Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 170: Jawaban Orang Musyrik saat Diperintah Mengikuti Syariat

Kam, 12 Januari 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 170: Jawaban Orang Musyrik saat Diperintah Mengikuti Syariat

Ilustrasi: Al-Qur'an (Freepik - NU Online)

Berikut ini adalah teks, terjemahan, kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Baqarah ayat 170:
 

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَاۗ اَوَلَوْ كَانَ اٰبَاۤؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْـًٔا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ 
 

Wa idzā qīla lahumuttabi‘ū mā anzalallāhu qālū bal nattabi‘u mā alfainā ‘alaihi ābā'anā, a walau kāna ābā'uhum lā ya‘qilūna syai'aw wa lā yahtadūn. 
 

Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab, “Tidak. Kami tetap mengikuti kebiasaan yang kami dapati pada nenek moyang kami.” Apakah (mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka (itu) tidak mengerti apa pun dan tidak mendapat petunjuk?”
 

 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 170

Ayat 170 surat Al-Baqarah di atas memiliki dua kemungkinan munasabatul khitab, korelasi pesan dalam ayat. Adakalanya berhubungan dengan ayat 165 yang menjelaskan orang-orang yang menjadikan sekutu bagi Allah; dan adakalanya berhubungan dengan ayat 168 terkait perintah Allah untuk memakan makanan yang halal lagi baik dan menjauhi untuk mengikuti setan.
 

Namun sebagaimana penjelasan Imam At-Thabari dalam tafsirnya, yang mendekati kebenaran ialah jika disandingkan dengan ayat sebelumnya (muttashil). Imam At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari ayat 170 Al-Baqarah sebagai berikut:
 

فمعنى الأية: وإذا قيل لهؤلاء الكفار: كلوا مما أحل الله لكم ودعوا خطوات الشيطان وطريقه, واعملوا بما أنزل الله على نبيه صم فى كتابه- استكبروا عن الإذعان للحق وقالوا: بل نأتم بأبائنا فنتبع ما وجدناهم عليه من تحليل ما كانوا يحلون وتحريم ما كانوا يحرمون
 

Artinya: “Adapun makna ayat tersebut ialah ketika dikatakan kepada orang-orang kafir: “Makanlah kalian dari (sebagian) makanan yang Allah halalkan untuk kalian dan tinggalkanlah mengikuti langkah-langkah dan jalan setan, amalkanlah apa yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya dalam kitab-Nya”, maka mereka enggan untuk tunduk kepada kebenaran dan berkata: “Kami mengikuti bapak-bapak kami dan apa yang kami temukan dari mereka dengan menghalalkan apa yang mereka halalkan dan mengharamkan apa yang mereka haramkan”. (Muhammad bin Jarir At-Thabari, Tafsir At-Thabari min Jami’il Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, [Beirut, Muassasah ar-Risalah: 1994 M/ 1415 H), juz I, halaman 461). 
 

Berbeda dengan Imam At-Thabari, Ibnu Katsir lebih condong menghubungkan ayat 170 tersebut dengan ayat 165 terkait orang-orang yang menjadikan sekutu bagi Allah dengan menyembah berhala. Berikut penjelasan Ibnu Katsir:
 

يقول تعالى: وَاِذَا قِيْلَ، لهؤلاء الكفرة من المشركين: اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ، على رسوله واتركوا ما أنتم فيه من الضلال والجهل. قالوا فى جواب ذلك: بلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا، أي وجدنا: عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَا، أي من عبادة الأصنام والأنداد. قال الله تعالى منكرا عليهم: أوَلَوْ كَانَ اٰبَاۤؤُهُمْ، أي الذين يقتدون بهم ويقتفون أثرهم، لا يَعْقِلُوْنَ شَيْـًٔا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ، أي ليس لهم فهم ولا هداية
 

Artinya: “Allah Ta’ala berfirman: “Dan ketika dikatakan”, kepada orang-orang kafir dari kalangan musyrikin, “Ikutilah kalian terhadap apa yang diturunkan Allah” kepada utusan-Nya dan tinggalkanlah kesesatan dan kebodohan kalian, mereka berkata sebagai jawaban: “Kami mengikuti apa yang kami temukan”, yang kami temukan. “Dari nenek moyang kami”, yakni menyembah berhala dan sekutu. Allah menjawab dengan mengingkari mereka: “Meski nenek moyang mereka”, yang mereka jadikan panutan dan ikuti langkahnya. “Tidak memahami apapun dan tidak mendapat petunjuk”, tidak ada pemahaman maupun petunjuk pada diri mereka.” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil 'Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H] juz I, halaman 480).
 

Syekh Nawawi Banten dalam tafsirnya mengkompromikan kedua pendapat terkait korelasi ayat di atas. Syekh Nawawi menjelaskan bahwa pesan khitab tersebut ditujukan untuk orang-orang musyrik yang tidak mengesakan Allah dan orang-oran​​​​​​​g yang tidak menghalalkan makanan yang halal lagi baik. Dalam artian mencakup pendapat keduanya di atas. 

Syekh Nawawi menafsirkan ayat “Wa idzā qīla lahumuttabi‘ū mā anzalallāhu”: dan ketika dikatakan kepada mereka (orang-orang musyrik Arab): “Ikutilah kalian terhadap apa yang diturunkan oleh Allah yakni dengan mengesakan-Nya dan menghalalkan yang baik-baik”.
Ayat selanjutnya “Qālū bal nattabi‘u mā alfainā ‘alaihi ābā'anā”: mereka mengatakan: “Kami tidak akan mengikutinya, kami akan mengikuti kebiasaan yang kami dapati pada nenek moyang kami yakni dalam menyembah berhala, mengharamkan hal-hal yang baik dan yang lainnya”. 
 


Sedangkan ayat “A walau kāna ābā'uhum lā ya‘qilūna syai'aw wa lā yahtadūn”, maknanya ialah apakah mereka tetap akan mengikuti nenek moyang mereka, meski nenek moyang mereka tidak memahami sedikitpun agama dan tidak memperoleh petunjuk kebenaran. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimt Tanzil, juz I, halaman 39).

 

 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.