Tasawuf/Akhlak

Etika Pemilik Pohon yang Menjulur ke Rumah Tetangga

Kam, 30 November 2023 | 13:00 WIB

Etika Pemilik Pohon yang Menjulur ke Rumah Tetangga

Ilustrasi: Alam (NU Online)

Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan dalam banyak hal di kehidupan ini. Dalam banyak hal orang yang selalu sigap membantu kita justru adalah tetangga, bukan saudara. Oleh karena itu, dalam Islam diajarkan untuk memuliakan, menghormati dan tidak menyakiti tetangga. 

 

Namun demikian, dalam kehidupun tidak semudah yang dibicarakan. Ada banyak hal yang tampaknya sepele namun menjadi sebab permusuhan tidak dapat dihindari. Contohnya dedaunan pohon yang berserakan di tanah milik tetangga, ranting pohon yang menghalangi masuknya cahaya ke dalam rumah tetangga dan lain sebagainya. Lantas bagaimana sebenarnya etika bagi pemilik pohon yang dahannya menjulur ke rumah tetangga? Berikut ulasannya. 

 

Pada prinsipnya seorang pemilik bebas melakukan apapun pada kepemilikannya sekalipun berdampak membahakan orang lain, selama yang dilakukan itu masih dalam koridor adat istiadat yang berlaku. (Abdurahman Ba'alawi, Bugyatul Mustarsidin, [Bairut, Darul Fikr: tanpa tahun], halaman 283).

 

Dengan demikian sebenarnya seseorang bebas menanam tanaman apapun di tanah miliknya selama tidak menyelisihi adat. Namun, jika pohon tersebut sampai membahayakan tetangga, dapat membuat tetangga merasa tersakiti atau melanggar hak-hak tetangga urusanya menjadi berbeda. 

 

Islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga sebagaimana Allah swt dalam Al-Qur'an: 

 

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

 

Artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu kan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri." (An-Nisa':36)

 

Disebutkan pula dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, keduanya berkata: "Rasulullah saw bersabda:

 

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ 

 

Artinya: “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku supaya berbuat baik kepada tetangga, sehingga saya menyangka seolah-olah Jibril akan memasukkan tetangga sebagai ahli waris- yakni dapat menjadi ahli waris dari tetangganya.” ([HR Muttafaq ‘Alaih).

 

Selain itu, Islam melarang umatnya melakukan sesuatu yang dapat mengganggu atau menyakiti tetangganya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah sebagai berikut:

 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

 

Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka supaya memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka supaya berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari)

 

Dari paparan di atas dapat dipahami sebagai perintah untuk selalu berbuat baik dan tidak berbuat sesuatu yang dapat mengganggu atau menyakiti tetangga, sekalipun ia seorang nonmuslim. Mengganggu atau menyakiti tetangga merupakan larangan dalam agama Islam dan dihukumi dosa besar. Dalam kitab Az-Zawajir disebutkan, 

 

الْكَبِيرَةُ الْعَاشِرَةُ بَعْدَ الْمِائَتَيْنِ : إيذَاءُ الْجَارِ وَلَوْ ذِمِّيًّا كَأَنْ يُشْرِفَ عَلَى حُرَمِهِ أَوْ يَبْنِيَ مَا يُؤْذِيهِ مِمَّا لَا يُسَوَّغُ لَهُ شَرْعًا أَخْرَجَ الشَّيْخَانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخَرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ

 

Artinya: " Dosa besar ke-210 adalah menyakiti tetangga meskipun ia nonmuslim, seperti memperhatikan kehormatanya atau membangun bangunan yang dapat menyakitinya yang tidak diperbolehkan menurut hukum Islam. Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka ia dilarang menyakiti tetangganya." (Ibnu Hajar Al-Haitami, Az-Zawajir 'an Iqtirafil Kabair, [Beirut, Darul Fikr: 1407 H], juz I, halaman 422). 

 

Dengan demikian sebagai bentuk pengamalan perintah berbuat baik kepada tetangga dan larangan menyakitinya dalam konteks ini pemilik pohon seharusnya sejak hendak menanam pohon memperkirakan jika pohonya nanti tumbuh besar akan berakibat mengganggu tenangga atau tidak. 

 

Jika sudah terlanjur tumbuh besar dan dedaunan atau batangnya menjulur ke rumah tetangga maka harus mengomonikasikannya dengan tetangga yang terdampak. Ia rela atau tidak dengan keadaan itu. Jika tidak rela maka pemilik pohon yang harus memangkas atau menebang pohon tersebut. Demikian itu untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan tetangga. 

 

Jika pun pemilik pohon tidak menggubris keluhan tetangga yang terdampak, Islam melegalkan tentangga untuk memotong pohon itu sekalipun tanpa seizin hakim. Berikut penjelasan dalam kitab Bugyah:  

 

ولو انتشرت أغصان شجرة أو عروقها إلى هواء ملك الجار أجبر صاحبها على تحويلها، فإن لم يفعل فللجار تحويلها ثم قطعها ولو بلا إذن حاكم كما في التحفة

 

Artinya: "Jika dahan pohon atau akarnya menjalar ke tanah tetangga maka pemiliknya dipaksa untuk memindahnya. Jika ia enggan melakukan maka tetangganya (pemilik tanah) boleh memindahkannya kemudian memotongnya walaupun tanpa seizin hakim, sebagaimana penjelasan dalam Tuhfah. (Abdurrahman Ba'alawi, Bugyah, halaman 142).

 

Walhasil, pemilik pohon yang menjulur ke rumah tetangga sebelum tetangga tersebut merasa tidak nyaman dan menegurnya, hendaknya ia lebih dulu meminta kerelaannya. Jika tidak diizinkan maka ia harus mau menebang atau memotong bagian pohon yang mengganggu rumah tetangganya. Bila ini dilakukan maka niscaya akan terwujud keharmonisan hidup dengan tetangga. Wallahu a'lam bisshawab.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo