Tafsir

Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 62: Larangan Memakan Harta Haram

Sel, 4 Juni 2024 | 17:30 WIB

Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 62: Larangan Memakan Harta Haram

Larangan memakan harta haram. (Foto: NU Online/Freepik)

Memakan harta haram melalui hasil korupsi misalnya, tidak hanya berdampak buruk pada individu yang melakukannya tetapi juga pada masyarakat luas. Orang yang melakukan korupsi biasanya menggunakan jabatan atau kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara yang tidak jujur. 


Dalam agama Islam, korupsi adalah salah satu perbuatan dosa yang sangat dikecam Allah. Dalam surat Al-Ma'idah ayat 62, Allah swt menggambarkan bagaimana sebagian dari Ahlulkitab berlomba-lomba dalam melakukan dosa, permusuhan, dan memakan harta haram. Korupsi, yang merupakan salah satu bentuk memakan harta haram, merusak tatanan sosial dan menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat.


Lebih lanjut, perbuatan korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem hukum. Ketidakadilan yang timbul akibat korupsi menciptakan kesenjangan sosial yang semakin besar dan memicu berbagai masalah sosial lainnya.


Simak firman Allah dalam Q.S al-Maidah [5] ayat 62:


وَتَرٰى كَثِيْرًا مِّنْهُمْ يُسَارِعُوْنَ فِى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاَكْلِهِمُ السُّحْتَۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۝٦٢


Wa tarâ katsîran min-hum yusâri‘ûna fil-itsmi wal-‘udwâni wa aklihimus-suḫt, labi'sa mâ kânû ya‘malûn


Artinya: "Kamu akan melihat banyak di antara mereka (Ahlulkitab) berlomba-lomba dalam perbuatan dosa, permusuhan, dan memakan (makanan) yang haram. Sungguh, itulah seburuk-buruk apa yang selalu mereka kerjakan,".


Ragam Tafsir

Tafsir Al-Baghawi

Menurut Abu Muhammad al-Baghawi, Tafsir Ma'alim at-Tanzil fi Tafsir Al-Qur'an, Jilid III, halaman 76 bahwa ayat ini menggambarkan perilaku sebagian dari kaum Yahudi yang cenderung berbuat dosa dan melakukan tindakan permusuhan. Dalam konteks ini, dosa diartikan sebagai segala bentuk maksiat dan pelanggaran terhadap hukum, sedangkan permusuhan diartikan sebagai tindakan kezaliman. 


Ada pula interpretasi lain yang menyebutkan bahwa dosa adalah menyembunyikan isi Taurat, sementara permusuhan adalah menambahkan hal-hal yang tidak seharusnya ke dalamnya. Tindakan-tindakan tersebut menunjukkan ketidakpatuhan mereka terhadap ajaran yang sebenarnya.


Selain itu, ayat ini juga menyinggung praktik mengambil harta yang haram, yang dalam hal ini diartikan sebagai menerima suap. Suap adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan sumber daya yang merusak keadilan dan kebenaran. Perbuatan seperti ini memperlihatkan betapa buruknya tindakan yang dilakukan oleh sebagian dari kaum Yahudi tersebut, yang tidak hanya merusak diri mereka sendiri tetapi juga masyarakat sekitar.


Keseluruhan ayat ini menekankan betapa buruknya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sebagian dari kaum Yahudi pada masa itu. Dengan menggabungkan dosa, permusuhan, dan pengambilan harta haram, mereka melakukan pelanggaran besar terhadap ajaran yang seharusnya mereka pegang teguh.


Hal ini menjadi peringatan bagi umat untuk selalu menjaga kebenaran dan keadilan dalam setiap tindakan, serta menjauhi segala bentuk kezaliman dan kecurangan.


{وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ} يَعْنِي: مِنَ الْيَهُودِ {يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} قِيلَ: الْإِثْمُ الْمَعَاصِي وَالْعُدْوَانُ الظُّلْمُ، وَقِيلَ: الْإِثْمُ مَا كَتَمُوا مِنَ التَّوْرَاةِ، وَالْعُدْوَانُ ما زَادُوا فِيهَا، {وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ} الرِّشَا، {لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}


Artinya:  "{Dan kamu akan melihat banyak dari mereka} yakni: dari kalangan Yahudi {bergegas melakukan dosa dan permusuhan} dikatakan: dosa adalah maksiat dan permusuhan adalah kezaliman, dan dikatakan: dosa adalah apa yang mereka sembunyikan dari Taurat, dan permusuhan adalah apa yang mereka tambahkan ke dalamnya, {dan memakan harta yang haram} yakni suap, {sungguh buruk apa yang mereka kerjakan}." [Abu Muhammad al-Baghawi, Tafsir Ma'alim at-Tanzil fi Tafsir Al-Qur'an, Jilid III, [Kairo: Darul Thaibah Li Nasyar wa at-Tauzi',1997], halaman 76].  


Tafsir Al-Misbah

Sementera itu, Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah Jilid III, halaman 146 mengatakan bahwa surat al-Maidah ayat 62 tersebut menggambarkan dua bentuk keburukan utama yang dilakukan, yaitu dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Keburukan dalam ucapan merujuk pada ucapan bohong dan hinaan, sementara keburukan dalam perbuatan merujuk pada tindakan permusuhan dan penyalahgunaan. 


Selain keburukan dalam ucapan, ayat ini juga menyingkap keburukan dalam perbuatan, yang terlihat dari tindakan mereka yang tidak adil dan merugikan orang lain. Salah satu contoh nyata dari perbuatan buruk ini adalah memakan riba, yang berarti mengambil keuntungan yang berlebihan dan tidak sah dari transaksi keuangan.


Praktik riba ini dilarang keras dalam Islam karena menyebabkan penindasan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Orang-orang yang terlibat dalam riba cenderung mengeksploitasi kelemahan dan kebutuhan orang lain demi keuntungan pribadi, sehingga memperburuk kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. [Prof. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid III [Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2002], halaman 146].


Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir

Menurut Ibnu Asyur, dalam Kitab at-Tahrir wa at-Tanwir, Jilid VI, [Tunisia: Darul Tunis Li Nasyar, 1984 M], halaman 202 bahwa surat Al-Maidah ayat 62 menguraikan konsep dosa, permusuhan, dan harta haram menurut perspektif Islam. Dalam ayat tersebut, yang dimaksud dengan "dosa" sebagai segala bentuk kerusakan yang bisa muncul dari perkataan dan perbuatan. Fokus utamanya adalah pada kebohongan, yang merupakan salah satu bentuk dosa yang disebutkan secara spesifik. Ini mengingatkan umat Islam akan pentingnya kejujuran dalam segala aspek kehidupan.


Sementara itu, permusuhan diinterpretasikan sebagai kezaliman, yang mengacu pada tindakan menyerang umat Islam jika memiliki kekuatan untuk melakukannya. Ini memberikan pengertian yang dalam tentang perlunya menjaga kedamaian dan menghindari konflik yang dapat merugikan umat dan masyarakat secara keseluruhan.


وَالْإِثْمُ: الْمَفَاسِدُ مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ، أُرِيدَ بِهِ هُنَا الْكَذِبُ، كَمَا دَلَّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ: عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ. وَالْعُدْوَانُ: الظُّلْمُ، وَالْمُرَادُ بِهِ الِاعْتِدَاءُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ إِنِ اسْتَطَاعُوهُ.


Artinya: "Dan dosa: Adalah segala bentuk kerusakan dari perkataan dan perbuatan. Di sini, yang dimaksud adalah berbohong, seperti yang ditunjukkan oleh firman-Nya: "Dari perkataan mereka tentang dosa." Sedangkan permusuhan: adalah kezaliman, dan yang dimaksud dengannya adalah menyerang umat Islam jika mereka mampu." [Ibnu Asyur, Kitab at-Tahrir wa at-Tanwir, Jilid VI, [Tunisia: Darul Tunis Li Nasyar, 1984 M], halaman 202].


Sementara itu, "suhtu" merujuk pada harta haram, yang meliputi segala bentuk kekayaan yang diperoleh secara tidak sah atau melanggar prinsip-prinsip Islam, seperti riba, suap, atau memakan harta yatim piatu. Tafsir ini mengajak umat Islam untuk menjauhi sumber-sumber kekayaan yang dilarang oleh agama dan mengambil sikap yang benar dalam menjalani kehidupan ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, tafsir tersebut memberikan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.


وَالسُّحْتُ يَشْمَلُ جَمِيعَ الْمَالِ الْحَرَامِ، كَالرِّبَا وَالرَّشْوَةِ وَأَكْلِ مَالِ الْيَتِيمِ وَالْمَغْصُوبِ.


Artinya: "Suhtu meliputi semua harta haram, seperti riba, suap, memakan harta anak yatim, dan harta yang dirampas,". [Ibnu Asyur, Kitab at-Tahrir wa at-Tanwir, Jilid VI, [Tunisia: Darul Tunis Li Nasyar, 1984 M], halaman 202].


Dengan demikian, ayat ini berbicara tentang perilaku sebagian manusia yang tergesa-gesa dalam melakukan dosa dan kezaliman, serta mengonsumsi harta yang haram, seperti hasil dari penipuan, kecurangan, atau hal-hal yang tidak halal secara syariat. Kata "as-suhṭ" dalam ayat ini mengacu pada harta yang diperoleh secara tidak sah, dengan cara yang tidak benar atau melalui praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, seperti suap, korupsi, dan mencuri.


Lebih lanjut, dalam konteks ayat ini, Allah mengingatkan umat manusia untuk bertindak dengan keadilan dan memperoleh harta dengan cara yang halal dan benar, serta menjauhi segala bentuk dosa dan kezaliman. Ini merupakan panggilan untuk memperbaiki perilaku dan memperbaiki hubungan dengan Allah swt.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam Tinggal di Ciputat