Nikah/Keluarga

Tempat Acara Resepsi Pernikahan yang Dianjurkan Islam

NU Online  ·  Selasa, 17 Juni 2025 | 19:00 WIB

Tempat Acara Resepsi Pernikahan yang Dianjurkan Islam

Ilustrasi tempat pernikahan. Sumber: Canva/NU Online

Resepsi pernikahan (walimatul 'urs) dalam Islam diartikan sebagai jamuan makan yang diselenggarakan oleh pihak mempelai sebagai bentuk syukur atas pernikahan. Tujuannya untuk mengumumkan pernikahan kepada masyarakat, mempererat silaturahmi, serta menyebarkan kegembiraan. Dasar anjuran praktik ini adalah praktik walimah yang dilangsungkan oleh Rasulullah saat menikahi Zainab. Berikut haditsnya:


عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: أَوْلَمَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَلَى زَيْنَبَ، فَأَشْبَعَ المُسْلِمِينَ خُبْزًا وَلَحْمًا، حَتَّى امْتَدَّ وَخَرَجَ النَّاسُ، وَبَقِيَ رَهْطٌ يَتَحَدَّثُونَ فِي البَيْتِ، وَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَصَنَعَ كَمَا كَانَ يَصْنَعُ إِذَا تَزَوَّجَ، فَأَتَى أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِنَّ وَسَلَّمْنَ عَلَيْهِ، وَدَعَا لَهُنَّ، ثُمَّ رَجَعَ، وَأَنَا مَعَهُ.


Artinya, "Dari Anas RA ia berkata: Rasulullah SAW mengadakan walimah saat menikahi Zainab, dan beliau memberi makan umat Islam dengan roti dan daging hingga mereka kenyang. Orang-orang pun beranjak pergi, namun masih ada sekelompok kecil yang tetap berbincang di rumah. Rasulullah lalu keluar, melakukan apa yang biasa beliau lakukan setiap kali menikah: beliau mengunjungi para istri beliau (ummuhātul mu'minīn), mengucapkan salam kepada mereka, mereka pun membalas salam beliau, lalu beliau mendoakan mereka. Kemudian beliau kembali, dan aku ikut bersamanya." (HR Bukhari)


Tempat Pelaksanaan Resepsi

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan adalah terkait tempat pelaksanaan resepsi pernikahan dalam Islam. Di mana lokasi yang dianjurkan? Pertanyaan ini tentu muncul karena masyarakat menginginkan agar acara yang sakral dan berkesan ini dilaksanakan sesuai sunnah Rasulullah, sehingga pelaksanaannya bukan hanya meriah secara lahir, tetapi juga membawa keberkahan secara batin dalam kehidupan rumah tangga.


Jika kita telusuri literatur fiqih Syafi'i, hampir tidak ditemukan anjuran lokasi acara resepsi pernikahan secara spesifik. Akan tetapi jika melihat penjelasan para ulama berkenaan dengan resepsi pernikahan secara umum, bisa disimpulkan bahwa sebaiknya acara tersebut dilangsungkan di tempat yang mudah diakses publik dan tidak mengganggu kenyamanan masyarakat.


Mengapa resepsi pernikahan sebaiknya dilakukan di tempat yang mudah diakses publik? Sebab salah satu anjuran dalam Islam adalah agar walimah dilaksanakan secara terbuka dan meriah, sehingga diketahui oleh banyak orang. Hal ini hanya dapat tercapai apabila lokasi resepsi berada di tempat yang strategis, mudah dijangkau, dan memungkinkan masyarakat hadir serta turut menyaksikan kebahagiaan kedua mempelai.


Terkait anjuran ini, Syekh Musthafa Al-Khin dalam Al-Fiqhul Manhaji menyampaikan:


إِعْلَانُ عَقْدِ الزَّوَاجِ، وَإِظْهَارُ الفَرَحِ فِيهِ بِضَرْبِ الدُّفِّ، وَيُسْتَحَبُّ إِعْلَانُ عَقْدِ الزَّوَاجِ، وَاجْتِمَاعُ النَّاسِ عَلَيْهِ، وَيُكْرَهُ إِسْرَارُهُ. كَمَا يُسْتَحَبُّ إِظْهَارُ الفَرَحِ، وَضَرْبُ الدُّفِّ، وَالغِنَاءُ الطَّيِّبُ الَّذِي يَتَضَمَّنُ المَعْنَى الحَسَنَ الكَرِيمَ. رَوَى ابْنُ مَاجَه (كِتَابُ النِّكَاحِ، بَابُ: إِعْلَانِ النِّكَاحِ، رَقْم: ١٨٩٥) عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ، وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالغُرْبَالِ أَيْ: الدُّفِّ


Artinya, "Disunnahkan untuk mengumumkan akad nikah dan menampakkan kebahagiaan di dalamnya, seperti dengan menabuh rebana. Dianjurkan pula agar akad nikah diumumkan secara terbuka dan disaksikan oleh banyak orang, sedangkan merahasiakannya tidak disukai (makruh). Demikian pula, dianjurkan untuk mengekspresikan kegembiraan, menabuh rebana, dan menyanyikan lagu-lagu baik yang mengandung makna luhur dan terpuji."


"Ibnu Mājah meriwayatkan (Kitab Nikah, Bab: Pengumuman Pernikahan, no. 1895), dari 'Āisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Umumkanlah pernikahan ini, dan tabuhlah rebana untuknya." (Musthafa Al-Khin, Al-Fiqhul Manhaji 'ala Madzhabil Imamisy Syafi'i, [Damaskus: Darul Qalam, 1992], juz IV, halaman 94)


Dalam kondisi tertentu, pasangan mempelai mungkin memilih untuk melaksanakan resepsi pernikahan secara intimate wedding, yaitu acara yang digelar secara terbatas dengan jumlah tamu yang tidak banyak. Pertimbangannya bisa karena anggaran, kenyamanan, atau alasan pribadi lainnya. Umumnya, model seperti ini diselenggarakan di tempat khusus seperti restoran atau aula kecil yang memang menyediakan paket sewa tempat untuk resepsi dengan waktu pelaksanaan yang terbatas pula.


Dalam konteks intimate wedding, meskipun lokasi dan jumlah tamu dibatasi, hal ini tetap tidak menjadi masalah untuk mendapatkan kesunnahan memeriahkan acara (i'lanun nikah). Dengan memanfaatkan media sosial dan teknologi digital, kabar bahagia ini tetap dapat disebarluaskan ke khalayak yang lebih luas. Dengan begitu, anjuran mengumumkan pernikahan secara lebih terbuka tetap tercapai, meski secara fisik acaranya lebih sederhana.


Selain dianjurkan agar lokasi resepsi pernikahan berada di tempat yang mudah diakses publik, juga sebaiknya dihindari pelaksanaannya di lokasi yang berpotensi mengganggu kenyamanan umum. Misalnya, jika acara diselenggarakan hingga memotong jalan atau menutup akses lalu lintas, hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat dan bertentangan dengan prinsip Islam yang menjunjung tinggi etika sosial.


Fasilitas umum adalah milik bersama yang penggunaannya diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, tidak dibenarkan jika ada individu atau kelompok yang menggunakannya untuk kepentingan pribadi secara eksklusif hingga menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya. Dalam Al-Mausu'atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah dijelaskan:


اتَّفَقَ الفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ المَرَافِقَ العَامَّةَ مِنَ الشَّوَارِعِ وَالطُّرُقِ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ هذِهِ الأَشْيَاءَ مِنَ المَنَافِعِ المُشْتَرَكَةِ بَيْنَ النَّاسِ، فَهُمْ فِيهَا سَوَاسِيَةٌ، فَيَجُوزُ الاِنْتِفَاعُ بِهَا لِلمُرُورِ، وَالاِسْتِرَاحَةِ، وَالجُلُوسِ، وَالمُعَامَلَةِ، وَالقِرَاءَةِ، وَالدِّرَاسَةِ، وَالشُّرْبِ، وَالسِّقَايَةِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ وُجُوهِ الاِنْتِفَاعِ. وَيُشْتَرَطُ عَدَمُ الإِضْرَارِ، فَإِذَا تَضَرَّرَ بِهِ النَّاسُ لَمْ يَجُزْ ذَلِكَ بِأَيِّ حَالٍ.


Artinya, "Para ulama sepakat bahwa fasilitas umum seperti jalan dan lorong termasuk bagian dari kemaslahatan bersama yang dimiliki masyarakat secara kolektif. Mereka juga sepakat bahwa hal-hal tersebut merupakan manfaat bersama bagi semua orang, dan setiap individu memiliki hak yang sama untuk memanfaatkannya."


"Maka, boleh memanfaatkannya untuk lewat, beristirahat, duduk, melakukan transaksi, membaca, belajar, minum, memberi minum, dan bentuk-bentuk pemanfaatan lainnya. Namun, dengan syarat tidak menimbulkan gangguan. Jika pemanfaatan tersebut menyebabkan kerugian atau gangguan bagi masyarakat, maka hal itu tidak dibolehkan dalam keadaan apa pun." (Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam Kuwait, Al-Mausu'atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, [Kuwait: Darus Salasil, 1988], juz XI 361)


Sebagai kesimpulan, Islam menganjurkan agar resepsi pernikahan (walimatul 'urs) dilaksanakan secara terbuka dan meriah, dengan tujuan mengumumkan pernikahan serta menyebarkan kebahagiaan kepada masyarakat. Meskipun tidak ada ketentuan lokasi secara spesifik dalam literatur fiqih, prinsip kemudahan akses dan tidak mengganggu hak publik tetap menjadi pertimbangan penting agar walimah terlaksana sesuai sunnah Rasulullah dan etika sosial Islam. Wallahu a'lam.


Ustadz Muhamad Abror, Dosen Filologi Dan Sejarah Islam Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta.