Syariah

Tak Perlu Ke Meja Hijau, Akad Shulhu Selesaikan Sengketa Tanah dan Properti

Rabu, 4 Desember 2024 | 12:00 WIB

Tak Perlu Ke Meja Hijau, Akad Shulhu Selesaikan Sengketa Tanah dan Properti

Akad Shulhu dalam penyelesaian sengketa tanah dan properti (pu.go.id).

Dalam kehidupan sehari-hari, konflik tanah atau properti sering kali menjadi persoalan yang kompleks dan memicu ketegangan di antara pihak-pihak yang berselisih. Misalnya, dua tetangga berselisih mengenai batas tanah mereka. Kedua pihak merasa bahwa area tertentu masuk dalam hak milik mereka.
 

Apakah konflik semacam ini harus berujung pada proses hukum yang panjang dan mahal?
 

Islam memberikan solusi praktis melalui akad shulhu, mekanisme damai yang mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan sengketa dengan cara yang adil dan menghindari permusuhan.
 

 

Pengertian Shulhu

Shulhu adalah akad untuk menyelesaikan perselisihan melalui kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak tanpa melibatkan pengadilan. Dasarnya terdapat dalam firman Allah:
 

وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
 

Artinya, “Dan perdamaian itu lebih baik.” (QS An-Nisa: 128)

Akad shulhu juga didukung oleh sabda Rasulullah saw:
 

الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
 

Artinya, “Perdamaian itu dibolehkan di antara kaum Muslimin kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
 

 

Shulhu dalam Sengketa Tanah dan Properti 

Dalam kasus konflik tanah atau properti, shulhu memungkinkan penyelesaian sengketa dengan cara yang cepat sekaligus menjaga hubungan baik antar pihak.

Contoh kasus sengketa batas kepemilikan tanah. Dua pihak yang berselisih mengenai batas tanah dapat memilih jalur shulhu untuk menyelesaikan masalah ini. Semisal:

  1. Mengubah batas tanah. Kedua pihak sepakat untuk memindahkan batas tanah berdasarkan kompromi, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Shulhu seperti ini dalam perspektif fiqih muaamalah dikenal dengan shulhu hibah. 

    وَصُلْحُ ٱلْهِبَةِ: بِمَا إِذَا كَانَ لَهُ عِنْدَهُ عَيْنَانِ أَوْ عَيْنٌ وَاحِدَةٌ، فَقَالَ: أَعْطِنِي أَحَدَهُمَا أَوْ بَعْضَ ٱلْعَيْنِ، وَوَهَبْتُكَ ٱلْبَاقِيَ

    Artinya, “Perdamaian dalam bentuk hibah adalah jika orang memiliki dua barang tertentu atau satu barang tertentu pada orang lain, lalu ia berkata, "Berikan kepadaku salah satu dari keduanya, atau sebagian dari barang tersebut, dan aku hibahkan sisanya kepadamu." (Ibnu Rif’ah, Kifayatun Nabih, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2009], juz X, halaman 53).
     
  2. Memberi kompensasi. Jika salah satu pihak merasa haknya berkurang, pihak lainnya dapat memberikan kompensasi dalam bentuk uang atau properti lain sebagai pengganti. Shulhu seperti ini dikenal dengan shuluh bai'.

    Imam Al-Ghazali memberi penjelasan: 

    إِذَا ٱدُّعِيَ عَلَيْهِ بِعَيْنٍ، كَالْعَبْدِ وَالثَّوْبِ، فَأَقَرَّ ثُمَّ صَالَحَ، فَلَهُ حَالَانِ: إِحْدَاهُمَا: أَنْ يُصَالِحَ عَنْهَا بِعِوَضٍ، فَيَصِحُّ بِالْعَيْنِ وَالدَّيْنِ، وَهُوَ بَيْعٌ فِي جَمِيعِ ٱلْأَحْكَامِ مِنْ غَيْرِ فَرْقٍ، وَيَجُوزُ عَقْدُهُ بِلَفْظِ ٱلْبَيْعِ، وَبِلَفْظِ ٱلصُّلْحِ

    Artinya, “Apabila seseorang didakwa atas suatu barang tertentu, seperti budak atau pakaian, lalu ia mengakui dan kemudian melakukan shulhu (perdamaian), maka ada dua kondisi.

    Salah satunya adalah ia berdamai dengan memberikan pengganti (kompensasi), dan itu sah, baik berupa barang tertentu maupun berupa utang. Perdamaian ini dalam semua hukumnya dianggap sebagai jual beli tanpa ada perbedaan. Akad tersebut boleh dilakukan dengan lafal jual beli maupun lafal shulhu”.
    (‘Izzuddin bin Abdissalam, Al-Ghayah fi Ikhtisarin Nihayah, [Beirut, Darun Nawadir: 2016], juz IV, halaman 61).
 

Dengan mekanisme seperti ini, konflik tidak perlu diselesaikan melalui pengadilan yang cenderung menguras waktu, biaya, dan emosi.

 

Keunggulan Akad Shulhu dibanding Penyelesaian di Meja Hijau

1. Efisiensi waktu dan biaya: penyelesaian melalui akad shulhu dilakukan secara langsung oleh kedua belah pihak tanpa melalui proses litigasi yang panjang.
2. Menjaga hubungan sosial: akad shulhu mencegah permusuhan berkepanjangan dan menjaga hubungan baik antara tetangga atau rekan bisnis.
3. Fleksibilitas solusi: dalam akad shulhu kesepakatan bisa disesuaikan dengan kebutuhan kedua belah pihak, selama tidak melanggar syariat.

 

Batasan Akad Shuluh 

Jika merujuk pada konsepsi shulhu dalam mazhab Syafi’i, maka harus ada kejelasan terlebih dahulu mengenai siapa yang sebenarnya memiliki hak atas properti, baik melalui bukti, saksi ataupun pengakuan (ikrar). Namun demikian, tiga mazhab lain (Hanafi, Maliki, dan Hanbali) membolehkan akad shulhu meski belum ada ketetapan terkait hak sebenarnya (shulhu ma’al inkar).
 

ٱلصُّلْحُ عَلَى ٱلْإِنْكَارِ أَوْ ٱلسُّكُوتِ مِنَ ٱلْمُدَّعَى عَلَيْهِ: كَأَنْ ٱدَّعَى شَخْصٌ عَلَى آخَرَ شَيْئًا فَأَنْكَرَهُ ٱلْمُدَّعَى عَلَيْهِ أَوْ سَكَتَ، ثُمَّ صَالَحَ عَنْهُ. فَإِنْ جَرَى ٱلصُّلْحُ عَلَى نَفْسِ ٱلْمُدَّعَى بِهِ، كَأَنْ يَدَّعِيَ عَلَيْهِ دَارًا، فَيُصَالِحَهُ عَلَيْهَا، بِأَنْ تُجْعَلَ لِلْمُدَّعِي أَوْ لِلْمُدَّعَى عَلَيْهِ، فَهُوَ صُلْحٌ بَاطِلٌ فِي ٱلصُّورَتَيْنِ عِنْدَ ٱلشَّافِعِيَّةِ، خِلَافًا لِلْأَئِمَّةِ ٱلثَّلَاثَةِ
 

Artinya, “Perdamaian atas pengingkaran atau diamnya pihak tertuduh. Seperti jika orang mengklaim sesuatu atas orang lain, lalu pihak tertuduh mengingkari klaim tersebut atau diam, kemudian dilakukan perdamaian atas klaim tersebut.
 

Jika perdamaian dilakukan pada barang yang diklaim itu sendiri, seperti orang mengklaim rumah, lalu berdamai atas rumah tersebut dengan menyerahkannya kepada pengklaim atau kepada pihak yang diklaim, maka perdamaian seperti ini dianggap batal dalam kedua kasus menurut mazhab Syafi’i, berbeda dengan pendapat tiga imam mazhab lainnya”. (Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Damaskus: Darul Fikr], juz IV, halaman 4338).
 

Dalam Islam, penyelesaian sengketa tanah atau properti melalui mekanisme akad shulhu merupakan solusi yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, musyawarah, dan kedamaian. Dengan shulhu, konflik dapat diselesaikan secara damai tanpa merusak hubungan sosial. Hal ini menjadikan akad shulhu sebagai pendekatan yang sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan modern. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.