Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 185: Tak Hanya Al-Qur’an, Taurat dan Injil Juga Turun Di Bulan Ramadhan

Jum, 10 Maret 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 185: Tak Hanya Al-Qur’an, Taurat dan Injil Juga Turun Di Bulan Ramadhan

Ilustrasi: Ramadhan (NU Online).

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 185: 
 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

 

Syahru ramadhānalladzī unzila fīhil-qur'ānu hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān, fa man syahida mingkumusy-syahra falyashum-h, wa mang kāna marīdhan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar, yurīdullāhu bikumul-yusra wa lā yurīdu bikumul-‘usra wa litukmilul-‘iddata wa litukabbirullāha ‘alā mā hadākum wa la‘allakum tasykurūn.

 

Artinya: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur”.
 

 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 185

Selain menjelaskan kewajiban puasa selama sebulan penuh bagi orang yang mukim dan sehat di bulan Ramadhan, ayat ini juga menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan itu sendiri. Ramadhan menjadi bulan diturunkannya Al-Qur’an secara umum, pedoman umat manusia yang menjadi kitab samawi yang terakhir turun. 
 

 

Injil dan Taurat Juga Turun di Bulan Ramadhan

Tidak hanya itu, Ramadhan juga menjadi tempat turunnya kitab-kitab samawi lainnya. Sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya berikut ini:
 

 يمدح تعالى شهر الصيام من بين سائر الشهور بأن اختاره من بينهن لإنزال القرأن العظيم فيه وكما اختصه بذلك, قد ورد الحديث بأنه الشهر الذي كانت الكتب الإلهية تنزل فيه على الأنبياء. قال الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله حدثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم حدثنا عمران أبو العوام عن قتادة عن أبى المليح عن واثلة –يعنى ابن الأسقع- أن رسول الله صم قال: "أنزلت صحف إبراهم فى أول ليلة من رمضان وأنزلت التوراة لست مضين من رمضان والإنجيل لثلاث عشرة خلت من رمضان وأنزل الله القرأن لأربعين وعشرين خلت من رمضان
 

Artinya: “Allah memuji bulan puasa dari bulan-bulan yang lainnya dengan memilihnya sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an yang agung di dalamnya. Dan sebagaimana Allah mengistimewakannya dengan demikian, ada juga hadits yang menyatakan bahwa Ramadhan merupakan bulan diturunkannya kitab-kitab ilahiyah kepada nabi-nabi.
 

Imam Ahmad bin Hanbal rakhimahullah berkata: “Menceritakan kepadaku Abu Said, hamba sahaya Bani Hasyim, menceritakan kepadaku Imran Abul Awwam dari Qatadah dari Abil Malih dari Watsilah–Ibnul Asqa’–bahwa Rasulullah saw bersabda: “Lembaran suhuf Ibrahim diturunkan pada malam awal Ramadhan, Taurat turun pada 6 Ramadhan, Injil pada 13 Ramadhan dan Allah menurunkan Al-Qur’an pada 24 Ramadhan”. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Adzim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M], juz I, halaman 501).
 

 

2 Fase Turunnya Al-Qur‘an

Al-Qur’an sendiri merupakan kitab yang memiliki dua kali fase turun, yaitu fase turun inzali (turun secara langsung dari lauhul mahfudz ke langit dunia) dan fase turun tanzili (turun secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun). Yang dimaksud Al-Qur’an yang turun pada saat bulan Ramadhan ialah al-Qur’an yang turun secara inzali.
 

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskannya sebagai berikut:
 

أن جبريل نزل بالقرأن جملة واحدة فى ليلة القدر وكانت ليلة أربع وعشرين من رمضان من اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا فأملأه جبريل على السفرة فكتبوه فى صحف وكانت تلك الصحف فى محل من تلك السماء يسمى بيت العزة ثم نزل جبريل بالقرأن على رسول الله صم نجوما فى ثلاث وعشرين سنة مدة النبوة بحسب الحاجة يوما بيوم أية وأيتين وثلاثا وسورة
 

“Jibril turun membawa Al-Qur’an secara keseluruhan pada malam Lailatul Qadar, pada tanggal 24 Ramadhan dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia. Jibril menyerahkannya pada malaikat Safarah (pencatat), kemudian ia menuliskannya pada lembaran-lembaran, dan lembaran-lembaran tersebut diletakkan pada suatu tempat di langit yang dinamakan dengan Baitul ’Izzah
 

Kemudian setelahnya Jibril membawa Al-Qur’an turun kepada Rasulullah saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun, selama masa kenabian sesuai kebutuhan perhari, satu ayat, dua ayat, tiga ayat atau satu surat utuh”. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimt Tanzil, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 42).
 

Pada bulan Ramadhan Allah memuliakannya dengan turunnya Al-Qur’an sebagai pedoman umat manusia dengan berkata: “Hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān”, petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).

 

Kewajiban Puasa Ramadhan

Pada ayat ini, selain menegaskan kemuliaan Ramadhan dengan diturunkannya Al-Qur’an pada salah satu malam di dalamnya, Allah juga menegaskan kewajiban berpuasa Ramadhan bagi siapa saja umat Islam yang mukim dan dalam keadaan sehat wajib baginya untuk melaksanakan puasa.
 

Abu Hayyan dalam tafsirnya terkait lafal “fa man syahida mingkumusy-syahra falyashum-h” berkata sebagai berikut: 
 

والمعنى: أن المقيم فى شهر رمضان إذا كان بصفة التكليف يجب عليه الصوم إذ الأمر يقتضي الوجوب
 

Artinya, “Maknanya, bahwa orang yang mukim jika memiliki sifat-sifat taklif maka wajib baginya berpuasa di bulan Ramadhan. Sebab perintah menunjukkan makna wajib”. (Abu Hayan, Al-Bahrul Muhith, juz II, halaman 197).
 

Namun meski demikian, Allah tetap memberi kemudahan kepada hamba-Nya dengan tetap memberi kemurahan (rukhsah) kepada orang-orang yang dalam perjalanan ataupun sakit untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya di lain hari. 
 

Pada ayat ini, Allah juga memberi penjelasan bahwa Ia tidak menghendaki kesulitan terhadap hamba-hamba-Nya dengan pelaksanaan puasa, perintah untuk menyempurnakan bilangan jumlah puasa, mengagungkan Allah (membaca takbir) ketika selesainya berpuasa atas hidayah yang telah diberikan-Nya juga untuk selalu bersyukur kepada-Nya. (Al-Jawi, I/43). 


 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.