Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 190: Makna Berperang di Jalan Allah

Sel, 4 April 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 190: Makna Berperang di Jalan Allah

Ilustrasi: perang - militer (freepik).

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Baqarah ayat 190: 
 

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ 
 

Wa qātilū fī sabīlillāhilladzīna yuqātilūnakum wa lā ta‘tadū,innallāha lā yuḫibbul-mu‘tadīn. 
 

Artinya: “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
 


Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 190

Abu Hayyan dalam tafsirnya meriwayatkan sababun nuzul dari Al-Baqarah 190-193, berikut adalah riwayatnya:
 

قال ابن عباس: نزلت لما صد المشركون رسول الله صم عام الحديبية, وصالحوه على أن يرجع من قابل فيحلوا له مكة ثلاثة أيام, فرجع لعمرة القضاء, وخاف المسلمون أن لا تفي لهم قريش ويصدوهم ويقاتاوهم في الحرم وفي الشهر الحرام, وكرهوا ذلك, فنزلت
 

Artinya: “Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini turun sehubungan kaum musyrikin menghalangi Rasulullah saw (pergi ke Baitullah untuk melaksanakan umrah) pada tahun dilaksanakannya perjanjian Hudaibiyah. Kaum musyrikin mengajak damai Nabi saw untuk kembali pada tahun depannya saja, sehingga kemudian mereka akan memperbolehkan Nabi saw mengunjungi Baitullah selama 3 hari. 
 

Kemudian Nabi saw kembali (pada tahun depannya) untuk melaksanakan umrah qadha, namun umat Islam khawatir orang-orang Quraisy tidak menepati janji mereka dan menghalang-halangi kembali, serta memerangi mereka di tanah Haram dan di bulan yang haram pula. Umat Islam tidak menyukainya, kemudian turunlah ayat ini. (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, [Beirut, Darul Fikr: 1432 H/2010 M], juz II, halaman 240).
 

 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 190

Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menjelaskan bahwa maksud ayat 190 di atas secara ringkas ialah perintah untuk berjihad memerangi orang-orang kafir yang memerangi umat Islam (kafir harbi). Hal demikian dilakukan bukan untuk ajang balas dendam, melainkan untuk menegakkan agama Allah. Itupun dengan catatan umat Islam tidak melewati batas dengan memulai peperangan terlebih dahulu. Karena yang demikian itu tidak diperkenankan oleh Allah. (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Hasyiyatus Shawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013 M], juz I, halaman 117).
 

Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Imam As-Suyuthi, Syekh Nawawi Banten dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat 190 di atas merupakan perintah untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi umat Islam di mana bukan umat Islam yang memulai peperangan. Namun, Syekh Nawawi memberi catatan bahwa maksud dari larangan melewati batas pada ayat tersebut ialah tidak diperbolehkan memulai peperangan di tanah Haram. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, juz I, halaman 45).
 

Sebab, memang ayat ini berkaitan dengan kekhawatiran umat Islam pada waktu itu (melihat sababun nuzul ayat) yang bertepatan dengan bulan haram dan hendak menuju tanah Haram Makkah, di mana umat Islam hendak melakukan umrah qadha namun khawatir akan dihalang-halangi bahkan diperangi kembali oleh kaum musyrikin. 
 

Sementara dalam Ad-Durrul Mantsur, Imam As-Suyuthi menjelaskan maksud dari ‘jangan melewati batas’ pada ayat di atas ialah tidak diperkenankan membunuh wanita, anak kecil, orang yang tua renta, orang yang sudah menyerah dalam peperangan. 
 

Dikuatkan dengan riwayat dari Ibnu Abi Syaibah, Al-Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Ibnu Umar, mengatakan bahwa ia pernah menemukan perempuan terbunuh pada sebagian perang yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw melarang untuk membunuh wanita dan anak kecil dalam peperangan (As-Suyuthi, Ad-Durrul Mantsur, [Beirut, Darul Fikr: 2011], juz I, halaman 493).
 

Akan tetapi Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa ayat di atas dihukumi mansukhah (terhapus hukumnya) dengan adanya ayat Bara’ah atau ayat setelah ayat ini. Yakni ayat 191 yang menjelaskan perintah untuk memerangi orang kafir yang memusuhi dan memerangi umat Islam di manapun berada tanpa khawatir waktu maupun tempat (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain, I/117).  
 

Hal demikian tak lain merupakan rahmat yang diberikan oleh Allah. Karenanya, Imam As-Shawi dalam Hasyiyah-nya mengomentari maksud dihapusnya hukum ayat di atas sebagai berikut:
 

 قوله: ( وهذا منسوخة) أي بقوله وقاتلوا المشركين كافة, فأزال الله الضيق عن المسلمين وأبدله بالسعة
 

Artinya: “Ucapan penafsir: (ayat ini di-naskh), maksudnya ialah dengan firman Allah: “waqaatilul musyrikiina kaaffah”, di mana Allah menghilangkan rasa susah dari umat Islam dan menggantinya dengan keleluasaan.” (As-Shawi, Hasyiatus Shawi ‘ala Tafsirul Jalalain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013 M], juz I, halaman 117).
 

Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari penjelasan di atas:

  1. Perintah berperang dalam Islam hanya berlaku sebagai counter atau balasan dan serangan balik yang tujuannya adalah mempertahankan diri.
  2. Perintah berperang yang disyariatkan bukanlah sebagai ajang untuk memuaskan nafsu belaka, melainkan dengan tujuan berjihad di jalan Allah dan menegakkan agama Allah. 
  3. Meski diperintah untuk berperang sebagai pertahanan diri, umat Islam tidak diperkenankan untuk melewati  batas dengan membunuh perempuan, anak kecil, orang tua bahkan yang sudah menyatakan menyerah.
  4. Perintah untuk memuliakan perempuan, merawat anak kecil, dan menghormati orang tua.
  5. Allah akan memberi jalan keluar untuk setiap masalah yang kita hadapi dan menggantinya dengan keleluasaan asal kita mau berusaha dan berdoa. Wallahu a’lam. 
 


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.