. Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang memiliki imam (menjadi makmum) maka pembacaan (surat Al-Fatihah)nya juga milik makmum tersebut”.” (Al-Kasani, Badai’us Shanai’, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1986], juz I, halaman 111).

 

Mazhab Hanafi menyimpulkan, imam bertanggung jawab betul terhadap makmumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan bacaannya bisa mewakili kewajiban membaca surat Al-Fatihah bagi  makmum.

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat terkait kewajiban membaca surat Al-Fatihah bagi makmum. Mazhab Syafi’i berpendapat tetap wajib bagi makmum membaca surat Al-Fatihah. Karena kewajiban membaca surat Al-Fatihah dibebankan terhadap individu orang yang shalat, tak terkecuali seorang makmum. Sedangkan mMazhab Hanafi menyukupkan pembacaan surat Al-Fatihah oleh imam.

 

Dari kedua pendapat di atas, tatkala kita mengikuti pendapat mazhab Syafi'i maka kita harus tetap membaca surat Al-Fatihah sampai selesai. Dengan catatan makmum tidak sampai terpaut tiga rukun panjang (rukuk dan sujud). Sedangkan Ketika kita mengikuti pendapat mazhab Hanafi, hal tersebut tidak perlu dilakukan. Karena sudah dicukupkan dengan bacaan Imam. Wallahu A’lam.   

 

Ustadz Sirun, Ketua Tahqiqul Kutub Pesantren An-Nur II Bululawang Malang.