Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 208-209: Perintah Melaksanakan Ajaran Islam secara Keseluruhan

Sab, 9 Desember 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 208-209: Perintah Melaksanakan Ajaran Islam secara Keseluruhan

Ilustrasi: islamofobia (NU Online).

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 208-209
 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ (208) فَاِنْ زَلَلْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْكُمُ الْبَيِّنٰتُ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ (209) 
 

(208) yâ ayyuhalladzîna âmanudkhulû fis-silmi kâffataw wa lâ tattabi‘û khuthuwâtisy-syaithân, innahû lakum ‘aduwwum mubîn. (209) fa in zalaltum mim ba‘di mâ jâ'atkumul-bayyinâtu fa‘lamû annallâha ‘azîzun ḫakîm.
 

Artinya: “(208) Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu. (209) Maka, jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) setelah bukti-bukti kebenaran yang nyata sampai kepadamu, ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

 

Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 208-209

Imam Nawawi Al-Bantani dalam Tafsirnya meriwayatkan sababun nuzul surat Al-Baqarah ayat 208 sebagai berikut:
 

نزلت هذه الآية في شأن طائفة من مسلمي أهل الكتاب كعبد الله بن سلام وأصحابه، وذلك لأنهم حين آمنوا بالنبي صلّى الله عليه وسلّم أقاموا بعده على تعظيم شرائع موسى، فعظموا السبت وكرهوا لحوم الإبل وألبانها وكانوا يقولون: ترك هذه الأشياء مباح في الإسلام وواجب في التوراة فنحن نتركها احتياطا فكره الله تعالى ذلك منهم وأمرهم أن يدخلوا في السلم كافة ولا يتمسكوا بشيء من أحكام التوراة اعتقادا له وعملا به لأنها صارت منسوخة
 

Artinya: “Ayat ini turun menjelaskan keadaan sekelompok muslim yang berasal dari kalangan ahli kitab seperti Abdullah bin Salam dan sahabat-sahabatnya. Hal itu dikarenakan ketika mereka beriman kepada Nabi saw, setelahnya mereka masih mengagungkan syariat Nabi Musa. Mereka mengagungkan hari Sabtu, tidak menyukai memakan daging, dan susu unta. Mereka berkata: “Meninggalkan semua ini diperbolehkan dalam Islam namun wajib dalam Taurat, kami meninggalkannya untuk berjaga-jaga.” 
 

Allah tidak memperkenankan hal tersebut dan memerintahkan mereka untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan dan tidak berpegangan sedikitpun dengan hukum-hukum Taurat, baik meyakini maupun mengamalkannya, karena hukum-hukum di dalamnya telah terhapus”. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, juz I, halaman 48).
 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 208-209

Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menjelaskan maksud dari ayat 208 di atas ialah perintah untuk menjalankan syariat Islam secara penuh setelah memasukinya. Hal ini berkaitan dengan sababun nuzul dari ayat, yaitu segolongan ahli kitab (Abdullah bin Salam dan sahabat-sahabatnya) yang memeluk agama Islam namun masih tetap menjalankan sebagian syariat agama sebelumnya dan mencampuradukannya dengan syariat Islam. Allah memberi peringatan kepada mereka untuk tidak mengikuti cara setan dalam menjerumuskan ke dalam sesuatu yang batil.
 

Imam As-Suyuthi menafsiri kata “khuthuwatus syaithan”, yang makna asalnya ialah ‘langkah-langkah setan’ dengan ‘jalan-jalan setan’ atau ‘penghiasan syetan’ dengan mencampuradukkan syariat Islam dengan syariat agama sebelumnya. (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Hasyiah As-Shawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M], juz I, halaman 126).
 

Menarik jika dilihat dari kacamata bahasa, bagaimana Imam As-Suyuthi menafsirinya dengan ‘perhiasan’ sebab sesuatu yang dijadikan perhiasan biasanya dapat melalaikan pemiliknya.
 

Syekh Ahmad As-Shawi dalam Hasyiah-nya atas Tafsirul Jalalain memberi komentar atas tafsiran Imam As-Suyuthi terkait penghiasan setan tersebut. Ia berkata:
 

تزيينه أي تحسينه أمورا لكم, والمعنى لا تتبعوا خطوات الشيطان التي يزينها لكم بوسوسته
 

Artinya: “Penghiasan setan maksudnya ialah memperlihatkan sesuatu agar terlihat baik bagi kalian. Maknanya, janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan yang mereka hias untuk kalian dengan godaan-godaannya”. (As-Shawi, Hasyiah As-Shawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M], juz I, halaman 127).
 

Kemudian pada ayat 209, Allah secara tegas memberi peringatan bagi siapa saja yang telah mengetahui penjelasan-penjelasan berupa hujah yang merupakan kebenaran namun tidak melaksanakannya, maka tidak akan ada yang dapat menghentikan Allah untuk memberi hukuman kepada siapa saja yang tidak melaksanakan perintah-Nya. (As-Suyuthi, I/127).
 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata:
 

وَقَوْلُهُ: فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ، أَيْ: عَدَلْتُمْ عَنِ الْحَقِّ بَعْدَ مَا قَامَتْ عَلَيْكُمُ الحُجَجُ، فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ، أَيْ فِي انْتِقَامِهِ، لَا يَفُوتُهُ هَارِبٌ، وَلَا يَغلبه غَالِبٌ. حَكِيمٌ فِي أَحْكَامِهِ وَنَقْضِهِ وَإِبْرَامِهِ؛ وَلِهَذَا قَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ وَقَتَادَةُ وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ: عَزِيزٌ فِي نِقْمَتِهِ، حَكِيمٌ فِي أَمْرِهِ. وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: الْعَزِيزُ فِي نَصْرِهِ مِمَّنْ كَفَرَ بِهِ إِذَا شَاءَ، الْحَكِيمُ فِي عُذْرِهِ وَحُجَّتِهِ إِلَى عِبَادِهِ
 

Artinya: “Firman Allah: "Fa in zalaltum mim ba‘di mâ jâ'atkumul-bayyinâtu", maksudnya ialah jika kalian berpindah dari kebenaran setelah tegaknya hujah, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa dalam memberi siksa, dan tidak akan ada yang bisa lari maupun mengalahkan-Nya. Maha Bijaksana dalam hukum-hukum-Nya baik dalam memutus atau meloloskannya.
 

Karenanya, Abul Aliyah, Qatadah, Ar-Rabi’ bin Anas berkata: "Ia (Allah) Maha Perkasa dalam memberi siksa dan Maha Bijaksana dalam memutuskan.” Muhammad bin Ishaq berkata: "Ia (Allah) Maha Perkasa dalam menolong siapa saja yang kufur jika Ia berkehendak, Maha Bijaksana dalam diterima alasan dan hujah-Nya kepada hamba-hamba-Nya. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wat Tauzi’: 1999 M/ 1420 H] juz I, halaman 566).
 

Kesimpulannya, dapat dipahami dari penjelasan di atas bahwa umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan syariat Islam secara keseluruhan dengan tidak membanding-bandingkannya dengan syariat sebelumnya. Ayat di atas merupakan bentuk dari rahmat Allah kepada umat Islam dengan memberi perintah untuk hanya melaksanakan syariat Islam yang andaikan dibandingkan dengan syariat agama sebelumnya cenderung lebih mudah. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah, Jakarta.