Syariah

Kombinasi Akad Syirkah dan Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Usaha Peternakan Syariah

Sab, 14 Januari 2023 | 16:00 WIB

Kombinasi Akad Syirkah dan Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Usaha Peternakan Syariah

Ilustrasi: telur ayam (howstuffworks.com).

Ciri dasar akad mudharabah adalah kontrak dilakukan oleh dua pihak yang salah satunya menjadi pemodal (100%) dan pihak lainnya berlaku sebagai pengelola (100%). Bagi hasil ditetapkan menurut kesepakatan keduanya.
 

Adapun ciri dasar dari akad syirkah ‘inan adalah kontrak dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing berlaku sebagai pemodal sekaligus pengelola. Bagi hasil ditetapkan menurut nisbah modal yang disertakan oleh masing-masing pihak.
 

Akan tetapi, kebutuhan yang terjadi di lapangan, adalah:    
1.    Pihak LKS/BMT ingin menjadi pemodal saja;
2.    Pengelolaan peternakan diserahkan 100% kepada peternak; dan
3.    Peternak juga punya modal yang bisa disertakan—peternak berlaku sebagai pemodal sekaligus pengelola, sementara pihak BMT hanya selaku pemodal saja—.


 

Jadi ada 2 pemodal, dan salah satunya merangkap menjadi pengelola. Akad apakah yang bisa mewadahi kondisi riil di lapangan seperti ini? 
 

Pertama, menurut Syekh Abdurrahman Al-Jaziri. Menurutnya, akad sebagaimana tergambar di atas masuk kategori syirkah ‘inan. Beliau menyatakan:
 

شركة العنان فهي ... أن يشترك اثنان فأكثر بماليهما على أن يعمل أحدهما فقط بشرط أن يكون للعامل جزء من الربح أكثر من ربح ماله ليكون ماله الجزء نظير عمله فإن شرط له ربحًا قدر ماله فقط إيضاع لا يصح لأنه عمل في مال الغير بدون أجر

 

Artinya, "Syirkah ‘inan adalah ... kesepakatan dua pihak atau lebih atas dua modal yang dikumpulkan bersama akan tetapi dikelola oleh salah satu pihak saja dengan syarat pihak ‘amil mendapatkan bagian keuntungan yang lebih besar disamping keuntungan penyertaan modalnya sebagai perimbangan atas kerja (amal) yang telah dilakukannya. Sebab jika hanya dibagi menurut penyertaan modalnya saja maka kerjanya dinilai sebagai buang-buang waktu sehingga tidak sah, sebab sama artinya dengan mengelola harta pihak lain tanpa upah.” (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alal Madzahib Al-Arba’ah, [Beirut, DKI: 2003], juz III, halaman 70).


Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah sebagai berikut:

  1. pemodal berasal dari pihak yang berserikat;
  2. pemodal yang sekaligus bertindak selaku pengelola ('amil), mendapat bagian bagi hasil lebih besar dari nisbah modal yang disertakannya; dan
  3. nisbah bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan memberikan porsi lebih pada pemodal sekaligus pengelola.
 

Misalnya, nisbah modal yang disertakan peternak, adalah 30%. Namun, karena ia bertindak selaku ‘amil sendirian, maka ia berhak mendapat tambahan nisbah bagi hasil yang disepakati bersama sebesar 50% atau lebih. 


Titik krusial dari penjelasan Syekh Abdurrahman Al-Jazir ini adalah, jika syirkah ‘inan lantas mengapa bagi hasilnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan? Seharusnya, bagi hasil itu cukup berdasar nisbah modal.
 

Namun, penetapan berdasar nisbah modal saja juga menjadi kurang adil terhadap syarik yang melakukan kerja pengelolaan. Di sinilah kemudian masalah ini menghendaki solusi yang lebih rinci. Solusi itu serasa masuk akal apabila kita menyimak pendapat dari Ibnu Qudamah.


 

Kedua, menurut Ibnu Qudamah. Di dalam kitab Al-Mughni disampaikan bahwa akad yang memenuhi kondisi di atas, adalah akad syirkah wa mudharabah.
 

أنْ يَشْتَرِكَ مالانِ وبَدَنُ صاحِبِ أحَدِهِما. فَهَذا يَجْمَعُ شَرِكَةً ومُضارَبَةً، وهُوَ صَحِيحٌ. فَلَوْ كانَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ ثَلاثَةُ آلافِ دِرْهَمٍ، لِأحَدِهِما ألْفٌ، ولِلْآخَرِ ألْفانِ، فَأذِنَ صاحِبُ الألْفَيْنِ لِصاحِبِ الألْفِ أنْ يَتَصَرَّفَ فِيها عَلى أنْ يَكُونَ الرِّبْحُ بَيْنَهُما نِصْفَيْنِ، صَحَّ


Artinya, “Kedua pemodal melakukan serikat modal ditambah salah satu pemodal menyanggupi tenaga, maka dari itu terkumpul dua akad syirkah dan mudharabah. Akad ini adalah sah. Misalnya, dua orang bersama-sama mengumpulkan modal sebesar 3000 dirham. Salah satunya menyerahkan 1000, dan pihak lainnya menyerahkan 2000. Pemodal yang mengeluarkan uang 2000 mengidzinkan pemodal 1000 untuk mengelola modal yang ada dengan perjanjian bahwa keuntungan bagi mereka berdua adalah 50% - 50%. Ini adalah sah.” (Muwaffiquddin Al-Maqdisi, Al-Mughni li Ibni Qudamah, [Beirut: DKI], Juz V, halaman 20).
 

Bagaimana langkah kalkulasi pembagian keuntungannya? Lebih lanjut, Ibnu Qudamah menyampaikan:
 

ويَكُونُ لِصاحِبِ الألْفِ ثُلُثُ الرِّبْحِ بِحَقِّ مالِهِ، والباقِي وهُوَ ثُلُثا الرِّبْحِ بَيْنَهُما، لِصاحِبِ الألْفَيْنِ ثَلاثَةُ أرْباعِهِ، ولِلْعامِلِ رُبْعُهُ، وذَلِكَ لِأنَّهُ جَعَلَ لَهُ نِصْفَ الرِّبْحِ، فَجَعَلْناهُ سِتَّةَ أسْهُمٍ، مِنها ثَلاثَةٌ لِلْعامِلِ، حِصَّةُ مالِهِ سَهْمانِ، وسَهْمٌ يَسْتَحِقُّهُ بِعَمَلِهِ فِي مالِ شَرِيكِهِ، وحِصَّةُ مالِ شَرِيكِهِ أرْبَعَةُ أسْهُمٍ، لِلْعامِلِ سَهْمٌ وهُوَ الرُّبْعُ


Artinya, “Bagi pemilik modal 1000 berhak mendapatkan nisbah ⅓ total keuntungan karena modalnya, sehingga tersisa ⅔ keuntungan yang harus dibagi berdua. Bagi pemodal 2000, ia berhak atas ¾ dari sisa keuntungan. Sementara bagi pengelola, mendapat tambahan ¼ dari sisa keuntungan. Demikian ini karena akad tersebut disepakati bahwa bagi amil berhak mendapat separo dari total keuntungan. Jadi, kita umpamakan ada 6 bagian keuntungan. 3 untuk 'amil, yang berasal dari nisbah modalnya sebanyak 2 bagian. 1 bagian lainnya diperoleh karena kerjanya dalam mengelola harta mitranya. Sementara nisbah milik syariknya adalah 4 bagian. Diserahkan ke 'amil sebanyak 1 bagian yang setara dengan ¼ bagian.” (Al-Maqdisi, Al-Mughni, juz V, halaman 20).

 


Jika dicermati, maka langkah bagi hasil dari akad syirkah dan mudharabah ini adalah:

  1. mengkalkulasi terlebih dulu nisbah bagi hasil sesuai modal masing-masing,—akad bagi hasil ini mengikuti prinsip akad syirkah ‘inan—; 
  2. selanjutnya dilakukan kalkulasi menggunakan prinsip mudharabah dengan basis harta yang dibagi adalah nisbah bagiannya syarik yang tidak ikut serta kerja dalam mengelola. Akad ini mengikuti prinsip mudharabah


 

Kita ilustrasikan, andaikata keuntungan dari modal 3000 itu adalah sebesar 9000, maka hak pemodal 1000 adalah ⅓ dari 9000, yaitu senilai 3000. Sisanya sebesar 6000 dibagi mengikuti prinsip mudharabah.
 

Jika disepakati bahwa 'amil mendapat ¼ bagian dari mudharabah, maka bagian pemodal 1000 mendapat tambahan sebesar ¼ x 6000, yaitu sama dengan 1500, sehingga tersisa 4500 yang menjadi hak pemodal 2000. 


Total penerimaan pemodal 1000, menjadi 3000 + 1500, sama dengan 4500.


 

Simpulan

Ketika pemodal berasal dari pihak yang berserikat, yaitu BMT/LKS dan peternak, sementara yang melakukan kerja hanya peternak saja, maka mekanisme pembiayaan semacam ini dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kombinasi akad syirkah dan akad mudharabah. Akad ini sering dikenal pula sebagai akad syirkah mudharabah.

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur; Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur