Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 165: Menakar Cinta Orang Beriman

Sel, 3 Januari 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 165: Menakar Cinta Orang Beriman

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 165: Menakar Cinta Orang Beriman

Berikut ini adalah teks, terjemahan, sabab nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 165: 
 


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِۙ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ 


 

Wa minan-nāsi may yattakhidzu min dūnillāhi andāday yuḫibbūnahum kaḫubbillāh, walladzīna āmanū asyaddu ḫubbal lillāhi walau yaralladzīna dhalamū idz yaraunal-‘adzāba annal-quwwata lillāhi jamī‘aw wa annallāha syadīdul-‘adzāb.

 


Artinya: “Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal). 
 

 


Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 165

Syekh Ahmad As-Shawi dalam Hasyiyah Tafsir Jalalain menyebutkan riwayat sabanun nuzul ayat 165 surat Al-Baqarah sebagai berikut:
 


قوله: ومن الناس. هذه الأية وردت لاستعظام ما وقع من بعض بني أدم من الكفر بعد ثبوت البراهين القطعية، كأن الله يقول: اعجبوا لكفر بعض العبيد مع ثبوت الأدلة على وحدنيته تعالى

 

Artinya: “Firman Allah “wa minan-nâsi” turun karena penghambaan yang terjadi dari sebagian keturunan Adam dengan melakukan kekufuran setelah tetapnya dalil-dalil qath’i (pasti). Seakan Allah berkata: “Merasa heranlah kalian terhadap kekufuran sebagian hamba setelah tetapnya dalil-dalil atas keesaan Allah Ta’ala”. (Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hasyiyatus Sawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain, [Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah: 1434 H/ 2013 M], juz I, halaman 99).

 

Ayat ini secara tidak langsung merupakan kelanjutan penjelasan dari ayat sebelumnya, Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 163-164: 8 Tanda Keesaan Allah, di mana Allah menjelaskan tanda-tanda keesaan-Nya.
 

 

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa banyak di antara manusia yang masih tetap dalam kekufuran meski setelah tetap dalil-dalil qath’i atas keesaan Allah.
 

 

 
Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 165

Syekh Nawawi Banten (1897 M) dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari penggalan ayat “Wa minan-nāsi may yattakhidzu min dūnillāhi andāda”. Yaitu di antara orang-orang kafir terdapat orang-orang yang menyembah selain Allah, yaitu menyembah berhala. Sedangkan makna kalimat “yuḫibbūnahum kaḫubbillāh” ialah orang-orang kafir itu mencintai berhala seperti halnya mereka mencintai Allah, dalam artian mereka menyamakan antara Allah Ta’ala dan berhala dalam ketaatan dan pengagungan; atau mencintai penghambaan mereka terhadap berhala sebagaimana kecintaan orang-orang mukmin dalam beribadah kepada Allah. 
 


Makna “walladzīna āmanū asyaddu ḫubbal lillāhi” adalah, orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dibandingkan orang-orang kafir terhadap berhala-berhala mereka. Karena orang-orang mukmin hanya tunduk kepada Allah. Berbeda dengan orang-orang musyrik yang berpindah (menyembah) kepada Allah ketika butuh; dan setelah terpenuhi kebutuhannya, mereka kembali kepada berhala”.
 


Terkait kalimat “walau yaralladzīna dhalamū idz yaraunal-‘adzāba annal-quwwata lillāhi jamī‘aw wa annallāha syadīdul-‘adzāb”, Syekh Nawawi menjelaskan adanya beberapa qiraat yang memungkinkan perbedaan pemaknaan.
 

 
  1. mayoritas ulama qiraat membaca “walau yara” dengan fathahnya “anna” dengan implikasi maknanya: seandainya orang-orang yang menyekutukan Allah tahu akan beratnya siksa Allah mereka tidak akan menyekutukan Allah;
  2. qiraat sebagian ulama selain sab’ah membaca dengan kasrah, menjadi “inna”, dan maknanya menjadi: seandainya orang-orang zalim dengan menyembah berhala tahu ketidakmampuan dan lemah mereka ketika melihat siksa Allah, maka mereka akan berucap: “Sesungguhnya kekuatan itu milik Allah”;
  3. Nafi’ dan Ibnu Amir membaca “walau tara” dengan fathahnya “anna” yang menjadi khitab atau ucapan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw atau setiap orang mukmin, dengan makna: seandainya engkau tahu orang-orang yang zalim itu ketika mereka melihat siksa, engkau akan berkata bahwa sesungguhnya kekuatan itu milik Allah”; dan jika dibaca kasrah menjadi “anna” maka maknanya adalah: seandainya engkau tahu orang-orang yang musyrik itu ketika mereka melihat siksa, engkau akan berkata bahwa sesungguhnya kekuatan itu milik Allah. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, juz I, halaman 38).
     


Imam Al-Alusi Baghdad (wafat 1854 M)  dalam tafsirnya menjelaskan alasan mengapa cinta orang yang beriman kepada Allah lebih besar dibanding kecintaan orang-orang musyrik. Berikut penjelasannya:
 


فإن المراد بشدة محبة المؤمنين شدتها في المحل وهو رسوخها فيهم وعدم زوالها عنهم بحال لا كمحبة المشركين لألهتهم حيث يعدلون عنها إلى الله تعالى عند الشدائد ويتبرؤن منها عند معاينة الأهوال ويعبدون الصنم زمانا ثم يرفضونه إلى غيره وربما أكلوه- كما يحكى: أن باهلة كانت لهم أصنام من حيس فجاعوا فى قحط أصابهم فأكلوها-

 

Artinya: “Yang dimaksud dengan besarnya cinta orang-orang mukmin ialah tertanamnya dan tidak akan hilangnya cinta dari mereka pada kondisi apapun. Tidak seperti kecintaan orang-orang musyrik terhadap Tuhan-tuhan mereka sebab mereka akan berpindah (meminta, menyembah) kepada Allah ketika dalam keadaan susah, dan berlepas diri dari (berhala) mereka ketika melihat siksa. Mereka juga menyembah berhala pada waktu tertentu sebelum kemudian berpaling pada yang lainnya, bahkan terkadang memakannya.
 

 

Seperti halnya dikisahkan bahwa dulu terdapat suku yang bernama Bahilah yang memiliki beberapa berhala yang terbuat dari makanan. Kemudian ketika mereka lapar karena paceklik yang menimpa, mereka memakannya.” (Mahmud Al-Alusi, Ruhul Ma’ani, [Beirut, Ihyaut Turats al-Arabi], juz II, halaman 34).
 

 

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ada banyak nikmat yang dapat menjadi sumber kebahahagiaan umat manusia. Namun, nikmat yang paling utama dan kadang tidak disadari oleh umat Islam adalah nikmat iman dan Islam. Karenanya, seyogianya kita selalu mensyukurinya dengan cara terus-menerus meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah.


 


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.