Tafsir

Tafsir Surat Al-’Ashr Ayat 1-2: Tips agar Tidak Rugi

Ahad, 23 April 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-’Ashr Ayat 1-2: Tips agar Tidak Rugi

Ilustrasi: waktu (via atany.hu).

Berikut ini adalah teks, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-'Ashr ayat 1-2: 

 

وَالْعَصْرِۙ (١) اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ (٢)

 

(1) Wal-'ashr(i). (2) Innal-insāna lafi khusr(in).

 

Artinya, “(1) Demi masa, (2) sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.”

 

Ragam Tafsir Surat Al-'Ashr Ayat 1-2 

 

Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan Al-'Ashr. Telah maklum bahwa qasam dalam Al-Qur'an berfungsi untuk menguatkan makna muqsam ’alaih atau biasa disebut dengan jawab qasam (objek sumpah) yang dalam hal ini muqsam ’alaihnya adalah ayat berikutnya, yakitu ayat kedua. 

 

Melihat tafsir-tafsir ulama terkait makna Al-'Ashr yang menjadi muqsam bih atau objek sumpah, terdapat beragam pendapat. Syekh Nawawi Banten (wafat 1316 H) dalam tafsir Marah Labid menyebutkan tiga makna Al-'Ashr sebagai berikut: 
 

  1. Al-'Ashr bermakna waktu atau masa. Allah bersumpah dengan masa karena waktu mencakup atas keajaiban-keajaiban. Karena di dalam masa atau waktu terdapat berbagai keadaan: sukacita, kesusahan, sehat, sakit, kaya, dan​​​​​​ fakir. Bahkan di dalamnya terdapat sesuatu yang lebih mengagumkan dari segala hal yang menakjubkan. 

     
  2. Al-'Ashr bermakna waktu sore. Allah bersumpah dengan waktu sore sebagaimana Allah bersumpah dengan waktu Dhuha, karena setiap waktu sore atau senja menyerupai hancurnya dunia dengan kematian dan setiap waktu pagi menyerupai kiamat dengan keadaan manusia keluar dari kubur-kuburnya yang semula mati hidup kembali. Imam Al-Hasan berkata: "Allah bersumpah dengan waktu ini (waktu sore) semata-mata untuk mengingatkan bahwa pasar-pasar telah dekat waktu penghabisannya dan telah dekat waktu selesainya perdagangan di dalamnya." 

     
  3. Al-'Ashr bermakna waktu Ashar. Allah bersumpah dengannya karena keutamaannya.

    Diriwayatkan bahwa seorang perempuan berteriak-teriak di jalanan kota Madinah, seraya berkata: "Tunjukkan aku kepada Nabi saw." 

    Kemudian Nabi melihatnya dan bertanya: "Apa gerangan yang terjadi padamu?"

    Ia menjawab:" Ya Rasullallah saat suamiku sedang pergi aku berzina hingga lahirlah anak dari hasil perzinahan kemudian aku jatuhkan dia ke dalam tong berisi cuka hingga ia mati. Kemudian cukanya aku jual, apakah masaih ada taubat untukku?"

    "Adapun perzinaan, engkau wajib diranjam, membunuh seorang anak balasannya Neraka Jahanam dan menjual cukanya sungguh engkau telah berbuat dosa besar. Tetapi aku menduga engkau telah meninggalkan shalat Ashar", jawab Rasulullah saw. 
 

Syekh Nawawi berkomentar: "Hadits ini adalah isyarat untuk mengagungkan perihal shalat Ashar." (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Surabaya, Al-Hidayah], juz II, halaman 661).

 

Kemudian pada ayat kedua yang merupakan jawab qasam, kata Al-Insan yang dimaksud oleh ayat adalah semua jenis manusia. Orang kafir tentu lebih utama.
 

Berikut penjelasan Syekh Wahbah Az-Zuhaili (wafat 2015 H) terkait makna kata Al-Insan dalam ayat kedua:
 

"Maksud dari manusia adalah jenisnya. Huruf lam (al/alif lam) dalam kata Al-Insan merupakan lam jenis, dan ini pendapat yang unggul. Ada ulama yang mengatakan bahwa lam tersebut adalah lam 'ahd muayan, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia pernah hendak pergi menuju sekelompok kaum musyrikin, seperti Walid bin Mughirah, Ash bin Wail dan Aswad bin Muththallab." (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsir Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 394).

 

Mufasir kontemporer Indonesia Sayyid Prof Muhammad Quraish Shihab mengatakan dalam tafsir Al-Misbah: 
 

"Kata khusr mempunyai banyak arti, antara lain rugi, sesat, celaka, lemah, tipuan dan sebagainya yang kesemuanya mengarah kepada makna makna yang negatif atau tidak disenangi oleh siapa pun. Kata tersebut, dalam ayat ini berbentuk nakirah (indefinit). Ia menggunakan tanwin. Bentuk indefinit dan tanwin itu memberikan arti keragaman dan kebesaran, yakni kerugian serta kesesatan, kecelakaan dan semisalnya yang besar dan beraneka ragam."

 

Prof Quraish menyimpulkan:

"Jika demikian, waktu harus dimanfaatkan. Apabila tidak diisi maka kita merugi, bahkan kalau pun diisi tetapi dengan hal-hal yang negatif maka manusia pun diliputi oleh kerugian. Di sinilah terlihat kaitan antara ayat pertama dan kedua. Dari sini pula ditemukan sekian banyak hadits Nabi saw yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin. “Dua nikmat yang sering dilupakan (disia-siakan) banyak manusia, kesehatan dan waktu.” (M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Cilandak Timur Jakarta, Lentera Hati: 2005], volume XV, halaman 498-499). Wallahu a'lam bisshawab.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo