Bahtsul Masail

Solusi Shalat untuk Pekerja Penuh Waktu 

Jum, 24 Mei 2024 | 22:30 WIB

Solusi Shalat untuk Pekerja Penuh Waktu 

Ilustrasi pekerja bangunan. (Foto: NU Online/Freepik)

Assalamu'alaikum wr wb. Maaf mau nanya min. Maaf sebelumnya min, kalau kerja semacam proyek kan kejar target, bisa dari pagi sampe malem istirahat makan beberapa menit. Otomatis shalatnya tertinggal, kalau mau shalat di lapangan/jalan baju sama tempatnya kotor dan kurang waktu istirahat. Gimana cara mengatasinya? Apa bisa jama/qosor? (Syaifan Nur Azizah) 

 

Jawaban

Waalaikum salam wr wb. Penanya dan pembaca NU Online yang budiman, semoga semua dilancarkan segala aktifitasnya dan diberi keistiqomahan dalam beribadah kepada Allah Swt. 

 

Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh muslim mukallaf (baligh, berakal, dan suci dari haid dan nifas) dalam keadaan dan kondisi apapun, bahkan sakit berat sekali pun. Selama masih berakal, kewajiban shalat tidak akan pernah gugur apalagi hanya karena pekerjaan.

 

Melihat kondisi sebagaimana yang ditanyakan, sebenarnya masih memungkinkan untuk melaksanakan shalat secara sempurna. Untuk masalah baju dan tempat kotor, dapat diatasi dengan menyiapkan baju dan tempat khusus shalat. Dalam melaksanakan shalat sebenarnya tidak harus berpakaian bersih, yang penting adalah pakaiannya suci.

 

Selain itu, umumnya di tempat kerja atau proyek disediakan mushola atau tempat khusus untuk shalat bagi para pekerja. Jika ternyata tidak ada dapat shalat, bisa dilaksanakan di mana saja asal tempat itu suci. Sebagai bentuk kehati-hatian, dapat menyiapkan atau menggunakan sajadah dan sejenisnya sebagai tempat untuk mengerjakan shalat.

 

Jika ternyata semua pakaiannya najis dan tidak memungkinkan untuk pinjam pada orang lain, intinya tidak memungkinkan untuku mengerjakan shalat secara sempurna, maka dapat mengerjakan shalat lihurmatil wakti dengan kewajiban mengulangi shalatnya karena shalat yang dikerjakan tidak memenuhi syarat yakni, sucinya badan, pakaian dan tempat shalat.

 

Namun demikian, Islam selalu memberikan kemudahan bagi pemeluknya. Jika ketentuan di atas ternyata tidak memungkinkan, misalnya karena keterbatasan waktu sehingga jika melaksanakan shalat bisa membuat pekerjaan terbengkalai atau bahkan kehilangan pekerjaan tersebut, maka dapat melaksanakan shalat dengan cara dijamak mengikuti pendapat Imam Ibnu al-Mundzir, seorang ulama madzhab Syafi'i yang menyatakan boleh menjamak shalat ketika tidak bepergian karena adanya hajat, dengan syarat hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan. 

 

Imam an-Nawawi dalam kitab Raudlatut Thalibin mengatakan: 

 

وَقَدْ حَكَى الْخَطَّابِيُّ عَنِ الْقَفَّالِ الْكَبِيرِ الشَّاشِيِّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيِّ جَوَازَ الْجَمْعِ فِي الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ مِنْ غَيْرِ اشْتِرَاطِ الْخَوْفِ، وَالْمَطَرِ، وَالْمَرَضِ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ مِنْ أَصْحَابِنَا. وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Artinya, "Imam al-Khattabi menceritakan dari Imam Qaffal al-Kabir as-Syasyi dari Abi Ishaq al-Marwazi tentang kebolehan menjamak shalat saat tidak bepergian karena adanya hajat dengan tanpa mensyaratkan keadaan khauf, hujan dan sakit. Ibnu al-Mundzir dari ashab Syafi'i juga berpendapat demikian." (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr:tt] juz I, halaman 410). 

 

Disebutkan juga dalam kitab Kifayatul Akhyar penjelasan dari kitab Matan Taqrib sebagai berikut:

 

بل ذهب جماعة من العلماء إلى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة وبه قال أبو إسحاق المروزي ونقله عن القفال وحكاه الخطابي عن جماعة من أصحاب الحديث واختاره ابن المنذر من أصحابنا وبه قال أشهب من أصحاب مالك، وهو قول ابن سيرين، ويشهد له قول ابن عباس رضي الله عنهما أراد أن لا يحرج أمته حين ذكر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم {جمع با لمدينة بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء من غير خوف ولا مطر} فقال سعيد بن جبير: لم يفعل ذلك؟ فقال:لئلا يحرج أمته فلم يعلله بمرض ولا غيره

 

Artinya, “Bahkan sejumlah ulama membolehkan jamak bagi mereka yang tidak dalam bepergian karena ada hajat dan tidak dijadikan sebagai kebiasaan. Pendapat ini dipegang oleh Abu Ishaq al-Marwazi, dia mengutipnya dari  Imam Qaffal. Al-Khaththabi meriwayatkan dari sejumlah ulama hadits dan pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, ulama dari kalangan mazhab kami. Ashab dari kalangan ulama Maliki juga berpendapat demikian. Ini adalah pendapat Ibnu Sirin yang diperkuat oleh ucapan Ibnu Abbas saat berkata, ‘Beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) tidak ingin memberatkan umatnya’. Ketika diriwayatkan hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya bukan dalam keadaan takut maupun hujan lebat. Maka saat Said bin Jubair bertanya, ‘Mengapa Rasulullah SAW melakukan hal itu (jama shalat)?’ Ibnu Abbas berkata, ‘Rasulullah SAW tidak ingin memberatkan umatnya.” Beliau tidak memberikan alasan sakit atau alasan lain.” (Taqiyuddin al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Damaskus, Darul Khoir: 1994], cetakan I, halaman 140-141).

 

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa solusi terakhir yang dapat dikerjakan adalah melaksanakan shalat dengan cara jamak mengikuti pendapat Ibnu al-Mundzir, seorang ulama dari kalangan madzhab Syafi'i yang menjelaskan tentang kebolehan menjamak shalat karena adanya hajat dalam keadaan tidak bepergian, syaratnya adalah hal ini tidak dijadikan sebagai rutinitas atau kebiasaan. 

 

Perlu diingat, kebolehannya hanya menjamak, bukan meringkas (qashar) shalat, sebab qashar shalat merupakan rukhsah yang hanya diperuntukkan bagi orang yang melakukan perjalanan jauh minimal dua marhalah atau ± 80 km.

 

Selanjutnya, jika melakukan jamak maka syarat-syarat jamak pun berlaku. Misalnya ingin jamak ta’khir maka pada saat datang waktu shalat yang pertama harus sudah niat menjamak ta’khir supaya ia tidak berdosa meninggalkan waktu shalat pertama dengan tanpa adanya alasan. 

 

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat sehingga tidak meninggalkan kewajiban shalat meskipun bekerja penuh waktu. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo