Ilmu Tauhid

Sifat Wujud, Argumentasi Logis Eksistensi Tuhan

Sel, 8 Agustus 2023 | 23:00 WIB

Sifat Wujud, Argumentasi Logis Eksistensi Tuhan

Lafadz Allah. (Foto: NU Online)

Wujud merupakan salah satu sifat wajib bagi Allah. Wujud menjadi sifat pertama dan utama dalam kajian aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam kajian sifat wujud, ulama dalam kitab-kitab standar aqidah mendiskusikan eksistensi tuhan.

 

Dalam sejarahnya, kajian sifat wujud yang didiskusikan para ulama terpengaruh oleh corak berpikir tradisi akademik Abad Pertengahan dan tentu saja ilmu logika. Sifat wujud dalam kajian teologi para ulama didiskusikan melalui pendekatan logika, silogisme, serta perangkatnya seperti bangunan argumentasi melalui postulat, premis, dan proposisi.

 

Argumentasi secara teologis dalam sifat wujud dibangun untuk membuktikan eksistensi tuhan. Kajian sifat wujud membahas serta merta eksistensi dan sifat alam semesta (alam merujuk pada segala sesuatu selain Allah) yang baru sebagaimana susunan proposisi berikut ini.

 

Alam itu baru. Setiap yang baru pasti tercipta sehingga lahirlah konklusi bahwa keberadaan alam memiliki pencipta. Inilah yang disebut sebagai argumentasi logis atau dalil aqli yang dibangun untuk membuktikan eksistensi tuhan,” (Syekh Ahmad An-Nahrawi, Ad-Durrul Farid pada hamisy Fathul Majid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 7-8).

 

Sifat baru alam semesta menjadi bukti logis atas eksistensi tuhan. Asumsi yang dibangun, alam sebelum tercipta berstatus mumkin, yaitu kesamaan antara potensi eksistensi dan potensi kenihilan. Ketika nyatanya alam itu eksis, tidak mungkin pilihan itu jatuh dengan sendirinya, tetapi ada (sebab dalam bahasa Imam Al-Ghazali pada Kitab Al-Iqtishad fil I’tiqad) pihak lain yang menjatuhkan pilihan eksistensinya dibanding kenihilannya. Keberadaan alam yang baru memerlukan eksistensi tuhan untuk menciptakannya.

 

Adapun argumentasi logis kebaruan alam ditinjau dari komposisi alam yang terdiri atas sifat dan zat alam yang baru, artinya perubahan status dari kenihilan ke eksistensi. Perubahan sifat alam yang baru itu senantiasa melekat pada zat alam yang juga baru.

 

Nah, zat dan sifat alam yang baru itu menjadi bukti atas eksistensi tuhan. Pasalnya, pada setiap benda baru mesti ada pihak yang menentukan untuk eksistensi benda tersebut dari kenihilannya. Tiada pihak yang menentukan eksistensi suatu benda kecuali Allah Yang Maha Esa. Ketika eksistensi tuhan sudah fiks, maka mustahil nihil pada-Nya yang menjadi antipode esksistensi.

 

Kajian teologi atau tepatnya bangunan argumentasi logis/dalil aqli hanya berhenti pada pembuktian eksistensi tuhan dari adanya alam semesta. Adapun tuhan yang dimaksud tidak dapat dibuktikan melalui dalil aqli, tetapi melalui dalil naqli/kitab suci atau agama.

 

وأما كون الصانع هو الله تعالى وحده لا شريك له فليس مستفادا من الدليل بل من الرسل عليهم الصلاة والسلام فتنبه لهذه المسئلة

 

Artinya, “Adapun informasi keadaan pencipta itu adalah Allah Yang Maha Esa tanpa sekutu tidak dapat ditarik dari dalil (aqli), tetapi dari para rasul saw. Sadarlah pada masalah ini,” (Syekh Ahmad An-Nahrawi: 8, dan Syekh Muhammad Fudhali, Kifayatul Awam, [Surabaya, Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladuh], halaman 30).

 

Terkait sifat wujud, ulama ushul (ulama tauhid pegiat kajian teologi) mendiskusikan apakah wujud itu sifat atau bukan, sifat itu aynul mawjud atau justru eksistensi lain di luar zat tuhan. Ulama ushul (pokok-pokok agama) juga mendiskusikan status wujud sebagai sifat atau wujud sebagai hal sejenis kategori (status “antara” yang tidak dapat dianggap eksis dan tidak dapat dianggap nihil). Mereka berbeda pendapat perihal ini.

 

Pada kitab-kitab dasar tauhid di pesantren, kajian tauhid cukup membahas eksistensi tuhan. Adapun sejumlah pertanyaan teologis lainnya tidak dibahas di kitab-kitab dasar tersebut, tetapi dibahas pada kitab-kitab lanjutan tauhid di pesantren. Adapun pada kitab dasar, kajian pada sifat wujud diarahkan pada bagaimana membangun argumentasi logis atau dalil aqli yang bermuara pada eksistensi tuhan atau wujud Allah swt dengan eksistensi alam sebagai bukti. Wallahu a‘lam.

 

Ustadz Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris LBM PBNU.