Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 194: Kebolehan Perang Mempertahankan Diri pada Bulan Haram

Kam, 6 April 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 194: Kebolehan Perang Mempertahankan Diri pada Bulan Haram

Ilustrasi: Marahu Labid, karya Syekh Nawawi Banten (NU Online - Ahmad Muntaha AM)

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, Sababun Nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 194:
 

اَلشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمٰتُ قِصَاصٌۗ فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
 

Asy-syahrul-ḫarāmu bisy-syahril-ḫarāmi wal-ḫurumātu qishāsh, fa mani‘tadā ‘alaikum fa‘tadū ‘alaihi bimitsli ma‘tadā ‘alaikum wattaqullāha wa‘lamū annallāha ma‘al-muttaqīn.
 

Artinya: “Bulan haram dengan bulan haram dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) qishash. Sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”




Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 194

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan riwayat terkait Sababun Nuzul Al-Baqarah 194. Berikut ini riwayatnya:
 

قال عكرمة عن ابن عباس والضحاك والسدي, ومقسم والربيع بن أنس وعطاء وغيرهم: لما سار رسول الله صم معتمرا في سنة ست من الهجرة, وحبسه المشركون عن الدخول والوصول إلى البيت, وصدوه بمن معه من المسلمين في ذي القعدة وهو شهر حرام, حتى قاضاهم على الدخول من قابل, فدخلها في السنة الأتية هو ومن كان معه من المسلمين, وأقصه الله منهم, فنزلت هذه الأية
 

Artinya: “Ikrimah berkata dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, As-Saddi, Miqsam, Ar-Rabi’ bin Anas, Atha’ dan yang lainnya: “Pada saat Rasulullah saw hendak melakukan umrah pada tahun 6 H, ia dan umat Islam saat itu ditahan dan dihalang-halangi oleh orang-orang musyrik untuk pergi ke Baitullah. Kejadian ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah yang merupakan bulan haram (yang dimuliakan). Kemudian diputuskan untuk diperbolehkan masuk pada tahun selanjutnya (7 H). Kemudian Nabi Muhammad saw dan umat Islam memasukinya pada tahun depannya. Allah menetapkan qishash (hukum setimpal) dari mereka. Kemudian turunlah ayat ini. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wat Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 527).
 

 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 194

Secara ringkas Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan maksud ayat ialah kebolehan yang ditetapkan oleh Allah untuk memerangi orang-orang musyrikin yang memerangi umat Islam pada bulan haram (bulan yang dimuliakan).
 

Ini berkaitan dengan umrah qadha Nabi Muhammad saw dan umat Islam yang dilaksanakan pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-7 H, setelah sebelumnya orang-orang kafir menghalang-halangi dan memerangi umat Islam pada tahun 6 H di bulan yang sama untuk masuk Baitullah dan melakukan umrah. Dalam ayat ini Allah memperbolehkan umat Islam untuk membalas memerangi orang-orang yang memerangi mereka meski terjadi pada bulan haram. Syekh Nawawi menjelaskan arti dari ayat ‘wal-ḫurumātu qishāsh’ ialah bulan haram, tanah haram, kemulian ihram berlaku hukum qishash atau ganti. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, juz I, halaman 45).
 

Sementara Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menjelaskan bahwa maksud ayat di atas ialah bahwa bulan haram yang mulia membandingi bulan haram lainnya. Dalam artian, sebagaimana orang-orang kafir memerangi umat Islam pada waktu itu, maka hendaknya umat Islam membalasnya dengan melakukan perlawanan untuk mempertahankan diri tanpa takut akan kehormatan bulan haram dan tanah haram yang tercoreng. Karenanya Allah berfirman ‘wal-ḫurumātu qishāsh’, yang artinya sesuatu yang wajib dimuliakan (baik bulan haram maupun tanah haram) dibalas dengan setimpal ketika dirusak kemuliannya. (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Hasyiyatus Shawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M], juz I, halaman 118).
 

Dalam hal ini, Syekh Ahmad As-Shawi dalam Hasyiyahnya memberi catatan terkait ayat ‘wal-ḫurumātu qishāsh’. Ia berkata:
 

وَالْحُرُمٰتُ قِصَاصٌۗ أي متى حصل انتهاك من أحد لحرمة أخر سقطت حرمته فيقتص له منه

 

Artinya: “Wal-ḫurumātu qishāsh, maksudnya ketika seseorang merusak kemuliaan yang lain, maka gugurlah kemuliannya dan diberlakukan hukum setimpal darinya”. (As-Shawi, Hasyiyatus Shawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013 M], juz I, halaman 119).
 


 

Senada dengan penjelasan Imam As-Suyuthi, Syekh Muhammad Ali As-Shabuni dalam tafsirnya berkata:
 

إذا قاتلوكم في الشهر الحرام فقاتلوهم في الشهر الحرام, فكما هتكوا حرمة الشهر واستحلوا دماءكم فافعلوا بهم مثله
 

Artinya: “Jika mereka memerangi kalian dalam bulan haram maka perangilah mereka (sebagai balasan) pada bulan haram. Maka sebagaimana mereka merusak kemuliaan bulan haram dan menghalalkan darah kalian, lakukanlah hal demikian juga pada mereka dengan setimpal. (As-Shabuni, Shafwatut Tafasir, [Beirut, Darul Qur’anil Karim: 1981 M], juz I, halaman 126). 
 

Lebih lanjut Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan bahwa orang-orang yang melewati batas dengan memerangi di tanah haram, pada ihram atau bulan haram maka diperbolehkan untuk membalasnya dengan setimpal. Juga harus dibekali ketakwaan di dalamnya dengan tidak memulai peperangan. Sebab Allah akan menjada dan menolong orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.
 

وَاتَّقُوا اللّٰهَ أي اخشوه بالإبتداء, وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ أي بالنصرة والحفظ 

 

Artinya: “(Bertakwalah kalian) maksudnya bertakwalah kepada Allah dengan tidak memulai peperangan (dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa) dengan menolong dan menjaganya”. (Al-Bantani, I/45). Wallahu a’lam.



Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.