Mengenal Kafalah: Akad Penjaminan Utang dalam Fiqih Muamalah
Senin, 23 Desember 2024 | 22:00 WIB
Sirun
Kolomnis
Bayangkan seorang pedagang kecil bernama Ahmad yang ingin meminjam modal usaha kepada sebuah lembaga keuangan, tetapi tidak memiliki cukup jaminan untuk meyakinkan pihak pemberi pinjaman. Datanglah sahabatnya, Ali, yang menawarkan diri menjadi penjamin atas utang Ahmad. Ali menjamin kepada lembaga keuangan bahwa jika Ahmad gagal membayar utang, ia yang akan menanggungnya.
Inilah gambaran sederhana dari akad kafalah, sebuah mekanisme dalam fiqih muamalah tentang penjaminan utang. Di Indonesia sendiri, fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 menjadi dasar hukum kafalah dalam transaksi syariah. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa penjamin dapat menerima imbalan atau fee, asalkan tidak memberatkan pihak yang dijamin.
Selain itu, akad kafalah bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Fatwa ini juga mengatur bahwa rukun dan syarat akad kafalah meliputi pihak penjamin (kafiil), pihak yang berutang (makfuul ‘anhu), pihak yang berpiutang (makfuul lahu), serta objek jaminan. Segala transaksi yang dijamin harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tanpa ada unsur riba atau hal yang bertentangan dengan hukum Islam.
Baca Juga
Kajian Fiqih Muamalah Terapan: Akad
Contoh aplikasinya di era sekarang adalah bank syariah yang memberikan letter of guarantee kepada pihak ketiga bahwa kewajiban nasabah akan terpenuhi. Penjaminan tersebut memberikan rasa aman kepada pihak yang berpiutang karena mereka dijamin oleh lembaga keuangan yang terpercaya.
Akad kafalah sendiri memiliki beberapa rukun dan ketentuan yang wajib untuk dilaksanakan. Syekh Nawawi Al-Bantani menyebutkan dalam kitabnya Qutul Habibil Gharib (Beirut, Darul Fikr, Cet. I, 1996: 152):
فصل في ضمان غير المال من الأبدان. وأركانها أربعة كما تقدّم، لكن بإسقاط المضمون عنه
Artinya: “Bab yang menjelaskan menanggung badan (kehadiran seseorang yang memiliki tanggungan) selain harta. Adapun rukun-rukunnya ada 4: 1. Kafil (yang menanggung), 2. Makful (yang ditanggung), 3. Makful Lah (orang yang memiliki hak pada makful), 4. Shighat (lafaz yang digunakan untuk berakad kafalah), seperti yang telah dibahas (pada bab dhaman) tanpa mengikutkan madhmun ‘anhu.”
Sedangkan syarat melaksanakan akad kafalah adalah sebagai berikut:
1. Kafil (Penjamin) merupakan orang yang cakap untuk melaksanakan transaksi.
Orang yang cakap dalam transaksi adalah orang yang sudah baligh, berakal dan syariat tidak mencekal haknya untuk bertransaksi (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuḫfatul Muhtaj, [Kairo: Darul ‘Alamiyah, Cet. I, 2019], juz II, halaman 387).
2. Kafil mendapatkan izin dari makful
Kafil harus mendapatkan izin dari makful (orang yang dijamin), dikarenakan jika tidak mendapatkan izin dari makful, nanti kafil akan kesulitan dan akan ditahan sampai bisa menghadirkan makful (Musthafa Dib Al-Bagha, At-Tadzhib fi Adillati Matnil Ghayati wat Taqrib, [Damaskus: Darul Musthafa, Cet. I, 2019], halaman 145).
3. Makful lah (Orang yang memiliki Piutang) merupakan tanggungan yang sudah tetap
Artinya Makful lah merupakan sesuatu yang tidak bisa lagi untuk digugurkan (digagalkan). Karena yang disebut dengan 'menanggung', maka harus ada sesuatu yang memang benar-benar sudah menjadi kewajiban untuk dilunasi (Abu Syuja’ Al-Ashfihani, Tuḫfatul Ḫabib, [Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Cet. I, 2015], halaman 267-268).
Adapun ketentuan-ketentuan yang berlaku pada akad kafalah, sebagai berikut:
1. Terbebasnya kafil dari tanggungan
Seorang kafil akan terbebas dari tanggungan untuk menghadirkan makful tatkala ia sudah mendatangkannya pada tempat yang sudah disepakati untuk melunasi tanggungan makful kepada makful lah.
2. Kewajiban kafil
Hal yang wajib dilakukan oleh kafil adalah mendatangkan makful pada tempat yang sudah disepakati untuk melunasi tanggungan makful. Namun, hal ini menjadi wajib Ketika kafil mengetahui keberadaan makful.
3. Kafil diberi tenggang waktu 3 hari
Kafil diberikan tenggang waktu untuk mendatangkan makful, ketika kafil mengetahui keberadaannya selama 3 hari. Namun, Ketika ia tidak sanggup untuk mendatangkannya, maka ia harus dipenjara sampai dia bisa mendatangkan makful (Ḫasan bin Ahmad Al-Kafi, Taqriratus Sadidah, [Tarim: Darul Al-Mirats An-Nabawiyah, Cet. I, 2013], halaman 83-84).
Sekian, penjelasan mengenai rukun-rukun dan ketentuan akad kafalah tentang penjaminan utang. Semoga dapat menambah wawasan para pembaca sekalian. Wallahu a’lam.
Sirun, Ketua Tahqiqul Kutub Pesantren An-Nur II Bululawang Malang.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua