Bahtsul Masail

Perlukah Muhallil saat Rujuk Talak?

Sen, 18 Desember 2023 | 19:00 WIB

Perlukah Muhallil saat Rujuk Talak?

Ilustrasi. (Foto: NU Online/Freepik)

Assalamu’alaikum wr wb. Yth Redaksi, saya mau bertanya tentang hukum seorang istri yang sudah ditalak atau bercerai. Ketika keduanya ingin rujuk Kembali, apakah perlu ada Muhallil atau tidak? Kemudian, jika suami istri tidak mau ada Muhallil bagaimana? Kemudian kalau sudah terlanjur berhubungan badan bagaimana hukumnya? (Hamba Allah)

 

Jawaban

Wa’alaikumussalam Wr Wb, terima kasih atas pertanyaannya. Penanya yang semoga selalu dalam lindungan Allah ta’ala. Ketentuan talak dalam Islam sudah jelas, bahwa talak atau cerai dibatasi hingga tiga kali. 

 

Pasangan suami istri yang cerai talak satu atau talak dua, maka dapat rujuk kembali selama masa ‘iddahnya belum habis. Hanya saja, ketika masa ‘iddahnya sudah habis, maka harus melakukan akad baru. Keterangan ini sebagaimana dikutip dari kitab Matan Taqrib:

 

 وإذا طلق امرأته واحدة أو اثنتين فله مراجعتها ما لم تنقض عدتها فإن انقضت عدتها حل له نكاحها بعقد جديد 

 

Artinya, “Apabila seorang suami menalak istrinya talak satu atau talak dua, maka ia boleh rujuk kepada istrinya selama masa iddahnya belum habis. Jika masa iddah telah habis maka sang suami boleh menikahinya dengan akad yang baru.” (Abu Syuja’, Matan Taqrib, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005], hal. 246).

 

Skema rujuk dalam teknis fikih dapat menggunakan kata-kata yang jelas (sharih) atau sindiran (kinayah) disertai niat. Misalnya dapat menggunakan kata-kata “Aku ingin rujuk kembali denganmu,” “Kamu sudah dirujuk,” dan lain-lain. 

 

Di Indonesia, skema rujuk dapat melalui KUA (Kantor Urusan Agama) dengan menyerahkan persyaratan administratif, salah satunya akta cerai dan lampiran putusan Pengadilan Agama. Masa ‘iddah juga akan diperiksa oleh KUA, apakah sudah habis atau belum. Selain itu, persetujuan istri juga harus ada.

 

Nah, langkah-langkah di atas berlaku bagi para suami yang telah mentalak istrinya, baik talak satu ataupun talak dua. Berbeda dengan talak tiga. Suami yang telah menjatuhkan talak tiga pada istrinya, apabila ingin rujuk maka harus memenuhi lima persyaratan, yaitu:

 
  1. Istri habis masa ‘iddahnya
  2. Istri harus menikah dahulu dengan laki-laki lain (muhallil)
  3. Istri harus bersenggama / hubungan (penetrasi) dengan suami yang baru (sebagaimana keterangan dalam Mazhab Syafi’i dan hadits Nabi)
  4. Istri harus berstatus talak ba’in, bukan talak raj’i
  5. Istri sudah habis masa ‘iddahnya dari suami yang baru (muhallil)
 

Keterangan ini sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abu Syuja’ dalam Matan Taqrib:

 

   فإن طلقها ثلاثا لم تحل له إلا بعد وجود خمس شرائط انقضاء عدتها منه وتزويجها بغيره ودخوله بها وإصابتها وبينونتها منه وانقضاء عدتها منه   

 

Artinya, “Jika suami telah menalak istri talak tiga, maka tidak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat: (1) istri telah habis masa ‘iddahnya dari suaminya, (2) istri harus dinikahi lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil), (3) istri pernah bersenggama (penetrasi) dengan muhallil, (4) istri sudah berstatus talak ba’in dari muhallil, (5) masa iddah si istri dari muhallil telah habis.” (Abu Syuja’, Matan Taqrib, hal. 247).

 

Kemudian terkait pertanyaan penanya, apabila terlanjur bersenggama atau berhubungan badan, maka sejauh penelusuran penulis soal pernyataan para ahli fikih adalah hubungan badan tidak otomatis menjadikan suami istri yang sedang dalam kondisi talak satu atau dua kembali rujuk.

 

Keterangan ini sebagaimana ditegaskan oleh Muhammad Najib al-Muthi’i dalam Takmilah al-Majmu’, beliau menyebutkan:

 

فأما إذا وطئها أو قبلها أو لمسها فلا يكون ذلك رجعه، سواء نوى به الرجعة أو لم ينو.

 

Artinya, “Adapun jika suami menyetubuhi istrinya, atau menciumnya, atau menyentuhnya (saat masa talak satu/dua), maka dia tidak otomatis rujuk, baik disertai niat atau tidak.” (Muhammad Najib al-Muthi’i, Takmilah al-Majmu’, [Beirut: Darul Fikr, t.t.), jilid XVII, hal. 268).

 

Logika Imam Syafi’i, terkait alasan tidak otomatisnya rujuk saat suami bersetubuh dengan istri dalam kondisi talak satu atau dua adalah rujuk dapat diakui jika ada pernyataan yang jelas (sharih) dari suami, sebagaimana pernikahan yang membutuhkan pernyataan jelas. (Imam Syafi’i, al-Umm, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1393], jilid V, hal. 244).

 

Meskipun mazhab Syafi’i berpendapat demikian, ada beberapa ulama di antaranya Imam Malik dan Ishaq yang menyebut bahwa hubungan badan suami istri saat talak satu atau dua membuat keduanya otomatis rujuk. Mengutip Takmilah Majmu’:

 

إذا وطئها ونوى به الرجعة كان رجعه.

Artinya, “Apabila suami menyetubuhi istrinya [di masa talak sebelum rujuk] dan berniat untuk rujuk, maka otomatis rujuk.” (Muhammad Najib al-Muthi’i, Takmilah al-Majmu’, jilid XVII, hal. 268).

 

Lebih spesifik lagi, mengutip Takmilah, Abu Hanifah menyebut apabila suami dalam kondisi talak satu atau dua, kemudian mencium istrinya dengan syahwat, atau menyentuhnya, atau melihat kemaluan istrinya dengan disertai syahwat, maka otomatis rujuk. Muhammad Najib al-Muthi’i menyebut dalam Takmilah:

 

إذا قبلها بشهوة أو لمسها أو نظر إلى فرجها بشهوة وقعت به الرجعة

Artinya, “Apabila suami [saat masa talak sebelum rujuk] mencium dengan syahwat, atau menyentuhnya, atau melihat kemaluan istrinya dengan disertai syahwat, maka otomatis terjadi rujuk.” (Muhammad Najib al-Muthi’i, Takmilah al-Majmu’, jilid XVII, hal. 267).

 

Dalam rangka ihtiyath atau kehati-hatian, hendaknya penanya menjaga diri saat berada dalam talak satu atau dua, jangan sampai terjebak dalam hubungan badan karena masih dalam masa talak, hingga suami menyatakan dengan jelas ingin rujuk.

 

Kemudian apabila talak tiga dan ingin kembali, maka mau tidak mau istri harus dinikahi dulu oleh orang lain (muhallil), kemudian melakukan hubungan badan (penetrasi), kemudian keduanya (istri dan muhallil) bercerai secara ba’in (talak tiga), menunggu masa ‘iddah habis lalu melakukan akad yang baru. Wallahu a’lam
 

Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences